Saturday, March 31, 2012

Thought for the Day - 31st March 2012 (Saturday)

Every human being has the evil tendencies of lust (kama), anger (krodha) and greed (lobha) in them. The great epics, Ramayana, Bhagavata, and Mahabharata, teach good lessons to control these enemies. Ravana, who had mastered all the sixty-four branches of knowledge and was a great scholar and a mighty warrior, lost his life and caused the ruination of his entire clan because of lust. It is not enough if you merely read Ramayana; you should grasp its real significance. In the Mahabharata, Duryodhana personified greed. He refused to share the kingdom with the Pandavas and denied them their rightful share. Due to this quality, he perished along with his entire clan. These illustrations echo the need for the eradication of the feelings of lust, anger and greed. Pandavas emerged victorious because they practiced all the human values of Truth, Love, Right Conduct, Non-Violence and Peace. If you follow these values, success will follow automatically.

Setiap manusia memiliki kecenderungan sifat-sifat buruk dalam dirinya,  seperti nafsu (kama), kemarahan (krodha) dan keserakahan (lobha). Epos besar, seperti Ramayana, Bhagavata, dan Mahabharata, mengajarkan pada kita pelajaran yang baik dalam mengendalikan musuh-musuh tersebut. Rahwana, yang telah menguasai enam puluh empat cabang pengetahuan dan adalah seorang terpelajar serta seorang prajurit perkasa, kehilangan nyawanya dan menyebabkan kehancuran seluruh kaumnya disebabkan hanya karena nafsu. Tidaklah cukup jika engkau hanya membaca Ramayana, engkau harus memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dalam Mahabharata, Duryodana dipersonifikasi sebagai orang yang serakah. Dia menolak untuk berbagi kerajaan dengan Pandawa dan menolak berbagi hak dengan mereka. Karena sifatnya ini, ia tewas bersama dengan seluruh kaumnya. Ilustrasi ini menggemakan betapa perlunya dalam hal pemberantasan nafsu, kemarahan, dan keserakahan. Pandawa menang karena mereka mempraktekkan semua nilai-nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran, Cinta-kasih, Kebajikan, Tanpa-Kekerasan, dan Kedamaian. Jika engkau mengikuti nilai-nilai seperti ini, secara otomatis kesuksesan akan mengikuti.

-BABA

Friday, March 30, 2012

Thought for the Day - 30th March 2012 (Friday)

The term Hindu signifies ‘H: Humility, I: Individuality, N: Nationality, D: Divinity, U: Unity’. These are verily our five life-breaths (pranas). Just as five elements, five senses, and five life-sheaths constitute our physical body; these five principles constitute the very essence of spirituality. Develop the spirit of unity. Never think that you belong to a particular state or country and thereby give rise to differences. Do not identify yourself with vyashti tattwa (individual principle). Instead, identify yourself with samashti tattwa (societal principle) and cultivate unity. Consider truth, righteousness, peace, love and nonviolence as your life-breath and uphold the sanctity of the name human (manava). Never give scope for differences of opinion, even in trivial matters. If any differences were to arise, each should be prepared to forgive the other. All are children of God; all are brothers and sisters. Understand this truth and conduct yourself accordingly.

Istilah Hindu berarti 'H:Humality = Kerendahan hati’, I: Individualitas, N: Nationality = Kebangsaan, D: Divinity = Ketuhanan, U: Unity = Kesatuan'. Ini sesungguhnya adalah lima nafas-kehidupan (Pranas). Sama seperti kelima unsur, panca indera, dan lima selubung-kehidupan merupakan dasar dari badan fisik kita; kelima prinsip ini merupakan inti dari spiritualitas. Kembangkanlah semangat persatuan. Jangan pernah berpikir bahwa engkau adalah milik suatu tempat atau negara tertentu dan dengan demikian akan menimbulkan perbedaan. Janganlah mengidentifikasi dirimu dengan vyashti tattwa (prinsip individu). Sebaliknya, identifikasikan dirimu dengan samashti tattwa (prinsip sosial) dan perkuatlah persatuan. Anggaplah kebenaran, kebajikan,kedamaian, cinta-kasih dan tanpa-kekerasan sebagai nafas kehidupanmu dan tegakkanlah kesucian nama manusia (Manava). Jangan pernah memberikan ruang bagi perbedaan pendapat, bahkan dalam hal-hal sepele. Jika ada perbedaan yang muncul, masing-masing harus siap untuk mengampuni yang lainnya. Semua adalah anak-anak Tuhan, semuanya  adalah bersaudara. Pahamilah kebenaran ini dan lakukanlah pada dirimu sendiri sesuai dengan hal itu.

-BABA

Thursday, March 29, 2012

Thought for the Day - 29th March 2012 (Thursday)

You may repeat like a parrot certain phrases like "Everything is the Lord's," "I am but a puppet; He pulls the strings and I dance as He wills," "Nothing is mine; I am just carrying out His will" and so on. But what do you usually do? When a praiseworthy act is done, you claim it to be your own; you shout from platforms till your throats get dry that you won by your own effort, honour, fame, status and standards, authority and position, property and possessions, and attainments and achievements. But when a blameworthy act is done, or when it comes to confessing your share in earning ill fame and defeat, or evil and wrong, you conveniently transfer the responsibility to the Lord, saying, "I am but an instrument in His hands, He is the master, I am but a tool." People swing from "I" to "He" like the pendulum of the clock. This very common habit, which is a fashion today, is sheer deceit; its hollow spiritual sham. Mind, word and act - all three must be filled with the belief that all is His play. That is the genuine path.

Engkau mungkin dapat mengulang-ulang frasa tertentu seperti burung beo "Segala sesuatu adalah milik Tuhan," "aku tidak lain hanyalah wayang, Dia menarik tali dan aku menari sesuai dengan kehendak-Nya," "Tidak ada sesuatupun yang merupakan milikku, aku hanya melaksanakan kehendak-Nya" dan seterusnya. Tetapi apa yang biasanya engkau lakukan? Ketika suatu hal yang baik/ terpuji dilakukan, engkau menyatakan bahwa hal itu terjadi karena dirimu sendiri; Engkau berteriak dari podium sampai tenggorokanmu menjadi kering bahwa apa yang telah dicapai karena usahamu sendiri, kehormatan, ketenaran, status dan standar, wewenang dan posisi, properti dan harta benda, serta pencapaian dan prestasi. Tetapi ketika sebuah tindakan tercela dilakukan, atau ketika engkau melakukan dosa, melakukan perbuatan yang salah, engkau dengan mudah melempar tanggung jawab pada Tuhan, dan mengatakan: "Aku tidak lain adalah instrument di tangan-Nya, Beliau adalah master, aku hanyalah alat-Nya. "Orang-orang berayun dari "aku" ke "Dia" seperti bandul jam. Ini kebiasaan yang sangat umum, yang menjadi kebiasaan saat ini, ini merupakan kebohongan belaka; kepura-puraan spiritual. Hendaknya pikiran, perkataan, dan perbuatan – ketiga-tiganya harus diisi dengan keyakinan bahwa semua adalah permainan-Nya. Itulah jalan sejati, yang sesungguhnya.

-BABA

Wednesday, March 28, 2012

Thought for the Day - 28th March 2012 (Wednesday)

Your enemies are not outside. Your bad thoughts are your worst enemies and thoughts based on Truth are your best friends. But today, people do not befriend the thoughts based on Truth, which are essentially divine. Practise to make friendship with Sath, the eternal Truth. Sath means Being, the ever-present God. Worldly friends and enemies change with the passage of time, but sath is the true and eternal friend. This friend, God, is always with you, in you, around you, above you, below you and protecting you just as the eyelid protects the eye. Truth is God. Love is God. Dharma (righteousness) is God. When you worship God by following these principles, He will manifest Himself immediately. Love God wholeheartedly. Make friends with Him. You can achieve anything if you have God as your friend.

Musuhmu sebenarnya bukan di luar dirimu. Pikiran buruk adalah musuhmu yang paling buruk dan pikiran yang berdasarkan pada Kebenaran adalah teman terbaikmu. Tetapi saat ini, orang-orang tidak berteman dengan pikiran yang berdasarkan Kebenaran, yang tidak lain adalah Divine. Berlatihlah untuk membuat persahabatan dengan Sath, Kebenaran yang kekal. Sath berarti Kebenaran,Tuhan yang selalu ada. Teman dan musuh duniawi berubah dengan berlalunya waktu, tapi sath adalah teman sejati dan abadi. Teman ini, Tuhan, selalu bersamamu, di dalam dirimu, di sekitarmu, di atasmu, di bawahmu dan melindungimu seperti kelopak mata melindungi mata. Kebenaran adalah Tuhan. Cinta-kasih adalah Tuhan. Dharma (kebenaran) adalah Tuhan. Ketika engkau memuja Tuhan dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, Beliau akan segera menampakkan diri-Nya. Kasihilah Tuhan dengan sepenuh hati, bertemanlah dengan-Nya. Engkau dapat mencapai apapun jika engkau menjadikan Tuhan sebagai temanmu.

-BABA

Tuesday, March 27, 2012

Thought for the Day - 27th March 2012 (Tuesday)

It is a human frailty to separate things as good and evil. And to impute this to God is sacrilege. It might sometimes appear that the Lord too has that weakness, but it is a passing phase, a cloud that hides His glory, not a blemish that adheres to Him. Though gunas (various qualities) emanate from the Lord, He is unaffected by them just like fire is unaffected by the smoke which arises from it or the sky is unaffected by the clouds that form and move about in it. All are attached to Him like beads but He is free and unattached. Consider this example - the cloth is based on yarn, in fact it is dependent on yarn; but yarn does not depend on the cloth, it is unaffected and unattached to the cloth. Yarn is Brahman (Divinity) while the cloth is Prakruthi (the Universe of manifold variety).

Adalah kelemahan manusia untuk memisahkan yang baik dengan yang buruk, dan menghubungkan hal ini pada Tuhan merupakan perbuatan yang tidak suci. Kadang-kadang mungkin nampak bahwa Tuhan juga memiliki kelemahan itu, tetapi hal itu dikarenakan awan yang telah menyembunyikan kemuliaan-Nya. Meskipun Gunas (berbagai kualitas) berasal dari Tuhan, Beliau tidak terpengaruh oleh hal itu, seperti api tidak terpengaruh oleh asap yang timbul dari api tersebut, ataupun langit tidak dipengaruhi oleh awan yang terbentuk dan bergerak di dalamnya. Semua yang melekat pada-Nya dapat diibaratkan seperti biji tasbih tetapi Beliau bebas dan tidak terikat. Coba pikirkan contoh berikut ini - kain terbuat dari benang, adanya kain karena benang, artinya kain tergantung pada benang, tetapi benang tidak tergantung pada kain, benang tidak terpengaruh dan tidak terikat pada kain. Dapat diibaratkan, benang adalah Brahman (Divinity) sedangkan kain merupakan Prakruthi (alam semesta dengan berbagai variasinya).

-BABA

Monday, March 26, 2012

Thought for the Day - 26th March 2012 (Monday)

People are bereft of gratitude, which is not right. One should be grateful for the help they have received from others as long as one is alive. There are two things you must forget: the help you have rendered to others and the harm others have done to you. If you remember the help you have rendered, you will always expect something in return. Remembrance of the harm done to you by others generates in you a sense of revenge. You should remember only the help you received from others. The one with these sacred qualities is an ideal human being. Love is God, love is Nature, love is life and love is the true human value. Bereft of love, one is equivalent to a corpse. Love even the worst of your enemies. Lead a life filled with love. Then you will experience joy, peace and security in your heart.

Saat ini orang-orang telah kehilangan rasa syukur, ini adalah tindakan yang tidak benar. Selama kita masih hidup, kita hendaknya berterima kasih atas bantuan yang diterima dari orang lain. Ada dua hal yang harus engkau lupakan:yang pertama bantuan yang telah engkau berikan pada orang lain dan yang kedua hal-hal yang menyakitkan/ merugikan yang telah orang lain lakukan padamu. Jika engkau mengingat bantuan yang pernah engkau berikan pada orang lain, engkau akan selalu mengharapkan sesuatu sebagai balasannya. Jika engkau mengingat hal-hal yang menyakitkan/ merugikan yang telah dilakukan orang lain padamu, ini akan menghasilkan rasa balas dendam dalam dirimu. Engkau hendaknya mengingat hanya bantuan yang engkau terima dari orang lain. Orang dengan kualitas  suci seperti ini adalah manusia yang ideal. Cinta-kasih adalah Tuhan, Cinta-kasih adalah Alam Semesta, cinta-kasih adalah kehidupan dan cinta-kasih adalah nilai manusia sejati. Kehilangan cinta-kasih,seseorang dapat diibaratkan sebagai mayat. Cintailah bahkan musuhmu sendiri. Jalanilah kehidupan penuh dengan cinta-kasih,maka engkau akan mengalami sukacita dan kedamaian dalam hatimu.

-BABA





Sunday, March 25, 2012

Thought for the Day - 25th March 2012 (Sunday)

In the Geeta Lord Krishna emphatically told Arjuna,"Many people anxious to offer uninterrupted worship to God, desire to go into the thick forest; this is an insane step. There is no need to seek the jungle as if I am only there. There is no place where I am not; there is no form which is not Mine. I am the five elements: earth, water, fire, air, ether! Where can you find a place devoid of one or other of these five? The fiery nature of fire is I Myself; I am life in all living beings. I am the strength of the strong, the strength that is free from greed and lust. To experience My presence and My glory, there is no special place, for I am everything, everywhere, ever."

Dalam Gita Sri Krishna dengan tegas mengatakan kepada Arjuna, "Banyak orang menginginkan memanjatkan doa/ melakukan ibadah tanpa gangguan, menginginkan pergi ke hutan lebat; ini adalah kebodohan belaka. Tidak perlu mencari hutan seolah-olah Aku hanya ada disana. Tidak ada tempat di mana Aku tidak ada disana, Tidak ada Wujud yang bukan Diri-Ku. Akulah kelima unsur: tanah, air, api, udara, ether! Dimana engkau bisa menemukan suatu tempat yang tanpa salah satu dari kelima unsur tersebut? Aku ada dalam semua makhluk hidup. Aku adalah kekuatan yang sangat kuat, kekuatan yang bebas dari keserakahan dan nafsu. Untuk mengalami kehadiran-Ku dan kemuliaan-Ku, tidak ada suatu tempat yang khusus, karena Aku adalah segalanya, Aku ada di mana-mana, selalu."

-BABA

Saturday, March 24, 2012

Thought for the Day - 24th March 2012 (Saturday)

The purpose of human life is not to be consumers of food, to be a burden upon the earth, and be an animal that is a slave to the senses. There is no profit in being a horde of idlers and loungers, who shy from hard work, and accumulate fat, growing into monstrous shapes. Nor should one ignore the creator, allowing both intelligence and discrimination to go to waste, without an iota of gratitude to the giver of all the gifts which one consumes and enjoys! The Lord has declared that He is the Pourusha (vitality, adventure and aspiration) in human beings. However strong may be the force of the drag of one’s previous births, it must yield to the strength of adventure and achievement emanating from this Pourusha. Unaware of this potentiality, you are misled into cursing your fate and accepting the ‘inescapable’ effects of what you dread as 'Prarabdha' or effects of karma (past actions). Exercise Pourusha and let it be your life breath. Living is struggling, striving, achieving.

Tujuan hidup manusia bukanlah sekedar menjadi konsumen makanan, menjadi beban atas bumi, dan menjadi hewan yang merupakan budak indera. Tidak ada menghasilkan apapun hanya dengan duduk-duduk berdiam diri tanpa melakukan sesuatu (pemalas), orang yang tidak bekerja, dan menimbun lemak dalam badannya, tumbuh menjadi bentuk yang mengerikan. Jangan pula engkau mengabaikan Sang pencipta, sehingga kecerdasan dan diskriminasi yang telah diberikan-Nya menjadi sia-sia, tanpa ada sedikitpun rasa syukur kepada Sang pemberi semua hadiah yang kita konsumsi dan nikmati! Tuhan telah menyatakan bahwa Beliau adalah Pourusha (vitalitas, dan sumber aspirasi) bagi manusia. Betapapun kuatnya daya tarik kelahiran sebelumnya, seseorang harus menyerah pada kekuatan yang berasal dari Pourusha ini. Tidak menyadari kemampuan ini, engkau keliru mengutuk nasib-mu dan menerima 'yang tak terhindarkan' efek dari 'pararabdha' atau efek dari karma (perbuatan di masa lalu). Jalankanlah Pourusha dan biarkan itu menjadi napas kehidupanmu. Hidup ini adalah kerja keras dan penuh perjuangan.

-BABA

Friday, March 23, 2012

Thought for the Day - 23rd March 2012 (Friday)

You would have celebrated many Ugadi (New Year day) festivals in your life. Certain traditional practices go with every festival, such as having a sacred bath, wearing new clothes, cleaning the house and decorating it with buntings of green leaves. True greatness lies in purifying our thoughts, not merely the transient human body. The significance of a festival does not lie in wearing new clothes but in cultivating new and noble thoughts. The house should be decorated not merely with the buntings of green leaves, but with the buntings of love. Share your love with everyone you meet. Only then would you be celebrating the festival in its true spirit. In this New Year sanctify your thoughts with sacred and broad feelings. Develop divine love and foster peace in every country. Start the day by praying, “May the whole world be happy! ” Then you will lead a blissful and peaceful life, full of enthusiasm.

Engkau telah merayakan banyak perayaan Ugadi (Tahun Baru) dalam hidupmu. Praktek-praktek tradisional tertentu dilakukan dalam setiap festival, seperti melakukan ritual mandi suci, mengenakan baju baru, membersihkan rumah, dan mendekorasi rumah dengan daun-daun hijau. Makna perayaan yang sesungguhnya terletak dalam memurnikan pikiran kita, bukan hanya sekedar membersihkan badan jasmani manusia yang bersifat sementara. Arti penting dari sebuah festival/ perayaan tidak terletak pada mengenakan pakaian baru tetapi dalam mengembangkan pikiran-pikiran baru dan mulia. Rumah sebaiknya tidak hanya dihiasi dengan daun-daun hijau, tetapi dengan cinta-kasih, dengan berbagi kasih dengan semua orang yang engkau temui. Baru setelah itu, engkau bisa menyadari merayakan festival dengan spirit/ semangat yang sebenarnya. Pada Tahun Baru ini sucikanlah pikiranmu dengan perasaan suci dan luas. Kembangkanlah cinta-kasih Ilahi dan perdamaian di setiap negara. Mulailah hari dengan berdoa, "Semoga seluruh dunia berbahagia! "Maka engkau akan menjalani kehidupan penuh suka cita dan penuh kedamaian, serta penuh dengan antusiasme.

-BABA

Thursday, March 22, 2012

Thought for the Day - 22nd March 2012 (Thursday)

Today, people’s behaviour is not good because their thoughts are polluted. And because their thoughts and actions have become perverted, the country is passing through troubles and turmoil. People have filled their mind with thoughts of mundane, ephemeral, and transient things. These thoughts are negative in nature; only those based on Truth are positive. If the feelings and intentions behind your actions are good, the results will also be good. Sacred thoughts, good words, and noble deeds are the true human values. Thoughts are your permanent assets. As is the thought, so is the mind. If thoughts are good, humanity will blossom into Divinity.

Saat ini, orang-orang berperilaku yang tidak baik karena pikiran mereka telah tercemar. Dan karena pikiran dan tindakan mereka yang salah, maka negara ini mengalami kesulitan dan kekacauan. Orang-orang telah memenuhi pikiran mereka dengan hal-hal yang bersifat duniawi, fana, dan bersifat sementara. Pikiran-pikiran yang negatif di alam ini, hanya dengan berdasarkan pada Kebenaran maka akan menjadi positif. Jika perasaan dan maksud di balik tindakan-mu baik, maka hasilnya juga akan baik. Pikiran yang suci, kata-kata yang baik, dan perbuatan yang mulia merupakan nilai-nilai manusia yang sejati. Pikiran adalah aset tetap-mu. Apa yang engkau pikirkan maka demikianlah batinmu (mind). Jika pikirannya baik, maka manusia akan berkembang menuju Divinity.

-BABA

Thought for the Day - 21st March 2012 (Wednesday)

The mind has an innate tendency to merge in whatever it contacts; it craves for this merger and so, it is ever agitated and restless. But by constant practice and training, it can be directed towards the Pranava (Om, the Primordial Sound) and taught to be one with it. The mind is naturally drawn towards sound and hence, it is compared to a serpent. The snake has two crude qualities - one, its crooked gait and second, the tendency to bite all that comes in its way. Human beings too seek to hold and possess all that they set their eyes on; people too move about crookedly. But there is in the serpent one praiseworthy trait; however poisonous and deadly its nature might be, when the strains of the charmer's music are played, it spreads its hood and merges itself in the sweetness of that melody, forgetting everything else. Similarly, people too can, by practice, merge themselves into the bliss of Pranava.

Pikiran memiliki kecenderungan bawaan untuk menyatu dengan apapun yang berhubungan  dengannya, demikian juga pikiran sangat memerlukan penyatuan ini. Pikiran selalu dipenuhi dengan kekhawatiran, tetapi dengan latihan dan praktek yang terus menerus, pikiran dapat diarahkan pada Pranava (Om, Suara Primordial) dan menyatu dengannya. Pikiran secara alami tertarik ke arah suara dan oleh karenanya, bisa dibandingkan dengan seekor ular. Ular memiliki dua sifat yang buruk - yang pertama, ular itu memiliki sifat yang licik, dan yang kedua, ular memiliki kecenderungan untuk menggigit semua yang datang padanya. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk  memiliki semua yang ada di hadapannya. Tetapi ada salah satu sifat terpuji dari ular, bagaimanapun bisa ular itu beracun dan mematikan, ketika alunan musik pawang ular dimainkan, maka ular akan menyatu dengan melodi yang indah tersebut, dan melupakan segala sesuatu yang lainnya. Demikian juga, kita bisa menyatu dalam kebahagiaan Pranava, dengan praktek yang terus-menerus.

-BABA

Tuesday, March 20, 2012

Thought for the Day - 20th March 2012 (Tuesday)

Divinity is one, and is the real basis for the Universe. Like the string for a garland and the foundation for a multi-storey building, Divinity penetrates and holds together everything and everyone; it is the foundation for the structure of the Universe. Only the flowers and buildings are visible to your eyes, not the string and the structure. Unless you invest time and effort to reason it out, they escape your attention. That does not mean they are non-existent! Never be misled by the aadheya (the contained, the thing held) into denying the Aadhaar (the basis, the container). For the Seen, there is an Unseen Basis. To grasp the Unseen, the best means is inquiry, and the right proof is experience. For those who have experienced, no description is needed.

Ketuhanan adalah satu, dan merupakan dasar yang nyata bagi alam semesta. Seperti tali untuk membuat garland dan pondasi/ dasar pada bangunan bertingkat, Divinity menembus dan menjaga kesatuan segala sesuatu dan semua orang; itulah dasar bagi struktur alam semesta. Pada garland, hanya rangkaian bunga yang terlihat oleh matamu, bukan tali garland-nya, demikian pula pada bangunan bertingkat hanya bangunan yang terlihat oleh mata-mu, bukan pondasi bangunannya. Kecuali jika engkau meluangkan waktu dan melakukan usaha untuk alasan itu, ia luput dari perhatianmu. Hal itu bukan berarti ia tidak ada! Janganlah pernah disesatkan oleh aadheya (yang terkandung, hal yang dimiliki) menjadi menyangkal Aadhaar (dasar, wadah). Bagi yang Terlihat, ada Dasar yang Tidak Terlihat. Untuk memahami yang Tidak Terlihat, cara terbaik adalah dengan melakukan penyelidikan, dan bukti yang tepat adalah pengalaman. Bagi mereka yang sudah berpengalaman, tidak diperlukan lagi penjelasan apapun.

-BABA

Monday, March 19, 2012

Thought for the Day - 19th March 2012 (Monday)

Following Dharma (virtuous conduct) purifies the mind and leads you to God. It creates a taste for the Name and the Form of God. For example, if you love the Name and Form of Lord Krishna, you will naturally respect and obey the command of Krishna which is found in the Bhagawat Gita. Have your chosen Divine Name on the tongue and the Form in your inner eye, then the demon called ‘Unending Desire’ will fly away from your mind, leaving joy and contentment within you. Do your daily duties with God in your heart as witness. Start now with the first step which is Naamasmarana (remembrance of the Name of the Lord, the Universal Indweller). This will naturally lead you on to progressive steps, until the goal is reached.

Ikutilah Dharma yang bisa memurnikan pikiran dan menuntun-mu pada Tuhan. Dharma menciptakan perasaan pada Nama dan Wujud Tuhan. Sebagai contoh, jika engkau menyukai Nama dan Wujud Sri Krishna, engkau tentu akan menghormati dan mentaati perintah Sri Krishna seperti yang tercantum dalam Bhagawat Gita. Milikilah Nama Tuhan yang engkau pilih pada lidah dan bayangkan Wjud-Nya dalam mata batinmu, maka setan yang disebut 'Keinginan Tanpa Henti' akan terbang jauh dari pikiranmu, meninggalkan sukacita dan kepuasan dalam dirimu. Lakukan pekerjaan harianmu dengan Tuhan di dalam hatimu sebagai saksi. Mulailah sekarang dengan langkah pertama yaitu Naamasmarana (mengingat Nama Tuhan). Hal ini tentunya akan membawamu ke langkah-langkah progresif, sampai tujuan tercapai.

-BABA


Sunday, March 18, 2012

Thought for the Day - 18th March 2012 (Sunday)

Imagine you are walking at dusk when things are seen dimly and a rope lies on the path. Now each one who sees it has their own idea of what it is, though it is really just a length of rope. One steps across it, taking it to be a garland. Another thinks that it is a mark made by running water and treads on it. The third imagines it to be a vine, a creeper plucked from a tree that has fallen on the road. Some others are scared that it is a snake. Similarly, the one Divine without any change or transformation affecting It, manifests in the Universe with many names and forms, due to the dusk of maya (Illusion). Just as the dim light confuses people and provokes various feelings and reactions, maya disillusions people. The rope is ever the rope though it is the basis for all the variety.

Bayangkan engkau sedang berjalan pada senja hari, ketika ada yang terlihat samar-samar dan ada tali terletak di jalan. Sekarang setiap orang yang melihat tali tersebut memiliki gagasan tersendiri tentang tali itu, meskipun itu benar-benar seutas tali. Seseorang yang melihat tali tersebut, berpikir tali itu bisa digunakan sebagai garland. Yang lainnya berpikir bahwa tali itu adalah tanda yang dibuat oleh air dan nampak di atasnya. Orang yang ketiga membayangkan tali itu sebagai pohon merambat, yang mana tanaman merambat itu telah jatuh di jalan. Beberapa orang lainnya ketakutan mengira bahwa tali itu adalah ular. Demikian pula, karena maya (ilusi), Tuhan Yang Esa, nampak di alam semesta dengan banyak nama dan banyak wujud. Sama halnya seperti cahaya yang redup membingungkan orang-orang dan menimbulkan berbagai perasaan dan reaksi. Tali ya selamanya tetap tali meskipun tali itu telah menimbulkan berbagai macam gagasan di benak orang-orang yang melihatnya.

-BABA

Thought for the Day - 17th March 2012 (Saturday)

The Vedas proclaim that all this is Brahmam (Divinity), one unitary uniform substance, appearing only to the faulty eye as many. You must assert Aham Brahmaasmi (I am Divine); you can then transmute yourself into ‘sons of immortality’ (Amrithasya Puthraah). Since you always say Aham dehaasmi (I am the body), the combination of five elements which will one day disintegrate back into those elements, you degrade yourself into Anruthasya Puthraah, that is, ‘sons of Illusion’. It is this attitude that breeds grief and is the root of discontent. Constantly ruminate on the indwelling God; it will promote in you love for all beings. You will then see only good in others and strive only to do good to others.

Veda menyatakan bahwa semua ini adalah Brahmam (Divinity), satu kesatuan substansi, hanya karena kekeliruan mata yang melihatnya, maka nampak tidak sebagai satu kesatuan substansi. Engkau harus menegaskan Aham Brahmaasmi (Aku adalah Tuhan), selanjutnya engkau dapat mengubah dirimu menjadi 'putra keabadian' (Amrithasya Puthraah). Karena engkau selalu mengatakan Aham dehaasmi (Aku adalah badan jasmani), yaitu kombinasi dari lima elemen yang suatu hari akan hancur kembali menjadi elemen-elemen tersebut, engkau merendahkan dirimu ke Anruthasya Puthraah, yaitu, ‘anak-anak Illusion (maya)'. Sikap inilah yang melahirkan penderitaan dan adalah akar dari ketidakpuasan. Selalulah merenungkan Tuhan secara terus-menerus, hal ini akan meningkatkan perasaan cinta-kasih pada semua makhluk. Selanjutnya engkau akan melihat hanya kebaikan pada orang lain dan berusaha hanya untuk berbuat baik pada orang lain.

-BABA

Friday, March 16, 2012

Thought for the Day - 16th March 2012 (Friday)

In the present times, all things have gone up in value. Man alone has become cheap. Despite being endowed with the valuable gems of reason, discrimination and detachment, man has allowed them to slip away, and is facing the consequences with dire poverty of the spirit. He has become cheaper than animals because of the proliferation of anger, hatred and greed. People have forgotten their unity with all others, all beings and all worlds. The contemplation of unity of all beings alone can establish individual peace as well as peace in the society and in the world. All other efforts are like pouring sweet scented rose water on a heap of ash - its ineffective and foolish. It is mere ignorance that keeps you away from this task. Investigate the truth about yourself and the world. Make all efforts to build peace on this foundation of Atmajnana, the knowledge of the Atmic unity.

Pada masa sekarang ini, segala sesuatu sudah naik nilainya. Hanya saja, nilai manusia yang turun menjadi sangat rendah. Meskipun kaya dengan berbagai permata berharga, memiliki kemampuan diskriminasi dan ketidakmelekatan, manusia telah jauh tergelincir, dan mengalami kemiskinan spirit. Manusia menjadi lebih rendah daripada hewan karena berkembangnya kemarahan, kebencian, dan keserakahan. Orang-orang telah melupakan persatuan mereka dengan orang lain, semua makhluk dan semua yang ada dunia ini. Hanya kontemplasi kesatuan semua makhluk yang dapat membangun kedamaian individual maupun kedamaian pada masyarakat dan dunia. Semua upaya lainnya dapat diibaratkan seperti menuangkan air mawar di atas tumpukan abu – ini adalah tindakan bodoh dan tidak efektif. Ini adalah kebodohan belaka yang membuatmu jauh dari pekerjaan ini. Selidikilah kebenaran tentang dirimu dan dunia. Lakukanlah semua upaya untuk membangun kedamaian dengan dasar Atmajnana, pengetahuan tentang kesatuan Atma.

-BABA

Thursday, March 15, 2012

Thought for the Day - 15th March 2012 (Thursday)

Many of you are drawn to God due to health problems or mental worry of some sort or the other. Know that these are mere baits by which you have been drawn closer to God, so that you may contact Him, receive His Grace and strengthen your faith in the Divine. Problems and worries are really to be welcomed as they teach you the lessons of humility and reverence. Today, the entire world faces many problems. Many hesitate to believe that things will improve and that life for all will be happy and full of joy, that the Golden Age will ever recur. Be assured that Divinity will always be present to protect and establish righteousness, and avert the crisis upon humanity.

Banyak dari engkau tertarik pada Tuhan karena masalah kesehatan maupun kekhawatiran mental lainnya. Pahamilah bahwa semuanya ini bagaikan umpan yang mengantarkanmu lebih dekat pada Tuhan, sehingga engkau dapat menghubungi-Nya, menerima Rahmat-Nya, dan sekaligus memperkuat keyakinanmu pada Tuhan. Persoalan dan kekhawatiran hendaknya benar-benar diterima sebagai salah satu cara untuk mengajarimu tentang perlunya kerendahan hati dan penghormatan. Saat ini, seluruh dunia menghadapi banyak persoalan. Banyak orang meragukan bahwa “Zaman keemasan (Golden Age)” akan kembali terulang dan bahwa semuanya akan mengalami kebahagiaan dan penuh suka cita. Yakinlah bahwa Divinity akan selalu hadir untuk melindungi dan menegakkan kebajikan, dan mencegah krisis umat manusia.

-BABA

Wednesday, March 14, 2012

Thought for the Day - 14th March 2012 (Wednesday)

In the Gita Arjuna asks Krishna, “Is the mind so easily controllable? Even an elephant cannot drag one as the mind does; it is the nursery of waywardness, and its defiance, determination and obstinacy are very powerful. The mind will never halt at one place. Taming the mind is like capturing the wind or bundling up water. How can anyone control the mind or begin any spiritual practice with such a mind?” Krishna broke into a smile on hearing these words and said, "Arjuna! You have described the mind and know its nature very well. But it is not an impossible task; the mind can certainly be mastered. By systematic practice (abhyasa) and by relentless inquiry (vichara) and detachment (vairagya) - the mind definitely can be conquered. There is no task that cannot be accomplished by steady practice. Place faith in the Lord and practice with the firm belief that you have the power and the grace - then all tasks will become easy.”

Dalam Gita Arjuna menanyakan pada Sri Krishna, "Apakah pikiran sangat mudah dikontrol? Bahkan seekor gajah tidak dapat menarik seseorang dengan pikirannya; pikiran itu berkembang dengan ketidakpatuhan dan menentang, serta memiliki kebulatan tekad dan ketegaran yang sangat kuat. Pikiran tidak akan pernah berhenti di satu tempat tertentu. Menjinakkan pikiran dapat diibaratkan seperti menangkap angin atau mengikat air. Bagaimana seseorang bisa mengendalikan pikiran atau memulai praktek spiritual dengan pikiran seperti itu?" Krishna tersenyum saat mendengar kata-kata ini dan berkata,"? Arjuna! Engkau sudah bisa menggambarkan pikiran dan memahami sifatnya dengan sangat baik. Tetapi itu bukanlah pekerjaan yang mustahil; pikiran pasti bisa dikuasai. Dengan praktek spiritual yang sistematis (Abhyasa) dan dengan penyelidikan tanpa henti (vichara) serta tanpa kemelekatan (Vairagya) - pikiran pasti bisa ditaklukkan. Tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dicapai dengan praktek spiritual yang mantap. Tempatkanlah keyakinan pada Tuhan dan praktekkanlah dengan keyakinan yang mantap bahwa engkau mempunyai kemampuan dan engkau akan bisa mendapatkan berkat-Nya – dengan demikian semua pekerjaan akan menjadi mudah. "

-BABA

Tuesday, March 13, 2012

Thought for the Day - 13th March 2012 (Tuesday)

Everyone is after happiness. The hunt for comfortable jobs and positions of influence, the founding of banks and business houses, the growth of bungalows – all this is evidence of the eagerness to live in happiness. But there is no real eagerness to live in peace. Happiness should not be confused with peace. No one rich, well placed, prosperous or powerful has peace. Peace cannot be found in passbooks or iron safes. You can investigate and verify this truth yourself. Peace cannot also be ensured by the piling of bombs and weapons. Mere terror and counter-terror will not establish cordiality and harmony. Realize that the physical is subordinate to the spiritual. The secret to peace lies in service and love towards all beings. International peace cannot dawn until the minds are cleansed of hatred and terror; remove these two evil traits within each heart and plant therein love and service.

Setiap orang selalu mencari kebahagiaan. Mencari pekerjaan yang nyaman dan posisi yang berpengaruh, mendirikan bank dan rumah bisnis, mendirikan bungalow - semua ini adalah bukti dari keinginan untuk hidup dalam kebahagiaan. Tetapi tidak ada keinginan yang benar-benar bisa menciptakan kehidupan yang damai. Kebahagiaan hendaknya jangan dikelirukan dengan kedamaian. Tidak ada seorang pun yang kaya, dalam posisi yang bagus, makmur, atau memiliki kekuatan bisa menemukan kedamaian. Kedamaian tidak dapat ditemukan dalam buku tabungan atau brankas. Engkau dapat menyelidiki dan menguji kebenaran ini dalam dirimu sendiri. Kedamaian juga tidak bisa diperoleh dengan menumpuk bom dan senjata. Teror tidak akan membentuk kebaikan dan harmoni. Rahasia untuk mendapatkan kedamaian terletak pada pelayanan dan cinta-kasih yang ditujukan pada semua makhluk. Kedamaian secara internasional tidak bisa dimulai hingga pikiran dimurnikan dari kebencian dan teror; hilangkanlah dua sifat buruk ini dalam setiap hati dan tanamkan di dalamnya cinta-kasih dan pelayanan.

-BABA

Monday, March 12, 2012

Thought for the Day - 12th March 2012 (Monday)

Resolve to master the senses through meditation and follow it steadily, systematically and regularly, at a stated time and place, without changing them as the whim takes you. Do not alter as fancy dictates for that will bring about dire consequences. For those who eat too much and get exhausted with the task of assimilating it, those who eat less and suffer from exhaustion, those who sleep too much or too little, those who indulge in spiritual practices according to 'convenience' (that is to say, who do it for long hours one day because they have no other work, but do token meditation the next day, because they have lots of engagements), those who give free rein to the six inner enemies, those who do not confer joy on parents, and those who have little faith in the Lord installed in their hearts – for all these people spiritual practices will yield no fruit at all.

Kuasailah indera melalui meditasi dan lakukanlah dengan mantap, sistematis dan secara teratur, pada suatu waktu dan tempat tertentu. Janganlah menukarnya dengan sesuatu yang nampaknya menyenangkan karena akan menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Bagi mereka yang cenderung makan terlalu banyak sehingga membebani proses pencernaannya, atau bagi mereka yang makan terlalu sedikit dan sebagai akibatnya menderita kelaparan, atau bagi mereka yang tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau juga mereka yang melakukan praktek-praktek spiritual menurut 'kesukaannya' semata-mata (yaitu, mereka yang melakukannya selama berjam-jam sehari karena mereka tidak memiliki pekerjaan lain, meskipun di hari berikutnya tidak melakukannya lagi, karena mereka memiliki banyak kesibukan/ pekerjaan), mereka yang tidak bisa mengendalikan enam musuh yang ada di dalam diri, atau mereka yang tidak memberikan kebahagiaan pada orang tuanya, dan mereka yang memiliki sedikit keyakinan pada Tuhan dalam hati mereka – bagi orang-orang seperti ini, praktek-praktek spiritual, sama sekali tidak akan menghasilkan buah apapun.

-BABA

Sunday, March 11, 2012

Thought for the Day - 11th March 2012 (Sunday)

The devotee is the needle which is always drawn towards the magnet, God. But the needle should be near and clean enough. If you feel you haven't yet received His Grace, it is because the needle is not pure enough. You have not scraped off, by the processes of repentance, the mud, dust and rust called attachment. And by near, I do not mean physically near. I do not measure distance between you and Me in miles or metres. You may be physically very far, but mentally by My side. I am always with you, in you, beside you, ever; only you have to be aware of Me and make use of My Presence. Develop virtues, good habits and attitudes, and a noble character. With love in your heart, repeat God’s name and adopt spiritual practices, then grace will start flowing onto you.

Para bhakta dapat diibaratkan sebagai jarum yang selalu ditarik ke arah magnet, yaitu Tuhan. Tetapi jarum hendaknya dekat dengan magnet dan juga murni (tidak ada karat). Jika engkau merasa engkau belum menerima Rahmat-Nya, itu karena jarum-nya tidak cukup murni. Engkau belum dikerok, dengan proses pertobatan, lumpur, debu dan karat yang disebut kemelekatan. Dan menjadi dekat, bukan berarti dekat secara fisik. Aku tidak mengukur jarak antara engkau dan Aku dalam mil atau meter. Secara fisik, engkau mungkin sangat jauh, tetapi secara mental engkau berada di sisi-Ku. Aku selalu bersamamu, di dalam dirimu, di sampingmu, selalu, hanya engkau harus menyadari Aku dan memanfaatkan Kehadiran-Ku. Kembangkanlah kebajikan, kebiasaan serta sikap yang baik, serta karakter mulia. Dengan cinta-kasih dalam hatimu, ulangi nama Tuhan dan adopsilah praktek-praktek spiritual, maka Berkat Tuhan akan mulai mengalir padamu.

-BABA

Saturday, March 10, 2012

Thought for the Day - 10th March 2012 (Saturday)

Give up the idea that you are the doer and the beneficiary by dedicating both deed and fruit to God. Then no sin can affect you, for you are not the doer and the deed must certainly be holy. Like oil on the tongue and lotus leaf on water, the deed is with you, but of you. The joy derived from the external world opens the gateways of grief; it is fleeting. But you are eternal, the very source of bliss, Atma swarupa (embodiment of Divinity); that is your genuine nature. You are unrelated to these activities that are called deeds and their consequences which you now mistake as real. Hence, in whatever you do or hear or see, you must remain unaffected, innocent of listening or seeing. Always remember this: you are not the doer; you are just the witness, the see-er! Thus, you can confidently take up all tasks and firmly give up the fruit of your activities, dedicating them to the Lord.

Tinggalkanlah gagasan bahwa engkau adalah pelaku dan penerima manfaat dengan mendedikasikan perbuatan dan hasilnya pada Tuhan. Selanjutnya tidak ada dosa yang dapat mempengaruhimu, karena engkau bukanlah pelaku dan perbuatan tentunya menjadi suci. Seperti minyak di atas lidah dan daun teratai di atas air, perbuatan ada dalam dirimu, tetapi tidak mempengaruhimu. Sukacita yang berasal dari dunia luar membuka pintu gerbang kesedihan, sukacita ini bersifat sementara dan cepat berlalu. Tetapi engkau sesungguhnya adalah kekal, sumber dari kebahagiaan, Atma swarupa (perwujudan dari Tuhan), inilah sifat sejatimu. Engkau tidak berhubungan dengan aktivitas yang disebut dengan perbuatan dan konsekuensinya yang sekarang sebagai kesalahan nyata. Oleh karena itu, apapun yang engkau lakukan atau dengar atau lihat, engkau harus tetap tidak terpengaruh. Selalu ingat akan hal ini: engkau bukanlah pelaku; engkau hanyalah saksi, yang melihat! Dengan demikian, engkau yakin dapat mengambil semua tugas-tugas dan dengan penuh keteguhan menyerahkan buah perbuatanmu, mendedikasikannya kepada Tuhan.

-BABA

Friday, March 9, 2012

Thought for the Day - 9th March 2012 (Friday)

Just close your eyes for five minutes and think of the profit your efforts have won for you. One wish always leads to another and this goes on like a never ending chain. Initially, you wish to marry, then you get a daughter or a son, after this you desire to finish their education, marriage and the list goes on and on. The joy one gets by fulfilment of any desire is imperfect, limited, temporary and pregnant with grief. The secret to true happiness lies in vairaagya (detachment). The tongue has oil, fat and greasy substances rolling over it, but it is unaffected by these and does not become greasy. The mind too must be tamed to be unaffected by the experience of success and failure, gain and loss, well-being and illness. Practice surrendering at the feet of the Lord at all times; let His will prevail.

Tutuplah matamu selama lima menit dan pikirkan tentang manfaat dari usaha-usaha yang telah engkau dapatkan. Seseorang selalu menginginkan sesuatu yang lainnya dan hal ini berlangsung seperti sebuah rantai yang tidak pernah berakhir. Awalnya, engkau ingin menikah, selanjutnya engkau mendapatkan anak perempuan atau anak laki-laki, setelah ini engkau menghendaki agar engkau bisa menyelesaikan pendidikan mereka, pernikahan mereka dan beberapa daftar lainnya yang terus bertambah. Sukacita yang diperoleh seseorang dengan memenuhi beberapa keinginan apapun adalah tidak sempurna, terbatas, bersifat sementara, dan penuh dengan penderitaan. Rahasia kebahagiaan sejati terletak pada vairaagya (tanpa kemelekatan). Di dalam lidah ada makanan berminyak, berlemak, dan makanan tersebut bergulir diatasnya, tetapi lidah tidak terpengaruh oleh hal tersebut dan tidak menjadi berminyak. Pikiran juga harus dijinakkan agar tidak terpengaruh oleh pengalaman keberhasilan dan kegagalan, keuntungan dan kerugian, kesejahteraan dan penyakit. Praktekkanlah surrender (pasrah total) di kaki Tuhan setiap saat; biarkan hanya Kehendak-Nya yang berlaku.

-BABA

Thursday, March 8, 2012

Thought for the Day - 8th March 2012 (Thursday)

Earnest and steady faith (Sraddha) is essential to acquire Jnana. In addition you must also possess a deep yearning to imbibe the teachings of your Guru. Be very vigilant; do not yield to sloth or to company that is not congenial or encouraging. To escape such evil influences and to strengthen your mind, mastery over senses is required. But remember, want of faith or steadiness is not as destructive as the venom of doubt. Doubt is born out of ignorance (Ajnana); it penetrates into your heart and breeds there - it is the source of all disaster! Arise and engage yourself in your daily activities, giving up desire for its results and with complete faith. Then you will acquire wisdom and win liberation.

Keyakinan yang mantap dan sungguh-sungguh (Sraddha) sangat penting untuk mendapatkan Jnana. Selain itu engkau juga harus memiliki kerinduan yang mendalam untuk menyerap ajaran-ajaran dari Guru. Waspadalah, janganlah mengalah pada kemalasan atau pada pergaulan yang tidak sesuai atau yang tidak menyenangkan. Untuk menghindari pengaruh-pengaruh buruk seperti itu dan untuk memperkuat pikiran-mu, penguasaan atas indera sangat diperlukan. Tetapi ingatlah, ketiadaan keyakinan atau keragu-raguan tidak lain adalah racun yang membahayakan. Keragu-raguan lahir dari ketidaktahuan (Ajnana); ia masuk menembus ke dalam hati-mu dan berkembang biak di sana - itulah sumber semua bencana! Bangkitlah dan libatkan dirimu dalam aktivitas sehari-hari, dan dengan penuh keyakinan serahkan semua keinginan tanpa mengharapkan hasil. Setelah itu engkau akan memperoleh kebijaksanaan dan mencapai pembebasan.

-BABA

Wednesday, March 7, 2012

Thought for the Day - 7th March 2012 (Wednesday)

The world is a structure raised on one strong pillar - ”I”. This “I” is dormant during your deep sleep and hence there is no world so far as you are concerned. Similarly before you were born, and after you die, there is no world of which you are conscious. To acquire and stay fixed in this Jnana (wisdom), you must pass through the preparatory schools of Karma (dedicated activity) and Upaasana (contemplation). Dedicated activity helps you cleanse the heart of egoistic impulses. Contemplation helps you to consistently focus attention on the Universal, the Absolute. Then jnaana emerges and stays within you for ever. Once you win that jnaana, you are the equal of the wisest, for there is nothing more to know.

Dunia adalah suatu struktur yang didirikan di atas suatu pilar yang kuat - "Aku". "Aku" disini, tidak aktif selama engkau tidur nyenyak dan oleh karenanya tidak ada dunia sejauh dirimu. Demikian pula sebelum engkau lahir, dan setelah engkau meninggal, tidak ada dunia yang engkau sadari. Untuk mencapai keadaan Jnana (kebijaksanaan) ini, engkau harus melalui sekolah lanjutan Karma  dan Upaasana (kontemplasi). Karma membantumu membersihkan hati dari dorongan egoistik. Kontemplasi membantumu untuk senantiasa konsisten memusatkan perhatian pada yang Universal. Setelah itu, maka jnaana akan menyatu dalam dirimu dan tetap berada disana selama-lamanya. Setelah engkau memenangkan jnaana tersebut, engkau sama dengan yang paling bijaksana, karena tidak ada yang lebih mengetahuinya.

-BABA

Tuesday, March 6, 2012

Thought for the Day - 6th March 2012 (Tuesday)

Sincere repentance is enough to transmute sin into sanctity. The Lord graciously accepts contrition and pours His blessings. Did not the dacoit Rathnakara, who was engaged in acts of sin until the moment when wisdom dawned, become a saint through repentance? He became Sage Valmiki (the author of the epic Ramayana), is it not? His story is proof of the value of contrition. You may ask, is it enough to be free from the effects of sin alone? Should not the effects of punya (merit) be given up too? Yes, you should. Just as the roaring forest fire reduces to ashes everything in its way; so too the mighty conflagration of wisdom (Jnana) will consume and destroy all sin and all merit.

Tobat/ penyesalan yang  yang tulus sudah cukup untuk mengubah dosa menjadi suci. Tuhan dengan penuh kemuliaan-Nya menerima penyesalan dan mencurahkan berkat-Nya. Bukankah Rathnakara si Perampok, yang terlibat dalam perbuatan dosa sampai suatu saat ketika kebijaksanaan muncul, menjadi orang suci melalui pertobatan? Bukankah, ia menjadi Walmiki (penulis epik Ramayana)? Kisah dari Walmiki ini adalah bukti dari nilai suatu pertobatan/ penyesalan. Engkau mungkin bertanya, apakah kita akan mendapatkan pembebasan dari pengaruh dosa hanya dengan pertobatan? Apakah efek punya (pahala) juga mempengaruhi? Ya, demikianlah. Sama seperti kebakaran hutan membuat semua yang dilewatinya menjadi abu; demikian juga lautan api kebijaksanaan (Jnana) akan menghabiskan dan menghancurkan semua dosa dan semua pahala.

-BABA

Monday, March 5, 2012

Thought for the Day - 5th March 2012 (Monday)

The mind must become the servant of the intellect, not the slave of the senses. It must discriminate and detach itself from the body. Like the ripe tamarind fruit, which becomes loose inside the shell, it must be unattached to this shell or casement which is the body. Strike a green tamarind fruit with a stone and you cause harm to the pulp inside. But do this to a ripe fruit and what happens? It is the dry rind that falls off, nothing affects the pulp or the seed. The ripe aspirant does not feel the blow of fate or fortune. It is the unripe man, who is wounded by every blow. So too, your ignorance must fall off through your own efforts. It will not come to you as a gift or miracle. Truth, Bliss and Peace that is won by your own struggle with untruth and injustice will be the lasting treasure for you.

Mind (Pikiran) harus menjadi pelayan bagi intelek (buddhi), bukan menjadi budak dari indera. Ia (mind) harus sanggup melakukan diskriminasi (kemampuan membedakan) dan tidak melekat pada badan jasmani. Seperti buah tamarind (buah asam) yang sudah matang, menjadi tidak melekat dengan kulit luarnya, demikian juga mind hendaknya tidak terikat pada badan fisik ini. Cobalah  lempar buah tamarind yang belum matang dengan batu maka engkau akan menyebabkan kerusakan pada bagian dalam pulp (daging buah). Tetapi lakukan hal ini untuk buah tamarind yang sudah matang dan apakah yang terjadi? Hanya kulit kering yang jatuh, tidak mempengaruhi daging buah atau bijinya. Artinya, bagi para aspiran (peminat spiritual) yang sudah matang tidak begitu terpengaruh dengan nasib atau keberuntungan. Sementara bagi yang belum matang, akan sangat terluka bila mendapat pukulan. Demikian juga, kebodohanmu harus berkurang dengan usahamu sendiri. Ini tidak akan datang padamu sebagai suatu hadiah atau mukjizat. Kebenaran, Bliss, dan Kedamaian yang didapat melalui suatu perjuangan sendiri dengan ketidakbenaran dan ketidakadilan akan menjadi harta abadi untukmu.

-BABA

Thought for the Day - 4th March 2012 (Sunday)

Krishna fostered what was really beneficial to Arjuna; He paid full consideration to what will really promote the reputation, the Atma-ananda (bliss) and the Dharma (Right Conduct) of Arjuna. He tended and fended Arjuna as the very breath of His own life; He watched over Arjuna as one watches over the eye or the heart, and thus transformed him by teaching him about holy things. Krishna loved Arjuna beyond compare; that is the nature of a genuine Guru. Arjuna too was no ordinary being; he bowed in humility to Krishna and carried out sincerely the assignments from Him. Whatever the crisis, he stuck to Krishna's command and word; he wore the comradeship with the Lord as the armour that will save him from all harm, as the very body in which he dwelt, as something which he must foster, strengthen and guard. This is how Guru and Sishya (disciple) should be bound together.

Krishna telah membantu perkembangan yang benar-benar bermanfaat bagi Arjuna; Beliau memberikan perhatian penuh untuk apa yang sebenarnya akan meningkatkan reputasi (nama baik), Atma-ananda (kebahagiaan) dan Dharma (Kebajikan) bagi Arjuna. Beliau merawat dan menjaga Arjuna bagaikan nafas hidup-Nya sendiri, Ia mengawasi Arjuna bagaikan mengawasi mata atau hati-nya, dan mentransformasi Arjuna dengan mengajarinya tentang hal-hal yang suci. Krishna mencintai Arjuna tiada tara, inilah sifat seorang Guru sejati. Arjuna juga bukanlah manusia biasa, ia membungkuk dengan kerendahan hati untuk Krishna dan dilakukan dengan tulus sebagai tugas dari-Nya. Apa pun krisis yang terjadi, Arjuna selalu mematuhi perintah dan kata-kata Krishna, ia menjalin persahabatan dengan Tuhan bagaikan baju besi yang akan menyelamatkannya dari segala bahaya. Inilah bagaimana Guru dan Sishya (murid) harus terikat bersama-sama.

-BABA

Saturday, March 3, 2012

Thought for the Day - 3rd March 2012 (Saturday)

The frog caught and held in the mouth of a cobra, unaware of its fate, flicks at the snake’s tongue as if it were a fly to eat. So too, you seek joy and earn pain, hunt for pleasure and bag grief. You attach yourself to the body that decays, and let go of God. Thousands of wise men have advised about this a million times. However their words have not fallen on the soft soil of the heart and have not been watered by the tears of contrition. From now on, let your heart with clean consciousness, be a lamp. Pour into it the oil of Namasmarana (chanting of the Divine Name). Place the wick of Self-Control and keep it in position, so that the gusts of joy and grief do not scotch the flame. Light it with noble thoughts like Aham Brahmasmi (I am God). Then, you will not only have Light, but also become a source of Light.

Katak yang tertangkap dan masuk di mulut seekor kobra, pasrah pada nasibnya, tercekik dalam lidah ular seolah-olah yang dimakan cobra tersebut adalah lalat. Demikian juga, engkau selalu mencari kesenangan dan yang engkau dapatkan penderitaan, berburu untuk kesenangan dan terjebak dalam penderitaan. Engkau terikat pada badan fisikmu, yang akan rusak, dan melepaskan diri dari genggaman Tuhan. Ribuan orang bijak sudah memberitahukan tentang hal ini jutaan kali. Akan tetapi kata-kata mereka tidak jatuh pada hati yang lembut dan belum disiram dengan air mata penyesalan. Mulai sekarang, biarlah hatimu dalam kesadaran murni, menjadi lentera. Tuangkan ke dalamnya minyak dari Namasmarana (menyanyikan Nama Tuhan). Tempatkanlah sumbu Pengendalian-Diri dan tetaplah dalam posisi ini, sehingga hembusan angin kebahagiaan dan kesedihan tidak menyentuh api. Nyalakan hati dengan pikiran mulia dengan Aham Brahmaasmi (Aku adalah Tuhan). Selanjutnya, engkau tidak hanya memiliki cahaya, tetapi juga menjadi sumber cahaya.

-BABA

Friday, March 2, 2012

Thought for the Day - 2nd March 2012 (Friday)

You must endeavour to please the Guru and win his favour by obeying his teachings and serving him lovingly. No matter where they live, those lives that are untouched by spiritual practices, noble qualities and serene environment imply that they do not even possess elementary gratitude to the Guru. They may chant slogans like Krishnarpanam (dedicating it to God) but their acts reveal only deha-arpanam (dedication to the body)! Modify your conduct to win your Guru’s grace; then, wisdom and bliss is yours. Instead, if you are disobedient and critical through egoism and want of faith, you cannot be blessed by the vision of the Truth. As the cow takes to her calf, so the Guru will draw the Sishya (disciple) to himself and grant him the milk of grace and bliss. The sishya (disciple) ought to be of sterling character; then, just as a clean piece of iron gets attracted by the magnet, he will automatically receive the blessings of the Guru.

Engkau harus berusaha untuk menyenangkan Guru dan mematuhi ajaran-ajarannya serta melayaninya dengan penuh kasih. Tidak peduli di mana mereka tinggal, mereka hidup dengan tidak tersentuh oleh praktek-praktek spiritual, walaupun mereka adalah orang yang mulia dan tinggal dalam lingkungan yang tenang, mereka bahkan tidak memiliki rasa syukur pada Guru di tingkat dasar (Sekolah Dasar). Mereka mungkin menyanyikan slogan-slogan seperti Krishnarpanam (nyanyian yang dipersembahkan pada Tuhan) tetapi tindakan mereka hanya mengungkapkan deha-arpanam (dedikasi pada badan)! Rubahlah perilakumu untuk memenangkan rahmat Guru-mu; maka kebijaksanaan dan kebahagiaan akan menjadi milikmu. Sebaliknya, jika engkau tidak taat dan kritis melalui egoisme dan tiada keyakinan, engkau tidak dapat diberkati oleh visi Kebenaran. Seperti induk sapi yang memberikan susu bagi anaknya, demikian pula  Guru akan menarik Sishya (murid) ke dalam dirinya dan memberinya susu kasih karunia dan kebahagiaan. Para sishya (murid) seharusnya memiliki karakter yang luhur; maka  secara otomatis dia akan menerima berkat-berkat dari Guru; seperti besi murni yang akan tertarik oleh magnet.

-BABA

Thursday, March 1, 2012

Thought for the Day - 1st March 2012 (Thursday)

All the joy you crave for is within you. You suffer like someone who has vast riches in the iron chest, but has no idea where the key is! The flames of anger, pride, hatred, envy, etc. are more devastating than normal fire. They arise in the mind stealthily and in spurts ever demanding more and more to feed upon. Fire is called as ‘anala’ meaning  ‘Not Enough’. You dread fire when it leaps at a distance. What is to be said then of the fire that is inside your very self? How to douse these dangerous flames? There are proven extinguishers tested by experience and guaranteed by sages, and these are -Truth, Right Conduct, Peace and Love (Sathya, Dharma, Shanthi and Prema). Examine within you which qualities and habits you must discard and the ones you must retain. Only those tendencies and attitudes that remind you of the Divine into which you must merge, should be retained and developed.

Semua kebahagiaan yang engkau dambakan ada di dalam dirimu. Engkau menderita seperti seseorang yang memiliki kekayaan yang banyak di lemari besi, tetapi tidak tahu di mana kunci lemari tersebut! Api kemarahan, kesombongan, iri hati, kebencian, dll lebih menghancurkan daripada api yang biasa. Api itu muncul dalam pikiran secara diam-diam dan menyembur, memakan apapun yang ada di dekatnya. Api juga disebut sebagai 'anala'  yang berarti  'Tidak Cukup'. Engkau takut pada api ketika api terlihat di kejauhan. Bagaimana caramu menghadapi api yang ada di dalam dirimu ini? Bagaimana untuk memadamkan api yang berbahaya ini? Alat pemadam api yang sudah terbukti diuji dengan pengalaman oleh para orang bijak, adalah - Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, dan Cinta-kasih (Sathya, Dharma, Shanthi, dan Prema). Periksalah dalam dirimu  kualitas dan kebiasaan yang mana yang harus ditinggalkan dan yang mana yang harus dipertahankan. Hanya kecenderungan dan sikap  yang bisa mengingatkanmu  menyatu pada Tuhan, yang hendaknya dipertahankan dan dikembangkan.

BABA