Friday, February 28, 2014

Thought for the Day - 28th February 2014 (Friday)

The chief objective of all Sadhana (spiritual striving) is to eliminate the mind, to become A-manaska. Then illusion will disappear and Reality will be revealed. During the dark fortnight of the month, Sadhana must be done to eliminate a fraction of the mind each day; for, every day, a fraction of the Moon is shrinking. On Chathurdasi (the 14th night), the night of Shiva, only a fraction of the moon remains. If some special effort is made that night, through more intensive and vigilant Sadhana, like puja, japam, dhyana (ritual worship & meditation), success is ensured. Hence, Shiva must be meditated upon that night, every month, without the mind straying towards thoughts of sleep or food. Once a year, on Mahashivaratri, a special spurt of spiritual activity is recommended, so that the Shavam (corpse) can become Shivam (God), through perpetual awareness of its Divine Indweller. Dedicate the vigil of this Shivaratri night to the Shiva present within each one of you.

Tujuan utama dari semua Sadhana (spiritual) adalah untuk menghilangkan pikiran, menjadi A-manaska. Kemudian ilusi akan hilang dan Realitas akan terungkap. Selama dua minggu bulan gelap, Sadhana harus dilakukan untuk menghilangkan sebagian kecil dari pikiran setiap hari; karena setiap hari, sebagian kecil dari Bulan mengecil. Pada Chathurdasi (malam ke-14), malam Shiva, hanya sebagian kecil dari bulan yang masih ada. Jika beberapa upaya khusus dibuat pada malam itu, melalui Sadhana yang lebih intensif, seperti puja, japam, dhyana (ritual persembahyangan & meditasi), maka pasti akan menemui keberhasilan. Oleh karena itu, Shiva harus direnungkan malam itu, setiap bulan, tanpa memikirkan tidur atau makanan. Sekali setahun, pada Mahashivaratri, dianjurkan untuk melakukan kegiatan secara khusus, sehingga Shavam (mayat) bisa menjadi Shivam (Tuhan), melalui kesadaran yang terus-menerus pada Divine/Tuhan. Engkau hendaknya merayakan Shivaratri malam ini, dalam kehadiran Shiva. (Divine Discourse, Shivarathri, 1969).

-BABA

Thursday, February 27, 2014

Thought for the Day - 27th February 2014 (Thursday)


Meditation is a process that takes place beyond the senses. Consider a rose plant with branches, leaves, flowers and thorns. Locating a rose plant with a flower in a garden requires concentration. Once we have concentrated and identified the flower, the next stage is to pluck it without the thorns. Love is the flower, lust is the thorn. We have to carefully pluck the flower, without the thorn. This is contemplation. Having plucked the flower, what do we do with it? We must offer it to the Lord. Thus, meditation means offering the flower of love to the Divine. In the rose plant of our body, there is the rose of pure and sacred love, emitting the fragrance of good qualities. Below the rose, however, there are thorns in the form of sensual desires. The purpose of this life and meditation is to separate the rose of selfless Love from the senses and offer it to the Lord.
Meditasi adalah proses yang terjadi melampaui panca indera. Pikirkanlah tanaman mawar dengan cabang-cabang, daun, bunga, dan duri-nya. Menemukan tanaman mawar dengan bunga-nya di taman membutuhkan suatu konsentrasi. Setelah kita berkonsentrasi dan mengidentifikasi bunga mawar tersebut, tahap berikutnya adalah memetik bunga tersebut tanpa duri. Cinta-kasih dapat diibaratkan seperti bunga mawar tersebut, hawa nafsu adalah duri-nya. Kita harus berhati-hati memetik bunga mawar tersebut, tanpa duri. Inilah kontemplasi. Setelah memetik bunga mawar tersebut, apa yang kita lakukan dengan bunga itu? Kita harus mempersembahkannya kepada Tuhan. Dengan demikian, meditasi berarti mempersembahkan bunga cinta-kasih kepada Tuhan. Pada tanaman mawar dari badan jasmani kita, ada mawar cinta-kasih yang murni dan suci, memancarkan aroma kualitas yang baik. Di bawah bunga mawar, rupanya ada duri dalam bentuk keinginan sensual. Tujuan hidup ini dan tujuan dari meditasi adalah untuk memisahkan mawar cinta-kasih tanpa pamrih dari indera dan mempersembahkannya kepada Tuhan (Divine Discourse, ‘My Dear Students’, Vol 2, Ch 5, Mar 11 1984.)
-BABA

Wednesday, February 26, 2014

Thought for the Day - 26th February 2014 (Wednesday)


Bear in mind the company you keep. The great saint-poet Kabir once said, “I salute the bad and also the good”. Kabir was asked, “We understand you offering salutations to the good, but why do you salute the bad?” He responded, “When I salute the bad, I am doing this with a prayer to remove themselves from my presence; I am saluting the good, requesting their presence before me.” This is a profound statement. You must avoid bad company and cultivate the company of good. When you join with good people, you will be happy and you will confer happiness upon others. Strive to get rid of all your bad thoughts. Give up all your negative traits. Discharge your obligations to your parents. Render selfless service to the community. Redeem your lives by earning the Grace of the Lord. This is My blessing to all of you.
Jagalah senantiasa pergaulanmu. Suatu ketika, Kabir, seorang penyair suci pernah berkata, "Saya menghormati yang buruk dan juga yang baik". Kabir ditanya, "Kami memahami engkau menghormati yang baik, tetapi mengapa engkau menghormati yang buruk?" Dia menjawab, "Ketika saya hormat pada yang buruk, saya melakukan ini dengan doa untuk menghilangkan mereka (yang buruk) pada diri saya, dan saya hormat pada yang baik, meminta kehadiran mereka (yang baik) di depan saya." Inilah pernyataan yang mendalam. Engkau harus menghindari pergaulan dengan orang-orang yang buruk dan mengembangkan pergaulan dengan orang-orang yang baik. Ketika engkau bergabung dengan orang-orang yang baik, engkau akan senang dan engkau akan memberi kebahagiaan pada orang lain. Engkau hendaknya berupaya untuk menyingkirkan semua pikiran-pikiran yang buruk pada dirimu. Tinggalkanlah semua sifat-sifat negatif-mu. Lakukanlah kewajibanmu kepada orang tuamu. Berikanlah pelayanan tanpa pamrih kepada masyarakat. Gunakan hidupmu dengan mendapatkan karunia dari Tuhan. Inilah berkat-Ku kepada kalian semua.  (Divine Discourse, ‘My Dear Students’, Vol 2, Ch 3, Dec 29, 1985.)
-BABA

Tuesday, February 25, 2014

Thought for the Day - 25th February 2014 (Tuesday)


The path to God is difficult, but you can win. Let God do whatever He wants. Surrender to Him and say, “I brought nothing with me! Whatever You have given me, I offer it back to You.” You may think your parents gave you the body. Who put life into your body? Who makes your heart tick incessantly? You may feed the body with tasty food but who digests all the food you eat? Who is the driving force behind the circulation of blood? God Himself regulates every single act within every living being. The eye that is not even an inch long can clearly perceive the stars, far away in the sky. Who gave this little eye, this big strength and power? God alone has conferred and is conferring everything upon you. With your little ego, you are confused that you are the doer. This is the greatest ignorance. Whatever He gives, accept it, it is for your highest good.

Jalan menuju Tuhan adalah sulit, tetapi engkau bisa memenangkannya. Biarkan Tuhan melakukan apa yang Beliau inginkan. Berpasrahlah kepada-Nya dan berkata, "Saya tidak membawa apa-apa! Apapun yang engkau berikan pada saya, saya mempersembahkannya kembali kepada-Mu." Engkau mungkin berpikir bahwa orang tuamu yang telah memberikan badan jasmani ini. Siapakah menempatkan kehidupan ke dalam badan jasmanimu? Siapa yang membuat jantungmu berdetak secara terus-menerus? Engkau memberi makan pada badanmu dengan makanan lezat tetapi siapakah yang mencerna semua makanan yang engkau makan? Siapakah sumber kekuatan pada peredaran darah? Tuhan sendiri mengatur setiap tindakan setiap makhluk hidup. Mata yang bahkan panjangnya tidak lebih dari satu inci, jelas dapat melihat bintang-bintang yang berada jauh di langit. Siapakah yang memberi mata kecil ini, daya dan kekuatan yang besar? Tuhan yang menganugerahkan semuanya itu kepadamu. Dengan perasaan ego, engkau menyatakan dirimu sebagai pelaku. Inilah kebodohan terbesar. Apapun yang Beliau berikan, terimalah itu sebagai yang terbaik bagimu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Ch 4, April 22, 2000.)
-BABA

Monday, February 24, 2014

Thought for the Day - 24th February 2014 (Monday)


At times, to get more protein and strength you may be recommended to consume animal foods like fish and poultry. Consuming non-vegetarian food is not required and you must avoid it. A healthy balanced diet of greens, milk, curds and grains will provide you with all required nourishment. There is a close relationship between your food, head and God. Animal foods will let you develop animal traits. Some may ask, do not plants have life and will they not suffer when we cut and cook them? All plants and vegetables have life, but lack the senses, just like a patient who is given anaesthesia during an operation lacks the awareness and pain of the doctor’s cuts and stitches. However animals have senses and when we cut them, they suffer intensely. To avoid bad thoughts, do not take excessive food, or that which is earned by unrighteous means, or non-vegetarian diet or food that is not offered to God.

Kadang-kadang, untuk mendapatkan lebih banyak protein dan kekuatan engkau mungkin disarankan untuk mengkonsumsi makanan hewani seperti ikan dan unggas. Mengkonsumsi makanan non-vegetarian tidak diperlukan dan engkau harus menghindarinya. Sebuah diet seimbang yang sehat dari sayuran, susu, dadih, dan biji-bijian akan memberikan engkau semua makanan yang diperlukan. Ada hubungan yang erat antara makanan yang engkau makan, kepala, dan Tuhan. Makanan hewani akan membiarkan engkau mengembangkan sifat-sifat hewani. Sebagian orang mungkin bertanya, apakah tanaman merupakan makhluk tak hidup dan tidak menderita ketika kita memotong dan memasaknya? Semua tanaman dan sayuran merupakan makhluk hidup, tetapi tidak memiliki indera, seperti pasien yang diberi anestesi selama operasi tidak memiliki kesadaran dan rasa sakit ketika dokter memotong dan menjahitnya. Namun binatang memiliki indera dan ketika kita memotong mereka, mereka sangat menderita. Untuk menghindari pikiran yang buruk, janganlah mengambil makanan yang berlebihan, atau yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, atau diet non-vegetarian atau makanan yang tidak dipersembahkan kepada Tuhan. (Divine Discourse, 'My Dear Students', Vol 2, Ch 2.)
-BABA

Sunday, February 23, 2014

Thought for the Day - 23rd February 2014 (Sunday)

Undertake any work and perform it such that there is no untruth, unfairness or evil motive in the way you execute it. See to it that the work you do, not only enables you to earn a living, but also benefits the nation and the community you live in. Everyone must observe this purity in their lives. If you thus engage yourselves in right action, you will not be bound by the consequences of action (Karma). You are who you are, based on the past Karmas. Through your present actions you can ensure freedom from birth. Through love, develop faith and earnestness. Through faith and earnestness, you acquire knowledge, and from knowledge you develop Sadhana (spiritual practices) through which you achieve your goal. Hence to strengthen your Sadhana, all these - wisdom, earnestness, faith and love - are quintessential. Love is the most powerful means to acquire control over your senses.

Engkau hendaknya melakukan pekerjaan dan melakukan hal sedemikian rupa sehingga tidak ada ketidakbenaran, ketidakadilan, atau motif jahat dalam cara engkau menjalankannya. Engkau hendaknya memastikan bahwa pekerjaan yang engkau lakukan, tidak hanya memungkinkan engkau untuk mencari nafkah, tetapi juga menguntungkan bangsa dan komunitas dimana engkau tinggal. Setiap orang harus memperhatikan kemurnian ini dalam hidup mereka. Jika engkau melibatkan diri dalam tindakan yang tepat, engkau tidak akan terikat oleh konsekuensi dari tindakan (Karma). Engkau adalah siapa dirimu, berdasarkan Karma masa lalu-mu. Melalui tindakanmu saat ini, engkau dapat memastikan engkau terbebas dari kelahiran kembali. Melalui cinta-kasih, akan mengembangkan keyakinan dan kesungguhan. Melalui keyakinan dan kesungguhan, engkau memperoleh pengetahuan, dan dari pengetahuan engkau mengembangkan Sadhana (praktek spiritual) melalui mana engkau mencapai tujuanmu. Oleh karena itu untuk memperkuat Sadhanamu, semua ini - kebijaksanaan, kesungguhan, keyakinan dan kasih - keempatnya sangat penting. Cinta-kasih adalah cara yang paling ampuh untuk mendapatkan kontrol atas indera-mu. (Divine Discourse, 'My Dear Students', Vol 2, Ch 3.)

-BABA

Saturday, February 22, 2014

Thought for the Day - 22nd February 2014 (Saturday)

Test is a taste of God. Unless you are tested, your determination will not become strong. Students often write three or four tests in a year. Why? Exams are not to trouble them, but to validate and strengthen their understanding of the subject. When they pass in flying colours, they are either promoted to higher classes or gain admission to very good Universities. God also does the same. Hence, welcome tests, not as a punishment, but as a protection. However hard they may be, you must clear it. Then you will definitely attain a higher state. God already knows who you are, but He may test you in order to set an ideal for others. What you see is one and what God sees is another. God tests you so all your sins and shortcomings are washed away. Just as gold is tested and attested for its purity, God’s tests are always for strengthening your courage, patience, determination and devotion.

Ujian adalah rasa Tuhan. Kalau engkau tidak diuji, tekadmu tidak akan menjadi kuat. Siswa sering mengambil tiga atau empat ujian dalam setahun. Mengapa? Ujian bukanlah ditujukan untuk menyusahkan mereka, tetapi untuk memvalidasi dan memperkuat pemahaman mereka tentang pelajaran. Ketika mereka lulus dengan nilai yang rendah, mereka pun tidak bisa dipromosikan ke kelas yang lebih tinggi atau masuk ke universitas yang sangat baik. Tuhan juga melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, sambutlah ujian, bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai sebuah perlindungan. Bagaimanapun kerasnya ujian yang mungkin engkau hadapi, engkau harus menghadapinya. Kemudian engkau pasti akan mencapai keadaan yang lebih tinggi. Tuhan sudah mengetahui siapa engkau, tetapi Beliau mungkin mengujimu dengan tujuan untuk menetapkan suatu ideal bagi orang lain. Apa yang engkau lihat adalah satu dan apa yang Tuhan lihat adalah hal yang lain. Tuhan mengujimu sehingga semua dosa-dosa dan kekuranganmu akan dicuci bersih. Sama seperti emas diuji dan dibuktikan untuk kemurniannya, ujian Tuhan selalu untuk memperkuat keberanian, kesabaran, tekad, dan pengabdianmu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Ch 4, April 22, 2000.)

-BABA

Friday, February 21, 2014

Thought for the Day - 21st February 2014 (Friday)

Lord Krishna’s friend Uddhava, was adept in the Path of Knowledge. He approached Krishna so that he can teach it to the cowherds. Krishna smiled and said, “Devotion and purity are fundamental to Gopikas – they are in Me, I am always enshrined in their hearts, you may not understand it!” Uddhava wasn’t convinced, so Lord Krishna sent him to Gokul. Uddhava said to them, “Let me teach you the path of wisdom to realize the Divine”. The Gopikas admonished Uddhava, “We don’t want to waste time on Yogas and Scriptures. Krishna is everything to us, give us one simple means.” Confused, Uddhava, now asked the Gopikas, “How would you become one with Krishna?” The innocent Gopikas responded, “If Krishna were a flower, I would be a bee whirling around Him. If Krishna were the mountain, I will become a river. If He is the deep ocean, I will be a small stream, joining Him”. Uddhava then understood that Gopikas always tuned themselves to adore the Lord, anywhere and everywhere.

Teman Sri Krishna Uddhava, adalah seseorang yang mahir di Jalan Pengetahuan. Dia mendekati Krishna sehingga ia dapat mengajarkannya kepada para bocah penggembala sapi. Sri Krishna tersenyum dan berkata, "Bhakti dan kemurnian merupakan dasar bagi para Gopika - mereka berada dalam Diri-Ku, Aku selalu diabadikan dalam hati mereka, engkau mungkin tidak memahaminya!" Uddhava tidak yakin, jadi Sri Krishna mengirimnya ke Gokul. Uddhava berkata kepada para Gopika, "Saya akan mengajari kalian jalan kebajikan untuk menyadari Tuhan". Para Gopika mengingatkan Uddhava, "Kami tidak ingin membuang-buang waktu pada Yoga dan Kitab Suci. Sri Krishna adalah segalanya bagi kita, berikan kita satu cara yang sederhana." Sekarang, Uddhava yang bingung dan bertanya pada para Gopika, "Bagaimana kalian menjadi satu dengan Sri Krishna?" Gopika menjawab, "Jika Sri Krishna adalah bunga, saya akan menjadi lebah yang berputar di sekeliling-Nya. Jika Sri Krishna adalah gunung, saya akan menjadi sungai. Jika Beliau adalah lautan yang dalam, saya akan menjadi sungai kecil, menyatu dengan-Nya ". Uddhava kemudian mengerti bahwa para Gopika selalu tertuju untuk memuja Tuhan, di mana saja dan di mana-mana. (Divine Discourse, 'My Dear Students', Vol 2, Ch 3.)

-BABA

Thursday, February 20, 2014

Thought for the Day - 20th February 2014 (Thursday)

Consider your physical body a chariot. Just as the horse is important for the chariot, your mind is the most important thing for your body. What is the point if the chariot is very tastefully decorated and the horse is starved? Today, many of you are caring so much for the body and entirely neglecting the mind. Many have a very good, soft bed and stay in air-conditioned rooms, yet their body feels the heat and the mind is suffering from restlessness, with no peace of mind. Why? You are caring so much for the body and neglecting the mind. Take good care of the mind. If you do so, even if you go to a forest, it will be for-rest! The most appropriate food for your mind are virtues, good feelings, good conduct and good thought. Feed the horse well, the chariot will run! So too, take good care of your mind, you will be happy and peaceful.

Engkau hendaknya menyadari bahwa badan jasmani-mu sebagai sebuah kereta. Sama halnya kuda sangat penting bagi kereta, pikiranmu adalah hal yang paling penting bagi badan jasmanimu. Apa gunanya jika kereta dihiasi sangat indah dan kuda itu kelaparan? Saat ini, banyak dari engkau yang sangat memperhatikan badan jasmani dan sepenuhnya mengabaikan pikiran. Banyak orang memiliki hal-hal yang baik, tempat tidur yang nyaman dan tinggal di kamar ber-AC, namun badan mereka terasa panas dan pikiran menderita kegelisahan, tidak ada ketenangan pikiran. Mengapa? Engkau sangat memperhatikan badan jasmani dan mengabaikan pikiran. Perhatikanlah pikiran dengan baik. Jika engkau melakukannya, bahkan jika engkau pergi ke hutan, itu for-rest ‘untuk ketenangan’! Makanan yang paling sesuai untuk pikiranmu adalah kebajikan, perasaan yang baik, perilaku yang baik dan pikiran yang baik. Jika kuda diberikan makanan yang baik, maka kereta akan berjalan! Demikian juga, jagalah pikiranmu dengan baik, maka engkau akan bahagia dan damai. (Divine Discourse, 'My Dear Students', Vol 2, Ch 2.)
-BABA

Wednesday, February 19, 2014

Thought for the Day - 19th February 2014 (Wednesday)

There was once an old woman in Paris. It was winter and December was around the corner. Many poor people were sleeping on the streets and shivering with cold. She went around the streets and covered them with a blanket. She completed the job without any fuss or noise. Over time, the people in the town came to know about it. They wondered why this humble old woman who was herself struggling to make her ends meet setting out to help others! When children used to ask her, “Grandma, why are you walking with your head down? You are a great person!” she would respond humbly, “God is giving us everything with many hands, and I am giving with a single hand. Is that not a shame for me?” Many great people world over, have placed before us the high ideals of charity.

Dahulu ada seorang wanita tua di Paris. Pada saat musim dingin di bulan Desember, banyak orang miskin yang tidur di jalan-jalan dan menggigil kedinginan. Wanita tua itu datang ke jalanan dan menutupi mereka dengan selimut. Dia menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang atau tanpa  keributan. Seiring berjalannya waktu, orang-orang di kota tersebut datang untuk mengetahui tentang hal itu. Mereka bertanya-tanya mengapa wanita tua yang rendah hati ini membantu orang lain! Ketika anak-anak diminta untuk menanyakan hal itu padanya, "Nenek, mengapa engkau berjalan dengan kepala menunduk? Engkau adalah orang yang hebat!" Nenek tersebut menjawab dengan rendah hati," Tuhan memberi kita segala sesuatu dengan banyak tangan, dan saya memberikan dengan satu tangan. Apakah itu tidak memalukan bagi saya?" Banyak orang-orang hebat di seluruh dunia, telah menjadi teladan bagi kita mengenai beramal yang ideal. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 4.)
-BABA

Tuesday, February 18, 2014

Thought for the Day - 18th February 2014 (Tuesday)

Many people try to do Hata Yoga or try to develop Kundalini Shakthi and so on. Some invoke evil spirits to harm others. These forms of spiritual practices are not Satwik. God is the Eternal Absolute (Sat) and the individual is Consciousness (Chit). When these two (Sat and Chit) merge, you have bliss (Ananda). Your spiritual practices must help you to realize this bliss (Sat-chit-ananda). Only such practices deem to be called Sadhana. Where is God (Sat)? God is present in everyone. So always be prepared to serve everyone, regarding them as Divine. Your spiritual practices (Sadhana) must help you cultivate the feeling of Universal Love and adoration for the Divine that embraces everyone. There is no higher spiritual practice than the cultivation of Love. Hence, intensify your spiritual practices in the spirit that the one God pervades the many forms in the Universe.

Banyak orang mencoba untuk melakukan Hata Yoga atau mencoba untuk mengembangkan Kundalini Shakthi dan sebagainya. Beberapa orang memanggil kekuatan jahat untuk menyakiti orang lain. Praktik spiritual seperti ini adalah tidak Satwik. Tuhan adalah kekal abadi (Sat) dan individu adalah Kesadaran (Chit). Ketika keduanya (Sat dan Chit) menyatu, engkau akan memperoleh kebahagiaan sejati (Ananda). Praktik spiritual yang engkau lakukan harus membantumu untuk mewujudkan kebahagiaan ini (Sat-chit-ananda). Hanya praktik spiritual seperti itu yang disebut sebagai Sadhana. Dimana Tuhan (Sat) itu berada? Tuhan ada dalam diri setiap orang. Jadi selalulah siap untuk melayani semua orang, anggaplah mereka sebagai (perwujudan) Tuhan. Praktik spiritualmu (Sadhana) harus membantumu menumbuhkan perasaan cinta kasih universal dan pemujaan untuk Tuhan yang merangkul semua orang. Tidak ada praktek spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan mengembangkan Kasih. Oleh karena itu, intensifkanlah praktik spiritualmu dalam spirit bahwa Tuhan-lah yang meliputi berbagai wujud di alam semesta. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 3)

-BABA

Monday, February 17, 2014

Thought for the Day - 17th February 2014 (Monday)

Always help the poor and those suffering and in distress. Once upon a time, in Tamil Nadu, lived a poet saint who squatted on the small veranda of his hut and chanted beautiful songs to the Lord. One day, it was raining heavily. Another man came and asked him if he could also take shelter there. The devotee said, “There was place just enough for me to stretch out, but now that you are here we will both sit erect.” Later, another man came and asked for shelter. The devotee again agreed, saying “There was place for the two of us to sit. Now that you also have come, let us all stand.” He thus taught the principle of helping everyone and not sending anyone away who needed help, even when the means are limited. Cultivate this attitude of sharing with others any good thing you have. Thus you can practice daily, the great principle of finding God in every being.

Engkau hendaknya selalu membantu kaum miskin dan mereka yang menderita dalam kesulitan. Pada suatu hari, di Tamil Nadu, hiduplah orang suci (penyair), ia duduk di beranda kecil gubuknya dan menyanyikan lagu-lagu indah untuk Tuhan. Suatu hari, hujan deras, seorang pria lain datang dan bertanya apakah dia bisa berteduh di sana. Bhakta tersebut berkata, "Ada cukup tempat bagi saya untuk berbaring, tetapi sekarang engkau ada di sini, kita akan sama-sama duduk tegak." Kemudian, seorang pria lain datang dan meminta perlindungan. Bhakta tersebut sekali lagi menyetujuinya, dan berkata, "Ada tempat bagi kami berdua untuk duduk, sekarang engkau telah datang, marilah kita semua berdiri. "Demikianlah dia mengajarkan prinsip membantu semua orang dan tidak meninggalkan mereka yang membutuhkan bantuan, bahkan ketika sarana terbatas. Kembangkanlah sikap ini, berbagi dengan orang lain setiap hal yang baik yang engkau miliki. Dengan demikian engkau bisa mempraktikkan setiap hari, prinsip besar untuk menemukan Tuhan dalam setiap makhluk. (Divine Discourse,“Summer Showers in Brindavan: 1972”, Ch 21)

-BABA

Sunday, February 16, 2014

Thought for the Day - 16th February 2014 (Sunday)

God dwells in each and every one of us. Do not criticise anybody. If you criticize someone, you will accumulate sin. Do not hate anyone. Never criticise anyone’s action or criticize them on the grounds of caste, race, gender, religion or community. There is only one caste, the caste of humanity. There is only one religion, the religion of love. There is only one language, the language of the heart. All of you must understand and internalize this. Become an ideal person from today. Develop faith in the ‘Brotherhood of Man and the Fatherhood of God’. Do not worry about the past, forget it. This will lead you to real bliss. Thus I bless you!
Tuhan bersemayam di dalam diri kita masing-masing. Janganlah mengeritik siapapun. Jika engkau mengeritik seseorang, engkau akan menumpuk dosa. Janganlah membenci siapapun. Jangan pernah mengeritik tindakan seseorang atau mengkritik mereka atas dasar kasta, ras, jenis kelamin, agama, atau masyarakat. Hanya ada satu kasta, kasta kemanusiaan. Hanya ada satu agama, agama cinta-kasih. Hanya ada satu bahasa, bahasa hati. Kalian semua harus memahami dan internalisasi ini. Dari saat ini, menjadilah orang yang ideal. Kembangkan keyakinan dalam 'Persaudaraan umat manusia dan Kebapaan Tuhan'. Janganlah khawatir tentang masa lalu, lupakan saja. Inilah yang akan membawamu pada kebahagiaan sejati. Dengan begitu, Aku memberkatimu! (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)
-BABA

Saturday, February 15, 2014

Thought for the Day - 15th February 2014 (Saturday)

Do not think that God is at some distant place. He is with you, nearer than your most beloved family. Develop good qualities. Be a part of the society by undertaking good activities. God (Bhagawan) does not expect anything from you, nor needs anything. All He cares for is your good reputation. The body is bound to perish. No one can escape death, even if they hide themselves in a forest. Do not worry about it. Develop good qualities more and more as they will remain with you and protect you always. Use your discrimination. Your discrimination should not be individual discrimination, but must be at the societal and universal level. Only then truth and right conduct will prevail. This should be the barometer for your conduct.
Jangan berpikir bahwa  Tuhan ada di tempat yang jauh. Beliau bersamamu, lebih dekat dari keluarga yang paling tercinta. Kembangkanlah sifat-sifat yang baik. Menjadilah bagian dari masyarakat dengan melakukan kegiatan yang baik. Tuhan (Bhagawan) tidak mengharapkan sesuatu, juga tidak membutuhkan sesuatu darimu. Beliau peduli pada kalian semua, karena reputasimu yang baik. Badan jasmani ini pada akhirnya akan mati. Tidak ada yang bisa lolos dari kematian, bahkan jika mereka menyembunyikan diri di hutan. Janganlah mencemaskan hal ini. Kembangkanlah sifat-sifat yang baik karena hanya inilah yang tetap bersamamu dan selalu melindungimu. Gunakanlah kemampuan diskriminasimu, bukan saja pada tingkat individual, tetapi harus pada tingkat sosial dan universal. Baru setelah itu kebenaran dan kebajikan akan menang. Ini hendaknya menjadi barometer bagi perilakumu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)
-BABA

Friday, February 14, 2014

Thought for the Day - 14th February 2014 (Friday)


Who is a bad person? Anyone who sees evil in good is bad. Stay away from them. If you join bad company, knowingly or unknowingly, you will lose good qualities. Many reaped poor fate due to bad company. Who is a good person? Anyone who sees good, even in a bad person, is a good person. You must develop friendship with good people. There may be some evil qualities in you. Do not worry or become weak because of this. Develop more and more good qualities. God will always be in you, with you, around you and will take care of you. Whatever task you undertake, discriminate carefully, follow the noble path and always do good acts. Keep your heart sacred and pure. Never fill your heart with bad thoughts and feelings. You must start early, drive slowly and reach safely. When you develop good qualities, your journey will be smooth in future.
Siapakah yang disebut sebagai orang yang buruk? Siapapun yang melihat keburukan dalam kebaikan adalah orang yang buruk. Jauhilah mereka. Jika engkau bergabung dengan pergaulan yang buruk, sadar atau tidak sadar, engkau akan kehilangan kualitas-kualitas yang baik. Engkau akan menuai hasil yang buruk, jika engkau bergaul dengan orang-orang yang berkelakuan buruk. Siapakah yang disebut sebagai orang yang baik? Siapapun yang melihat kebaikan, bahkan pada orang yang berkelakuan buruk, adalah orang yang baik. Engkau harus mengembangkan persahabatan dengan orang-orang yang baik. Mungkin ada beberapa kualitas yang buruk dalam dirimu, janganlah khawatir atau menjadi rapuh karena hal ini. Kembangkanlah lebih banyak sifat-sifat yang baik. Tuhan akan selalu ada dalam dirimu, denganmu, di sekitarmu, dan akan menjagamu. Apapun tugas yang engkau lakukan, pertimbangkanlah dengan hati-hati, ikutilah jalan mulia dan selalulah melakukan perbuatan yang baik. Jagalah hatimu suci dan murni. Jangan mengisi hatimu dengan pikiran dan perasaan yang buruk. Engkau harus mulai sejak dini, berjalan dengan perlahan sehingga tiba dengan selamat. Ketika engkau mengembangkan kualitas yang baik, perjalananmu akan lancar di masa depan. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Ch 1)
-BABA

Thursday, February 13, 2014

Thought for the Day - 13th February 2014


If the number of passengers in a bus is within the permissible limits, travel is safe. If the bus is overloaded with people or luggage, its owner has to pay the fine imposed on him by the Road Transport Officer (RTO). Similarly, if you overload yourself with food or desires, the Officer of Virtues, will impose the fine of grief and ill-health on you; You might even be penalized by the Break Inspector, for lacking sense control and speeding up. Hence moderation is very essential for happy living - be it in food or desires. An overloaded truck driver will find it difficult to drive it up a steep-hill and at times, the consequences can be disastrous. If you want to progress and maintain good health consistently, it is imperative that you must not overload yourself. You will not be able to attain the elevated stage of bliss, if you eat more than what your body needs.
Jika jumlah penumpang di bus berada dalam batas yang diizinkan, maka perjalanan akan aman. Jika bus kelebihan beban dengan orang-orang atau barang-barang, pemiliknya harus membayar denda yang dikenakan kepadanya oleh Petugas Angkutan Jalan. Demikian pula, jika engkau kelebihan beban dengan makanan atau keinginan, Petugas Kebajikan akan memberlakukan denda berupa penderitaan dan penyakit padamu, bahkan bisa jadi engkau  dikenakan sanksi oleh Inspektur/Pengawas istirahat, karena engkau kurang mengontrol indera. Oleh karena itu, sikap yang sederhana sangat penting agar engkau bisa menjalani kehidupan yang bahagia - baik dalam makanan atau keinginan. Sebuah truk yang kelebihan beban, sopir akan mengalami kesulitan untuk mengendarainya pada bukit yang curam, konsekuensinya bisa menimbulkan bencana . Jika engkau ingin maju dan menjaga kesehatan yang baik secara konsisten, sangat penting bagimu untuk tidak membebani dirimu sendiri. Engkau tidak akan mampu mencapai kebahagiaan sejati, jika engkau makan lebih dari apa yang dibutuhkan badanmu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 2)
-BABA

Wednesday, February 12, 2014

Thought for the Day - 12th February 2014 (Wednesday)


With regards to service, you must be clear on what is ‘Rajasik’ service and ‘Satwik’ service. You may go to clean streets, build roads, dig wells or build houses, and do them all as service to the community. You may also go to a hospital and visit patients. Doing service in the name of ‘social work’ is not real service. Satwik service is that which gives real happiness. It requires that you serve any and every person as an embodiment of the Divine. Divinity (Narayana) is present in two forms amongst all people Wealthy (Lakshmi Narayana) or poor and needy (Daridra Narayana). A wealthy person may have any number of people to attend to them or serve them. But there would be no one to serve the destitute, weak and poor. Treating poor and needy people as Divine embodiments and serving them lovingly is Satwik service.

Berkaitan dengan pelayanan, engkau harus jelas tentang pelayanan 'Rajasik' dan pelayanan 'Satwik'. Engkau membersihkan jalan-jalan, membangun jalan, menggali sumur atau membangun rumah, dan melakukan semuanya sebagai pelayanan kepada masyarakat. Engkau juga pergi ke rumah sakit dan mengunjungi pasien. Melakukan pelayanan dengan nama 'kerja sosial' bukanlah pelayanan sejati. Pelayanan Satwik adalah pelayanan yang dapat memberikan kebahagiaan sejati. Dalam hal ini, engkau melayani setiap orang sebagai perwujudan Ilahi. Divinity (Narayana) hadir dalam dua wujud di antara semua orang kaya (Lakshmi Narayana) atau pada orang miskin dan membutuhkan (Daridra Narayana). Orang kaya mungkin memiliki beberapa orang untuk mengurus mereka atau melayani mereka. Tetapi tidak akan ada seorangpun melayani orang melarat, lemah, dan miskin. Memperlakukan orang miskin dan mereka yang membutuhkan sebagai perwujudan Ilahi dan melayani mereka dengan penuh kasih adalah pelayanan yang Satwik. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 3)
-BABA

Tuesday, February 11, 2014

Thought for the Day - 11th February 2014 (Tuesday)


When you face troubles develop courage in yourself. Do not think, “Why should I be troubled like this?” Develop broadmindedness. Firmly believe that whatever happens is only for your good. Never forget that trouble, loss, illness, etc. come only for your good. Do not see bad in good. Always see good in bad. Light has much more value when there is darkness around. The value of joy is realized only when there are troubles. During the rainy and winter season, we want heat. In summer times, we look for coolness. You need both heat and cold, depending upon the circumstance. No matter in which situation you are, you must develop good feelings. You must start this habit of always having noble feelings from a very young age. Whatever thoughts and feelings you develop then, will last forever. Develop good thoughts and give up bad company.

Ketika engkau menghadapi masalah kembangkanlah keberanian dalam dirimu. Jangan berpikir, "Mengapa saya harus mengalami masalah seperti ini?" Engkau hendaknya mengembangkan pikiran yang luas, dan sungguh-sungguh percaya bahwa apapun yang terjadi hanya untuk kebaikanmu. Jangan pernah lupa bahwa kesulitan, kehilangan, penyakit, dll yang menimpamu hanya untuk kebaikanmu. Janganlah melihat keburukan dalam kebaikan. Selalulah melihat kebaikan dalam keburukan. Cahaya memiliki nilai lebih ketika ada kegelapan di sekitarnya. Nilai sukacita disadari hanya ketika ada masalah. Selama musim hujan dan musim dingin, kita menginginkan panas. Di masa musim panas, kita mencari kesejukan. Engkau memerlukan keduanya, panas dan dingin, tergantung pada keadaan tersebut. Tidak peduli di mana situasi engkau berada, engkau harus mengembangkan perasaan yang baik. Engkau harus memulai kebiasaan ini, selalu memiliki perasaan mulia dari usia yang sangat muda. Apapun pikiran dan perasaan yang engkau kembangkan kemudian, itu akan berlangsung selamanya. Kembangkanlah pikiran yang baik dan tinggalkanlah perbuatan yang buruk. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)
- BABA

Monday, February 10, 2014

Thought for the Day - 10th February 2014 (Monday)


It is necessary to fill the room where you live or study with a Satwik atmosphere. The pictures or objects you see must be filled with peaceful and loving thoughts. Objects that arouse agitation and bad thoughts should have no place in your living area. The room must be clean and free from anything that is impure. Along with a clean room, your thoughts and feelings must be pure. Only then you can get the full benefit of a clean room and a good family. If you must develop Satwik feelings, your vision must be pure. All creation (srishti) is based upon your sight (drishti). It is only when you have wrong vision that you develop wrong thoughts. With pure thoughts, you will naturally have pure feelings. Never make any mistake or offence that you will not tolerate if others do unto you.

Sangat diperlukan untuk memenuhi ruangan di mana engkau tinggal atau belajar dengan suasana Satwik. Gambar-gambar atau benda-benda yang engkau lihat harus diisi dengan pikiran-pikiran yang damai dan penuh kasih. Objek yang membangkitkan agitasi dan pikiran buruk seharusnya tidak memiliki tempat di ruanganmu. Ruangan harus bersih dan bebas dari segala sesuatu yang tidak murni. Seiring dengan ruangan yang bersih, pikiran, dan perasaan harus murni. Hanya setelah itu, engkau bisa mendapatkan manfaat penuh dari ruangan yang bersih dan keluarga yang baik. Jika engkau mengembangkan perasaan Satwik, visi-mu harus murni. Semua ciptaan (srishti) didasarkan pada pandanganmu (drishti). Jika engkau memiliki visi yang salah maka engkau mengembangkan pikiran yang salah. Dengan pikiran yang murni, secara alami engkau akan memiliki perasaan yang murni. Janganlah membuat kesalahan atau pelanggaran dimana engkau tidak akan mentolerir jika orang lain melakukan hal itu padamu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 3)
-BABA

Sunday, February 9, 2014

Thought for the Day - 9th February 2014 (Sunday)

If you work for 24 hours in an air-conditioned place, you will take this for granted and not realize its value. But if you work for four hours in the Sun, and then sit in an air-conditioned room, you will recognize its value. Without heat, there is no value for the air-conditioner. So too, without troubles, we will not realize the value of comforts. Only when we suffer, we realize what is joy! At times, to relieve the pain and suffering in one part of your body, the doctor may perform an operation. The surgery is a painful procedure. However, without undergoing that short term pain, you cannot remove the long term suffering. That is why the scriptures clearly call out that happiness cannot be derived from happiness. Without goodness, life has no meaning. Without sorrow, there is no value for happiness.

Jika engkau bekerja selama 24 jam di ruangan ber-AC, engkau tidak akan menyadari nilainya. Tetapi jika engkau bekerja selama empat jam di bawah sinar Matahari, dan kemudian duduk di sebuah ruangan ber-AC, engkau akan menyadari nilainya. Tanpa panas, tidak ada nilai untuk AC. Demikian juga, tanpa kesulitan, kita tidak akan menyadari nilai suatu kenyamanan. Hanya ketika kita menderita, kita menyadari apa artinya sukacita! Kadang-kadang, untuk meringankan rasa sakit dan penderitaan di salah satu bagian tubuhmu, dokter mungkin melakukan operasi. Operasi adalah prosedur yang menyakitkan. Namun, tanpa mengalami rasa sakit yang pendek, engkau tidak dapat menghapus penderitaan jangka panjang. Itulah sebabnya kitab suci jelas menyebutkan bahwa kebahagiaan tidak dapat diturunkan dari kebahagiaan. Tanpa kebaikan, kehidupan tidak memiliki arti. Tanpa kesedihan, tidak ada nilai untuk kebahagiaan. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)

-BABA

Saturday, February 8, 2014

Thought for the Day - 8th February 2014 (Saturday)


All food emanated from God. As it has come from the Divine (Brahman), it should be offered to God and only then be taken. Then it becomes Satwik food. There are many impurities associated with the grains and vegetables you purchase. These impurities enter inside you. To remove the various types of defects associated with food, offer it to the Lord and then partake of it as Prasadam. When the food is offered to God (Naivedyam), there will no longer be any defects in it. Meera was a great devotee of Lord Krishna. She always offered everything to the Lord before partaking it. When the Maharana asked his associates to give her very strongly poisoned milk, Meera was unaware of it. As is her habit, she offered the milk to Lord Krishna and took it, and remained unharmed. Thus any type of food, once offered to the Lord will turn nectarous, even if it is poisonous.

Semua makanan berasal dari Tuhan. Karena makanan datang dari Tuhan (Brahman), makanan harus dipersembahkan kepada Tuhan dan baru kemudian dimakan. Maka makanan menjadi makanan yang Satwik. Ada berbagai hal yang tidak murni yang terdapat pada biji-bijian dan sayuran yang engkau beli, ini masuk ke dalam dirimu. Untuk menghilangkan berbagai jenis kerusakan yang berhubungan dengan makanan, persembahkanlah makanan tersebut kepada Tuhan dan kemudian mengambil bagian dari itu sebagai Prasadam. Ketika makanan dipersembahkan kepada Tuhan (Naivedyam), tidak akan ada lagi cacat di dalamnya. Meera adalah pemuja besar Sri Krishna. Dia selalu mempersembahkan segala sesuatu kepada Tuhan sebelum mengambil bagian itu. Ketika Maharana meminta rekan-rekannya untuk memberikan susunya yang sangat beracun, Meera tidak menyadari itu. Seperti kebiasaannya, dia mempersembahkan susu itu kepada Sri Krishna dan mengambilnya, dan itu tidak membahayakannya. Apapun jenis makanannya, jika dipersembahkan kepada Tuhan akan berubah menjadi nektar, bahkan jika itu adalah makanan beracun. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 2)
-BABA

Friday, February 7, 2014

Thought for the Day - 7th February 2014 (Friday)


In the Mahabharata, the Kauravas believed in ‘I first, World next and God last’. The Pandavas believed in ‘God first, World next and I last’. The Kauravas took shelter under wealth and prosperity and did not protect themselves properly. The ego of ‘I’ was minimum in the Pandavas and hence they reached an elevated state and took shelter in the Lord. The Pandavas firmly stood for the five qualities of Truth, Righteousness, Peace, Love and Nonviolence. Hence Lord Krishna Himself became the charioteer of Arjuna. Even during the present times, the Pandavas are held high as exalted examples. We also must conduct ourselves just like the Pandavas. We have many qualities like bad thoughts, bad acts and bad attachment. The battlefield of Kurukshetra occurs even today in our hearts - it is the battle between the good and the bad. To emerge as victorious like the Pandavas and attain Him, you must work hard and give up your selfishness.

Dalam Mahabharata, Korawa percaya pada 'aku yang pertama, dunia berikutnya, dan yang terakhir adalah Tuhan. Pandawa percaya pada 'Tuhan yang pertama, dunia berikutnya dan aku yang terakhir'. Korawa berlindung di bawah kekayaan dan kemakmuran dan tidak melindungi diri mereka sendiri dengan benar. Ego 'aku' sangat kecil pada Pandawa dan karenanya mereka mencapai keadaan tinggi dan berlindung pada Tuhan. Pandawa dengan teguh memegang lima sifat-sifat berikut: Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Cinta-kasih dan Tanpa-kekerasan. Oleh karena itu Sri Krishna sendiri menjadi kusir Arjuna. Bahkan sampai masa kini, Pandawa dianggap sebagai teladan yang mulia. Kita juga harus memperlakukan diri kita seperti Pandawa. Kita memiliki beberapa sifat seperti pikiran yang buruk, tindakan yang buruk, dan kemelekatan yang buruk. Medan perang Kurukshetra terjadi di hati kita, bahkan saat ini - itu adalah pertempuran antara yang baik dan yang buruk. Engkau harus bekerja keras dan meninggalkan keegoisan sehingga engkau bisa muncul sebagai pemenang seperti Pandawa dan mencapai-Nya . (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)
-BABA

Thursday, February 6, 2014

Thought for the Day - 6th February 2014 (Thursday)


The word ‘Health’ is derived from the Anglo-Saxon word ‘Helig’ meaning holistic or wholeness of the spirit. You are made up of sense organs, mind, intellect, consciousness and the indwelling spirit. ‘Wholeness’ includes all these elements. Your mind should be in a state of fullness; there should be no room for confusion or depression. To achieve such a state of mind, it is necessary to connect with the Divine and understand the situation. For instance, students should not get depressed if they did not score as well as they expected or perhaps failed in an examination. Instead, they should examine the reasons for the result - whether they studied well or understood the subject correctly. If the conclusion is inadequate preparation, then the resolve should be to do better in the next opportunity. You must develop your moral and mental strength by practicing Sadhana for disciplining the mind and achieve holistic well-being.

Kata 'Kesehatan' berasal dari kata Anglo-Saxon 'Helig' yang berarti spirit holistik atau spirit keutuhan. Engkau terdiri dari organ-organ indera, pikiran, kecerdasan, kesadaran dan spirit. 'Keutuhan' mencakup semua unsur-unsur. Pikiranmu harus dalam keadaan penuh, tidak boleh ada ruang bagi kebingungan atau depresi. Untuk mencapai keadaan pikiran seperti itu, perlu untuk berhubungan dengan Tuhan dan memahami situasi. Misalnya, siswa seharusnya tidak mengalami depresi jika mereka tidak mendapatkan nilai seperti yang mereka harapkan atau tidak depresi jika mereka gagal dalam ujian. Sebaliknya, mereka harus memeriksa alasannya mengapa mereka mendapatkan hasil akhir seperti itu - apakah mereka belajar dengan baik atau apakah mereka telah memahami subjek/pelajaran dengan benar. Jika kesimpulannya adalah persiapan yang tidak memadai, maka siswa hendaknya memiliki keteguhan hati, harus melakukan lebih baik pada kesempatan berikutnya. Engkau harus mengembangkan kekuatan moral dan mental-mu dengan mempraktikkan Sadhana untuk mendisiplinkan pikiran dan mencapai kesejahteraan holistik. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Ch 1, Dec 29, 1985)
-BABA

Wednesday, February 5, 2014

Thought for the Day - 5th February 2014 (Wednesdsy)

All of you have seen a map of the world, is it not? How little is India in this map? Compared to India, Andhra Pradesh is small. The district of Anantapur is still tinier. In this district, Puttaparthi is virtually a microscopic dot on the map. Now you as a person residing in Puttaparthi are practically so insignificant. Then how can you suffer from ego? Remember, God is all around you. There is no meaning at all in being egoistic. You may feel proud that you are educated; there are more educated people than you. You may think you are beautiful; there are any number more beautiful than you. Maybe you are good at singing; there are several who can sing better than you. Why are you then so proud of yourself? This is mere ignorance. Do not give place to ego. Become egoless, give up pomp and show. Be selfless and lead a life that befits an educated person. Always, Help Ever, Hurt Never.

Bukankah kalian semua telah melihat peta dunia? Betapa kecilnya India dalam peta tersebut. Dibandingkan dengan India, Andhra Pradesh lebih kecil. Distrik Anantapur lebih kecil lagi. Di kawasan ini, Puttaparthi hanya merupakan titik yang sangat kecil pada peta. Sekarang engkau sebagai orang yang berada di Puttaparthi praktis begitu sangat kecil. Lalu bagaimana engkau bisa merasa ego? Ingat, Tuhan ada di sekitarmu. Tidak ada artinya sama sekali jika engkau egois. Engkau mungkin merasa bangga karena engkau berpendidikan; ada orang yang lebih berpendidikan dari engkau. Engkau mungkin berpikir bahwa engkau cantik; ada banyak orang yang lebih cantik dari engkau. Mungkin engkau pandai menyanyi; ada beberapa orang yang bisa menyanyi lebih baik dari engkau. Mengapa kemudian engkau begitu bangga pada dirimu sendiri? Ini hanyalah suatu kebodohan. Jangan memberikan tempat bagi ego. Engkau hendaknya tanpa ego, melepaskan kemasyuran, menjadi tanpa pamrih dan menjalani hidup layaknya orang yang berpendidikan. Selalulah membantu, jangan pernah menyakiti. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)

-BABA

Tuesday, February 4, 2014

Thought for the Day - 4th February 2014 (Tuesday)

You must be able to get up with the same ease with which you sat to have your food. If you sit down feeling light and feel heavy and difficult to get up after eating, you have taken more than you need and it will develop Tamasik qualities. The space in your stomach is divided into four parts. Youngsters should fill three parts of their stomach with food and remaining one part with water. For adults, two parts of stomach with food, one part for water and one part for air is advisable. If you fill all four parts with food with no place even for water, you are violating the rules for digestion! After having your lunch, rest for just ten minutes. That will help blood to circulate freely from your head to your toe. At night, after dinner, you must go for a walk. This is a sound routine for good health and to develop Satwik nature.

Engkau harus bangun dengan kemudahan yang sama sesaat setelah engkau duduk menikmati makanan. Jika engkau duduk merasa ringan dan terasa berat dan sulit untuk bangun setelah makan, engkau telah mengambil lebih dari yang engkau butuhkan dan itu akan mengembangkan kualitas Tamasik. Ruang di perutmu dibagi menjadi empat bagian. Anak-anak harus mengisi tiga bagian perut mereka dengan makanan dan satu bagian dengan air. Untuk orang dewasa, disarankan, dua bagian perut diisi dengan makanan, satu bagian untuk air dan satu bagian untuk udara. Jika engkau mengisi keempat bagian dengan makanan dengan tidak ada tempat bahkan untuk air, engkau melanggar aturan pencernaan! Setelah engkau makan siang, beristirahatlah selama sepuluh menit. Itu akan membantu darah beredar dengan bebas dari kepala ke kaki. Pada malam hari, setelah makan malam, engkau harus berjalan-jalan. Inilah rutinitas kesehatan yang baik dan untuk mengembangkan kualitas Satwik.(Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 2)

-BABA

Monday, February 3, 2014

Thought for the Day - 3rd February 2014 (Monday)

Truth is that, which does not change with time. A policeman wears his uniform and performs his duty. When you see him, you think that is the truth. After his duty, he goes home and changes to a night-dress. Now too he is a policeman! Though the clothes he wore has changed, his body does not change. Similarly, ‘Dehi’ your indweller, does not undergo any change. Your body is associated with Satvik, Rajasik and Tamasik qualities. Remove them and you will see the divine ‘Brahman’. In a cold hill station, you wear vest, shirt and then a protective coat on top of it. If you want to see your heart (chest), you must remove your coat, shirt and vest; only then you can see your heart. Similarly, the body of a human being is covered with many qualities. When you go beyond these, you will be able to see the Divine in your heart.

Kebenaran tidak mengalami perubahan waktu. Seorang polisi memakai seragamnya dan melakukan tugasnya. Ketika engkau melihat dia, engkau berpikir bahwa itu adalah kebenaran. Setelah tugasnya selesai, ia pulang dan mengganti seragamnya dengan pakaian tidur. Sekarang dia juga seorang polisi! Meskipun pakaian yang dikenakannya telah berubah, badannya tidak berubah. Demikian pula, 'Dehi', tidak mengalami perubahan. Badan jasmani-mu dihubungkan dengan sifat Satvik, Rajasik dan Tamasik. Tinggalkanlah semua itu dan engkau akan melihat 'Brahman'. Di bukit yang dingin, engkau mengenakan rompi, kemeja, dan baju pelindung. Jika engkau ingin melihat hatimu (dada), engkau harus melepas mantel, kemeja dan rompi; hanya setelah itu engkau bisa melihat hatimu. Demikian pula, badan manusia ditutupi dengan berbagai kualitas. Jika engkau melampaui ini, engkau akan dapat melihat Tuhan di dalam hatimu. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)

-BABA

Sunday, February 2, 2014

Thought for the Day - 2nd February 2014 (Sunday)

Many take tea and coffee in excessive quantities; this kill the body’s capacity to sleep. Drivers who drive vehicles during nights take excessive tea and students who are preparing for exams also do the same. Do not avoid sleep, this is a great mistake. A person can live without food, but not without sleep. Many students have the habit of studying through the night and sleeping during the day. Most living beings, including birds and beasts, sleep during the night. A person, who reads in the night as a habit, is cultivating Rajasic and Tamasic qualities. Change this habit slowly. If you read throughout the night and sleep through the day, your retention of what you studied will not be very strong. If you must put in hard work, get up early, say 3 or 4 a.m. and study. After early morning study, do not go and sleep again. This is the Sathwik way of life.

Banyak orang meminum teh dan kopi dalam jumlah yang berlebihan; hal ini dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk tidur. Sopir yang mengemudi kendaraan sepanjang malam meminum teh yang berlebihan dan siswa yang sedang mempersiapkan ujian juga melakukan hal yang sama. Jangan menghindari tidur, ini adalah kesalahan besar. Seseorang bisa hidup tanpa makanan, tetapi tidak akan bisa hidup tanpa tidur. Banyak siswa yang memiliki kebiasaan belajar sampai larut malam dan tidur di siang hari. Kebanyakan makhluk hidup, termasuk burung dan binatang, tidur pada malam hari. Seseorang, yang membaca di malam hari sebagai kebiasaan, mengembangkan sifat Rajasik dan Tamasik. Rubahlah kebiasaan ini perlahan-lahan. Jika engkau membaca sampai larut malam dan tidur di siang hari, memori ingatanmu tidak akan bekerja dengan baik. Sebaiknya engkau bangun pagi-pagi, kira-kira pk. 3 atau 4 pagi dan belajar. Setelah belajar pagi, janganlah tidur lagi. Inilah cara hidup yang Satwik. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 2)

-BABA

Saturday, February 1, 2014

Thought for the Day - 1st February 2014 (Saturday)


When the Goddess of Wisdom, Mother Saraswathi enters our hearts, our faces glow. She is full of Divinity, radiance and knowledge. Hence every educated person who has received Her blessings should always be cheerful. Never put on a ‘castor-oil-face’. Be full of joy. You must also be an embodiment of obedience and humility, with no trace of anger, ego or jealousy. Speak only the Truth and follow righteousness. The castle of righteousness is built upon truth. We often get into trouble only due to our attachments to the body. Your body at some point of time degenerates into a house full of dirt, a basket full of diseases. The body and mind are impermanent. Until you live, firmly believe that body is the temple of God and keep it as clean and pure as possible. When you spend your life with such noble ideas, you will not have any bad thoughts, words or actions.

Ketika Dewi Kebijaksanaan, Ibu Saraswathi memasuki hati kita, wajah kita bersinar. Beliau penuh dengan Divinity, cahaya, dan pengetahuan. Oleh karena itu setiap orang terdidik yang telah menerima berkat-Nya harus selalu ceria. Jangan pernah 'mengerutkan muka'. Engkau hendaknya penuh sukacita. Engkau juga harus menjadi perwujudan dari ketaatan dan kerendahan hati, tanpa jejak amarah, ego, atau kecemburuan. Berbicaralah hanya kebenaran dan ikutilah kebenaran. Kastil/istana kebenaran dibangun di atas kebenaran. Kita sering mendapat masalah hanya karena keterikatan kita pada badan jasmani. Badan jasmani-mu di beberapa titik waktu merosot menjadi rumah penuh kotoran, sebuah keranjang penuh penyakit. Tubuh dan pikiran adalah tidak kekal. Percayalah bahwa badan jasmani adalah temple/pura bagi Tuhan dan jagalah agar tetap bersih dan murni. Ketika engkau menghabiskan hidupmu dengan ide-ide yang mulia tersebut, engkau tidak akan memiliki pikiran, kata-kata, atau tindakan yang buruk. (Divine Discourse, “My Dear Students”, Vol 2, Chapter 1)
-BABA