Friday, July 31, 2015

Thought for the Day - 31st Juy 2015 (Friday)

The true meaning of Guru is, 'One who is beyond attributes and forms, the Supreme Self (Brahman)’. When this Self is within you, where is the need to search for a Guru? A teacher who teaches others has had a teacher himself. The one who has no Guru above him is the true Guru. The Sanskrit stanza which hails the guru as Brahma, Vishnu and Maheshwara and as Parabrahman is misinterpreted. The right approach is to consider Brahma, Vishnu and Maheshwara as the Guru. These three are symbolised by the three gunas or attributes: Brahma is Rajas, Vishnu is Satwa and Shiva represents Tamas. The whole cosmos is constituted by the three gunas and the gunas are present in you. The Trinity are present in the form of the three gunas in every human heart. Hence, you are your own guru. You need not seek him elsewhere. You have to feel at all times your inherent divinity, which is also present in everyone. When you help or feed someone you must feel that the Divine in you is feeding the Divine in others.


Arti sebenarnya dari Guru adalah, 'Orang yang berada di luar/melampaui atribut dan wujud, Yang Tertinggi (Brahman)'. Ketika Sang Diri (Atma) ini dalam dirimu, di mana kebutuhan untuk mencari Guru? Seorang guru yang mengajar orang lain telah memiliki guru sendiri. Orang yang tidak memiliki Guru di atasnya adalah Guru sejati. Bait sansekerta menunjukkan guru sebagai Brahma, Wisnu, dan Maheshwara dan sebagai Parabrahman disalahtafsirkan. Pendekatan yang tepat adalah menyadari Brahma, Wisnu, dan Maheshwara sebagai Guru. Ketiganya ini dilambangkan dengan ketiga guna atau atribut: Brahma adalah Rajas, Wisnu adalah Satwa, dan Siwa mewakili Tamas. Seluruh kosmos didasari oleh ketiga guna dan guna ada dalam dirimu. Trinitas ada dalam bentuk ketiga guna dalam setiap hati manusia. Oleh karena itu, engkau adalah guru bagi dirimu sendiri. Engkau tidak perlu mencari-Nya di tempat lain. Engkau harus merasa setiap saat, sifat ketuhanan melekat pada dirimu, yang juga ada dalam diri setiap orang. Ketika engkau membantu atau memberi makan seseorang, maka engkau harus merasakan bahwa Tuhan yang ada dalam dirimu-lah yang sedang memberi makan pada Tuhan yang ada pada orang lain. [Divine Discourse, 30-Jul-1996]

-BABA

Thursday, July 30, 2015

Thought for the Day - 30th July 2015 (Thursday)

The tree growing out of the soil returns to the soil; the individual arising from Brahman (Divinity) returns to Brahman - this truth is not easily perceived and that is the mystery of this marvellous creation. Embodiments of Brahman! When a seed is sown in the earth, it sprouts as a sapling and grows in due course into a big tree. In the tree, the branches, the leaves, the flowers and the fruits all appear as distinct from each other and each of them have a specific purpose. But all of them are different forms of the mud from which they have originated. Seeing a rope at a distance, suspecting that it may be a snake, one develops fear and screams. Soon someone arrives and assures that it is not a snake but a rope. The moment that person realises that, the fear is got rid of. During all these phases, the rope was only a rope. The rope is Brahman, you mistake it to be a snake or this creation or Nature. Then comes the jnani (the wise one) who reveals that all that you see is verily Brahman. All that you see in the entire universe is a manifestation of the Brahman.


Pohon yang tumbuh di tanah kembali ke tanah; individu yang berasal dari Brahman (Divinity) kembali pada Brahman - kebenaran ini tidak mudah dirasakan dan itulah misteri penciptaan yang mengagumkan ini. Perwujudan Brahman! Ketika benih ditaburkan di bumi, benih tersebut akan tumbuh menjadi pohon muda dan pada waktunya akan menjadi pohon besar. Pada pohon; cabang, daun, bunga, dan buah-buahan, semuanya muncul berbeda satu sama lain dan masing-masing memiliki tujuan tertentu. Tetapi semuanya tersebut merupakan bentuk yang berbeda dari tanah dari mana mereka berasal. Melihat tali dari kejauhan, seseorang menduga tali itu sebagai ular, sehingga menimbulkan rasa takut lalu menjerit ketakutan. Segera seseorang datang dan meyakinkan bahwa itu bukan ular tapi tali. Saat itu seseorang menyadari bahwa rasa takut menjadi sirna. Selama fase ini, tali hanyalah tali. Tali adalah Brahman, engkau keliru sehingga tali menjadi ular. Kemudian datang jnani (orang yang bijaksana) yang mengungkapkan bahwa semua yang engkau lihat sesungguhnya Brahman. Semua yang engkau lihat di seluruh alam semesta adalah manifestasi dari Brahman. [Divine Discourse, 30-Jul-1996]

-BABA

Wednesday, July 29, 2015

Thought for the Day - 29th July 2015 (Wednesday)

In the world, you will easily see examples of how some families prospered because of unity and others suffered because of divisions within the family. Today the Universe desperately needs unity. It is through faith in God that unity can be promoted. Look at the diversity of people in the halls of Puttaparthi! People come from different creeds, nationalities and culture, but all are united in their common allegiance to Bhagawan. By this single feeling of faith in the Divine, unity is achieved. All of you are embodiments of the Divine. You are embodiments of love and peace, of Divinity; develop this strong conviction. With the power of the Divine to nurture you there is nothing you cannot accomplish. Karna and Ravana are examples of powerful men who were destroyed because they did not have the power of the Divine. The Pandavas were saved because of their faith in the Divine and their unity.


Di dunia ini engkau dengan mudah melihat bagaimana beberapa keluarga menjadi makmur karena adanya kesatuan sedangkan keluarga yang lainnya menderita karena adanya perpecahan di dalam keluarga. Hari ini alam semesta dengan mati-matian memerlukan adanya kesatuan. Dengan keyakinan kepada Tuhan maka kesatuan dapat ditingkatkan. Lihatlah keanekaragaman dari orang-orang yang ada di dalam hall Puttaparthi! Mereka datang dari keyakinan, bangsa, dan kebudayaan yang berbeda, namun semuanya menyatu dalam kesetiaan mereka bersama Bhagawan. Dengan perasaan satu keyakinan pada Tuhan, kesatuan akan dapat diraih. Semua dari kalian adalah perwujudan Tuhan. Engkau adalah perwujudan cinta-kasih dan kedamaian dari keilahian; kembangkanlah keyakinan yang kuat ini. Dengan kekuatan dari Tuhan dalam memelihara engkau, maka tidak ada yang tidak bisa dicapai. Karna dan Rahwana adalah contoh dari manusia yang hebat yang dapat dihancurkan oleh karena mereka tidak memiliki kekuatan dari Tuhan. Para Pandawa diselamatkan karena keyakinan mereka kepada Tuhan dan kesatuan yang mereka miliki. (Divine Discourse, 1 Jan 1996)

-BABA

Tuesday, July 28, 2015

Thought for the Day - 28th July 2015 (Tuesday)

Turn the love that arises in you towards God. Dedicate your body to the Divine. This is the true mark of devotion. There are three constituents in every human being: the mind, the power of speech and the body. These three are called Trikaranas - the three active agents. It is when all three are used for sacred purposes, your life is sanctified. All need devotion. Every person must cultivate this spirit, irrespective of one’s beliefs. It is only spirituality that can purify the heart and mind of human beings. The second requirement is morality. Morality helps to purify speech (Vaak). The third is called Dharmikam. All righteous deeds done by the body or hands sanctify you. It is through spirituality, morality and righteousness that the three instruments get purified. Only the one who has achieved this triple purity can realise the Divine. If any of these instruments are impure, you will not be able to realise the Divine.



Arahkan cinta kasih yang muncul dari dalam dirimu kepada Tuhan. Persembahkan ragamu kepada Tuhan. Inilah tanda yang sesungguhnya dari pendidikan. Ada tiga unsur pokok di dalam diri setiap manusia: Pikiran, kemampuan berbicara dan badan fisik. Ketiga unsur pokok ini disebut dengan Trikarana – tiga alat penting yang aktif. Ketika semua ketiga bagian penting ini digunakan untuk tujuan yang suci maka hidupmu akan dimuliakan. Semuanya memerlukan bhakti. Setiap orang harus meningkatkan semangat ini, tanpa tergantung dengan keyakinan seseorang. Hanya dengan spiritual yang dapat menyucikan dan memurnikan hati dan pikiran manusia. Persyaratan yang kedua adalah moralitas. Moralitas membantu dalam menyucikan perkataan (Vaak). Yang ketiga disebut dengan Dharmikam. Semua perbuatan baik dilakukan dengan bantuan badan atau tangan yang mana dapat menyucikanmu. Melalui spiritual, moralitas, dan kebajikan maka ketiga alat yang penting ini bisa disucikan. Hanya seseorang yang telah mendapatkan kesucian dalam ketiganya akan dapat menyadari Tuhan. Jika ada salah satu dari ketiga alat penting yang tidak suci maka engkau tidak akan mampu menyadari Tuhan. (Divine Discourse, Jan 1, 1996)

-BABA

Monday, July 27, 2015

Thought for the Day - 27th July 2015 (Monday)

The Lord's abode is described in various ways as Vaikuntha, Kailasa, etc. All these are fanciful names. Which is the abode of God? The Lord told Sage Narada: "I reside wherever My devotees sing My glories." The Lord dwells in the hearts of devotees; this is His main address. All other places are ‘branch offices!’ Any message addressed to the Divine as Indweller in your heart is bound to reach God. What is meant by Ekadashi? It should not be regarded as some special place or time. The form of Ekadasa Rudra is made up of the five organs of perception, the five organs of action and the mind. Rudra is a resident of the human body, which is full of numerous divine potencies. Remind yourself, today and every day that these special potencies, including the Divine Himself dwell deep within your heart.


Tempat kediaman Tuhan dijelaskan dengan berbagai nama seperti Waikuntha, Kailasa, dsb. Semua nama itu adalah khayalan saja. Dimanakah tempat tinggal Tuhan? Tuhan bersabda kepada Narada: "Aku bersemayam dimanapun bhakta-Ku melantunkan kemuliaan-Ku." Tuhan bersemayam di dalam hati bhakta-Nya; ini adalah alamat-Nya yang utama. Semua tempat yang lainnya adalah ‘kantor cabang!’ Berbagai jenis doa yang dikumandangkan kepada Tuhan sebagai penghuni di dalam hatimu adalah pastinya akan mencapai Tuhan. Apakah makna dari Ekadashi? Hal ini tidak boleh dianggap sebagai tempat atau waktu yang spesial. Bentuk dari Ekadasa Rudra dibuat oleh lima organ persepsi, lima organ tindakan dan pikiran. Rudra adalah penghuni dari tubuh manusia yang sepenuhnya diliputi oleh banyak potensi keillahian. Ingatkan dirimu hari ini dan setiap harinya bahwa potensi yang spesial ini termasuk Tuhan sendiri bersemayam di dalam relung hatimu. (Divine Discourse, 1 Jan 1996)

-BABA

Sunday, July 26, 2015

Thought for the Day - 26th July 2015 (Sunday)

There are no limitations of time or space for the establishment of oneself in the contemplation of the Omnipresent Lord. There is nothing like a holy place or a special time. Wherever the mind revels in contemplation of the Divine, that place is holy! Whenever it does so, that moment becomes the auspicious moment! Ancient sages and scriptures also revealed to us that for meditation on God, there is no fixed time or place. Hence anytime and anywhere your mind desires, meditate on the Lord! The world can achieve prosperity only through disciplined souls whose hearts are pure; they represent the salt of the earth. In an attempt to promote the welfare of the world, from this very minute, everyone should pray for the advent of the noble and holy, and try to deserve the blessings of the great. Every day you retire, recall these thoughts, and try to forget the sufferings of the day.


Tidak ada batasan waktu atau ruang bagi seseorang untuk menghubungkan dirinya dengan Tuhan yang Maha Ada. Tidak ada yang namanya tempat suci atau tempat yang spesial. Dimanapun pikiran suka dalam merenungkan Tuhan maka tempat itu adalah tempat suci! Kapanpun waktu yang digunakan untuk merenungkan Tuhan maka waktu itu menjadi suci! Para orang suci zaman dahulu dan naskah-naskah suci juga telah mengungkapkan kepada kita bahwa untuk melakukan meditasi kepada Tuhan, tidak ada tempat dan waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, kapanpun dan dimanapun juga pikiranmu menginginkannya maka renungkanlah Tuhan! Dunia dapat mencapai kesejahteraan hanya melalui jiwa-jiwa yang disiplin dengan hati yang suci; mereka menggambarkan orang-orang yang sangat baik sekali. Dalam usaha untuk mengembangkan kesejahteraan dunia, mulai setiap menit, setiap orang harus berdoa untuk kedatangan mereka yang mulia dan suci dan mencoba untuk mendapatkan rahmat dari mereka. Setiap hari engkau pergi tidur, ingatlah kembali pikiran-pikiran ini dan cobalah untuk melupakan penderitaan pada hari itu. (Prema Vahini, Ch 73)

-BABA

Saturday, July 25, 2015

Thought for the Day - 25th July 2015 (Saturday)

Though your body may be inactive, your mind will be very busy, committing acts on its own. People with such minds fall prey to fate or karmic consequences easily! When one has the mind fixed on contemplation of God and the pursuit of truth, though the body and senses do acts that are of service to the world, they won’t be affected by karma; though they do actions, they are free from the fruits of the action. This is the lesson from Bhagavad Gita. The heart of the person who doesn’t strive to cultivate the mind with holy thoughts is definitely the paradise of evil and wickedness. Bear this in your mind: Until you see Divinity in everyone and everywhere, continue to meditate and repeat the Lord’s name. Also, devote your time to the service of the world, regardless of the fruits thereof. Carry on this until your mind is free from the waves of feelings and is full of Divinity. Then you will become blessed.


Walaupun badanmu mungkin diam, tapi pikiranmu akan menjadi sangat sibuk sekali dengan melakukan kegiatannya sendiri. Orang-orang dengan pikiran yang seperti ini akan jatuh menjadi mangsa dari nasib atau akibat karma dengan mudah! Ketika seseorang memiliki pikiran yang telah terpusat kepada Tuhan dan mengejar kebenaran, meskipun badan dan indrianya melakukan tindakan untuk melayani dunia, semuanya itu tidak akan terpengaruh oleh karma; meskipun mereka melakukan tindakan, mereka bebas dari hasil dari tindakan. Ini adalah pelajaran dari Bhagavad Gita. Hati dari seseorang yang tidak berusaha untuk meningkatkan pikiran dengan gagasan yang suci pastinya adalah surga bagi kejahatan. Bawalah ini di dalam pikiranmu: Sampai engkau melihat Tuhan di dalam diri setiap orang dan di setiap tempat, lanjutkanlah untuk meditasi dan mengulang-ulang nama Tuhan. Dan juga, dedikasikan waktumu untuk melayani dunia, tanpa memperdulikan hasilnya. Lanjutkanlah hal ini sampai pikiranmu bebas dari gelombang perasaan dan penuh dengan keillahian. Kemudian engkau akan menjadi diberkati. (Prema Vahini, Ch 72)

-BABA

Friday, July 24, 2015

Thought for the Day - 24th July 2015 (Friday)

Embodiments of Love! The hard-working farmer has no fear of starvation. The one who chants the name of God has no fear of worldly worries. The man of few words will be free from enmity. Through excessive talk people fall prey to quarrels. Hence everyone should cultivate moderation in speech. Restraint in speech is conducive to friendly feelings. The one who is careful in his behaviour, doing all actions after due deliberation, will have no fear of danger. All these precepts are related to education. True education consists in knowing how to lead a peaceful life. This is the mark of every educated person. In addition to furthering your career, you should aspire for world peace, for all of you are part of the world community. Your well-being is intimately tied to that of the world. Hence you should give up all narrow feelings and acquire the feeling of unity with everyone and fellowship with the Divine.


Perwujudan cinta kasih! Petani yang bekerja keras tidak memiliki ketakutan akan kelaparan. Seseorang yang melantunkan nama Tuhan tidak takut akan kecemasan duniawi. Mereka yang berbicara sedikit akan bebas dari rasa permusuhan. Dengan berbicara terlalu banyak maka manusia jatuh dan menjadi mangsa dalam pertengkaran. Oleh karena itu, setiap orang seharusnya membatasi diri dalam berbicara. Pengendalian dalam berbicara akan menghasilkan perasaan yang penuh dengan persahabatan. Seseorang yang berhati-hati dalam tingkah lakunya, melakukan semua tindakan dengan pertimbangan yang mendalam, maka tidak akan memiliki rasa takut akan bahaya. Semua ajaran ini adalah terkait dengan pendidikan. Pendidikan yang sejati terdiri dari mengetahui bagaimana menjalani hidup yang penuh kedamaian. Ini adalah tanda dari setiap orang yang terpelajar. Selain untuk memajukan karirmu, engkau harus mendambakan kedamaian dunia, karena engkau semuanya adalah bagian dari masyarakat dunia. Kesejahteraanmu adalah sangat erat kaitannya dengan keadaan dunia. Oleh karena itu engkau harus membuang semua perasaan sempit dan meraih kesatuan dengan setiap orang dan persekutuan dengan Tuhan. (Divine Discourse, 14 Jan 1996)

-BABA

Thought for the Day - 23rd July 2015 (Thursday)


People say that service to humanity (manava seva) is service to God (Madhava seva). That is true. But although the service of humanity is holy, unless it is merged in the bigger ideal, people won’t benefit, however huge the service. Mere repetition of the slogan is useless if service is done without faith in the divinity of people and with an eye on name and fame and the fruits of one’s action. Whatever actions one undertakes, if one constantly has as companion the contemplation of the Lord, and faith in the essential divinity of people, then the statement about service to humanity and service to God being the same is justified. Without thoughts of God (Madhava), how can service to God originate? Instead, whatever is done with the Lord in mind, along the path of truth and according to aspects of dharma, has to be considered as selfless service (seva) to the Lord.


Orang-orang mengatakan bahwa pelayanan kepada manusia (manava seva) adalah pelayanan kepada Tuhan (Madhava seva). Itu adalah benar. Namun walaupun pelayanan kepada manusia adalah suci, kecuali jika pelayanan ini menyatu dengan idealisme yang lebih besar, maka mereka tidak akan mendapatkan keuntungan seberapa besarpun pelayanan yang dilakukan. Hanya mengulang-ulang slogan, tidak ada gunanya. Demikian juga jika pelayanan yang dilakukan tanpa adanya keyakinan bahwa Tuhan bersemayam dalam diri setiap orang dan dengan pandangan yang mengarah pada nama dan ketenaran dan juga hasil dari tindakan, maka tidak ada gunanya. Apapun tindakan yang dilakukan, jika ia secara tanpa henti memiliki pandangan yang terpusat pada Tuhan dan yakin pada keilahian yang menjadi sifat dasar dalam diri manusia, maka pernyataan tentang pelayanan kepada manusia adalah sama dengan pelayanan kepada Tuhan adalah sama, dapat dibenarkan. Tanpa memikirkan tentang Tuhan (Madhava), bagaimana pelayanan kepada Tuhan dapat terwujud? Sebaliknya, apapun yang dilakukan dengan bersama Tuhan di dalam pikiran, sepanjang jalan kebenaran dan sesuai dengan aspek kebajikan, maka layak untuk disebut sebagai pelayanan yang tulus (seva) kepada Tuhan. (Prema Vahini, Ch 71)
-BABA

Wednesday, July 22, 2015

Thought for the Day - 22nd July 2015 (Wednesday)

When the Lord’s will, the needs of spiritual seekers, and the teachings of great persons produce their combined effect, the happiness of the world will be assured and undiminished. If all humanity prays together with unity for unrest, injustice, disorder, and falsehood to be transformed into peace, truth, love, and mutual service, things will certainly become better. Worrying is fruitless. There is no other way out. This is no occasion for despair. It is against the essential nature of people to plead weakness and want of strength. Therefore, giving up the search for other means, people must try prayer, service to others, and mutual love and respect. They should delay no longer; they will soon acquire contentment and joy.


Ketika kehendak Tuhan, kebutuhan dari para pencari spiritual, dan ajaran-ajaran dari orang-orang yang mulia menghasilkan dampak gabungan dari semuanya yaitu terjaminnya dan tidak berkurangnya kebahagiaan dunia. Jika semua umat manusia berdoa bersama-sama dengan kesatuan untuk merubah ketidaktentraman, ketidakadilan, kekacauan, dan kebohongan menjadi kedamaian, kebenaran, cinta kasih, dan saling melayani, maka segala sesuatu pastinya akan menjadi lebih baik. Menjadi cemas adalah tidak ada gunanya. Tidak ada jalan keluar lainnya lagi. Tidak ada kesempatan untuk putus asa. Sifat putus asa adalah bertentangan dengan sifat dasar dari manusia dengan mengakui kelemahan dan menginginkan kekuatan. Maka dari itu, berhentilah mencari cara yang lainnya dan manusia harus mencoba berdoa, melayani yang lainnya dan saling menyayangi dan menghormati satu dengan yang lainnya. Mereka seharusnya tidak menunggu lama lagi; mereka segera akan mendapatkan kepuasan dan suka cita. (Prema Vahini, Ch 70)

-BABA

Tuesday, July 21, 2015

Thought for the Day - 21st July 2015 (Tuesday)

The road laid out by holy people has to be repaired now and then, either by those who travel through it or by those who claim authority over it. That is what is called ‘teaching (bodha)’. It is for the sake of such repairs that the Lord occasionally sends some authorised individuals, sages, and divine people. Through their good teachings, the path opened by the God-people of the past is again made clear and smooth. But how is one to know the consequence of the soul’s yearning for the Lord’s Advent? Since this can’t be known, one has to pray until the world is established in happiness. The happiness of the world is the sign of His arrival; if this is understood, then it is easy to recognise the Avatar immediately. It is then that the religion of truth (sathya), of compassion (daya), of spiritual wisdom (jnana) and of love (prema) will grow and prosper. So until these are firmly rooted, people must continue their prayers. That is the responsibility of the people.


Jalan yang dibentangkan oleh para guru suci kadang-kadang harus diperbaiki, oleh mereka yang melalui jalan itu dan juga mereka yang mengklaim otoritas atas jalan itu. Inilah yang disebut dengan ‘ajaran (bodha)’. Untuk kepentingan perbaikan jalan itu maka Tuhan sering mengutus beberapa individu yang layak seperti orang-orang suci dan orang waskita. Melalui ajaran baik mereka maka jalan yang telah dibentangkan oleh para guru-guru suci pada jaman dahulu telah dibersihkan dan diperhalus kembali. Namun bagaimana seseorang mengetahui pengaruh dari kerinduan jiwa untuk kedatangan Tuhan? Karena hal ini tidak bisa diketahui, seseorang harus berdoa sampai dunia dalam keadaan bahagia. Kebahagiaan dari dunia adalah tanda dari kedatangan-Nya; jika hal ini dapat dipahami, maka akan sangat mudah untuk mengetahui Avatara dengan segera. Dengan demikian agama kebenaran (sathya), welas asih (daya), kebijaksanaan spiritual (jnana) dan cinta kasih (prema) akan tumbuh dan berkembang. Jadi sampai semuanya ini benar-benar berakar dengan kuat, maka manusia harus melanjutkan doa mereka karena ini adalah tanggung jawab manusia. (Prema Vahini, Ch 70)

-BABA

Monday, July 20, 2015

Thought for the Day - 20th July 2015 (Monday)

People are engaged in exploring space but do not make the slightest effort to explore the Divine within. Of what use are experiments in space when there is no genuine cultivation of human qualities and the practice of basic virtues such as acting in reverence with the mother, the father and the preceptor? People today are living in human form but are filled with beastly qualities! Scriptures declare that people can attain immortality only by renunciation (tyaga) and not through actions, wealth or progeny. What must be renounced? Renounce your bad qualities. To manifest your inherent divine nature, cultivate love for God and fear of sin and adherence to right conduct (sangha niti). When you fear sin and love God, you cannot indulge in immoral acts, automatically ensuring morality in society. God can be known only by experience and not by experiments. Hence follow your chosen spiritual practices diligently and sincerely.


Manusia sekarang melakukan penjelajahan ke luar angkasa namun tidak melakukan usaha sedikitpun untuk menyelidiki Tuhan yang ada di dalam dirinya. Apakah gunanya pengalaman di luar angkasa ketika tidak adanya peningkatan yang berarti dalam kualitas nilai-nilai kemanusiaan dan menjalankan dasar dari kebajikan seperti menghormati ibu, ayah, dan guru? Manusia saat sekarang hidup dalam wujud manusia namun dipenuhi dengan sifat-sifat seperti binatang! Naskah-naskah suci menyatakan bahwa manusia dapat mencapai keabadian hanya dengan pelepasan (tyaga) dan bukan dengan tindakan, kekayaan, atau keturunan. Apa yang harus dilepaskan? Lepaskanlah sifat-sifat burukmu. Untuk mewujudkan sifat keillahianmu, maka tingkatkanlah cinta kasih kepada Tuhan dan takutlah berbuat dosa dan menjunjung tinggi kebajikan (sangha niti). Ketika engkau takut pada dosa dan mencintai Tuhan, engkau tidak akan bisa terlibat dalam tindakan yang tidak bermoral, hal ini secara otomatis menjamin adanya moralitas di dalam masyarakat. Tuhan hanya dapat diketahui melalui pengalaman dan bukan dengan percobaan. Oleh karena itu ikutilah latihan spiritual yang telah engkau pilih dengan rajin dan tulus. (Divine Discourse, 5 June 1994)

-BABA

Sunday, July 19, 2015

Thought for the Day - 19th July 2015 (Sunday)

When people need any convenience or assistance, they approach those in authority and convey their request. So also, in the internal state, when there is no possibility of achieving and acquiring devotion, charity, peace, and truth by normal people, the great and noble, who desire to achieve these, pray to the Lord within themselves. Listening to these prayers, He Himself comes into the world and showers His grace on all people. As an example, Lord Rama and Lord Krishna incarnated answering the prayers of the sages. Similarly Saint Ramakrishna prayed to Goddess Kali to incarnate and establish righteousness (dharma) that would uproot injustice and selfishness. Thus prayers should be offered again and again for the realisation of this noble purpose. No one should become desperate and give up prayers if they don’t result immediately in the advent of the Lord. Since the ancient times, remember that the Lord has always responded to holy and sincere prayers with His Advent.


Ketika orang-orang membutuhkan kenyamanan atau bantuan, mereka mendekati yang berwenang atau berkuasa dan menyampaikan permintaan mereka. Begitu juga, dengan keadaan di dalam diri kita, ketika tidak ada kemungkinan untuk bisa mendapatkan dan memperoleh bhakti, kebaikan hati, kedamaian, dan kebenaran oleh manusia biasa maka orang-orang yang agung dan mulia yang menginginkan untuk bisa mendapatkan semuanya ini akan berdoa kepada Tuhan yang bersemayam di dalam diri mereka. Mendengarkan doa mereka, Tuhan sendiri datang ke dunia ini dan melimpahkan rahmat-Nya kepada semua orang. Sebagai contohnya adalah Sri Rama dan Sri Krishna yang mengambil wujud sebagai manusia untuk menjawab doa dari para guru-guru suci. Sama halnya dengan guru suci Ramakrishna yang berdoa kehadapan Ibu Dewi Kali untuk datang ke dunia dan menegakkan kembali kebajikan (dharma) yang  menumbangkan pohon ketidakadilan dan egoisme. Jadi doa harus dilantunkan berulang kali untuk mewujudkan tujuan yang mulia ini. Tidak ada seorangpun yang menjadi putus asa dan menyerah dalam berdoa jika doa mereka tidak menghasilkan dengan segera kehadiran Tuhan. Sejak jaman dahulu, ingatlah bahwa Tuhan selalu menjawab doa-doa yang suci dan tulus dengan kedatangan-Nya. (Prema Vahini, Ch 70)

-BABA

Saturday, July 18, 2015

Thought for the Day - 18th July 2015 (Saturday)

It is meaningless to be born as a human being and lead an animal existence. Everyone should live up to the motto - ‘Help ever - hurt never.’ Every educated person should engage oneself in selfless service to the society, with humility and a pure heart. All academic distinctions or even observance of spiritual practices are of little use if there is no love in the heart. The heart is called “Hridaya” in Sanskrit. This term is made up of the two words, ‘Hri’ and ‘Daya’ (compassion). The Lord is described as Hridyavasi (the Indweller in the heart). Love and Compassion are inherent in every person. Every being must share their love with others selflessly. Failure to share one's love is gross ingratitude to society, to which one owes everything. One should give one's love freely to others and receive love in return. This is the deep significance of human life.


Tidak ada artinya terlahir sebagai manusia dan menjalani kehidupan sebagai binatang. Setiap orang seharusnya hidup dengan semboyan - ‘Selalu menolong – tidak pernah menyakiti.’ Setiap orang yang terpelajar seharusnya melibatkan dirinya di dalam pelayanan tanpa pamrih kepada masyarakat, dengan kerendahan dan kesucian hati. Semua perbedaan akademis atau bahkan ketaatan dalam latihan spiritual tidak banyak manfaatnya jika tidak ada cinta kasih di dalam hati. Hati disebut dengan 'Hridaya' dalam bahasa sansekerta. Istilah ini disusun oleh dua kata yaitu, ‘Hri’ dan ‘Daya’ (welas asih). Tuhan disebut dengan nama Hridyavasi (yang bersemayam di dalam hati). Cinta kasih dan welas asih menjadi sifat dari setiap orang. Setiap makhluk hidup harus membagi cinta kasihnya dengan yang lainnya secara tulus. Ketidakmampuan dalam membagi cinta kasih yang dimilikinya adalah bentuk dari rasa tidak tahu terima kasih yang besar kepada masyarakat, yang mana seseorang sangat berhutang kepadanya. Seseorang seharusnya memberikan cinta kasihnya dengan gratis kepada yang lainnya dan menerima cinta kasih sebagai balasannya. Ini adalah makna yang mendalam dari kehidupan manusia. (Divine Discourse, 5 Jun 1994)

-BABA