Saturday, May 31, 2014

Thought for the Day - 31st May 2014 (Saturday)

You spend a lot of time on useless, momentary, temporary and worldly activities. Are you spending even a second of it for God? It is sufficient even if you concentrate for one second truly on the Lotus feet of Lord Krishna. If someone is given a Shiva Lingam, they have difficulty in worshipping it with Abhishekam (holy prayerful bath). But they have time to clean their shoes or other objects with utmost care and interest. They struggle to find time to perform Abhishekam with a spoon of water. It is not that they don’t have time and the process is tedious. They lack interest. People are more interested in worldly activities. You lack interest in something that is pure. Only because of lack of purity, you are losing the power of discrimination. ‘Shraddhavan Labhate Jnanam’ – only out of deep interest can one acquire wisdom. Hence we must develop interest in spiritual subjects.

Engkau menghabiskan banyak waktu yang tidak bermanfaat, sesaat, sementara, dan berbagai kegiatan duniawi. Apakah engkau menghabiskan bahkan sedetik untuk Tuhan? Hal ini cukup bahkan jika engkau benar-benar berkonsentrasi satu detik di kaki padma Sri Krishna. Jika seseorang diberikan Shiva Lingam, mereka mengalami kesulitan dalam melakukan Abhishekam. Tetapi mereka mempunyai waktu untuk membersihkan sepatu atau benda lainnya dengan hati-hati dan penuh perhatian. Mereka berjuang untuk memperoleh waktu untuk melakukan Abhishekam dengan sesendok air. Ini bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki waktu dan proses ini membosankan. Mereka tidak memiliki minat/perhatian. Orang-orang lebih tertarik pada aktivitas duniawi. Engkau tidak memiliki minat pada sesuatu yang murni. Hanya karena kurangnya kemurnian, engkau kehilangan kemampuan diskriminasi. 'Shraddhavan Labhate Jnanam' - hanya dari perhatian yang mendalam seseorang bisa memperoleh kebijaksanaan. Oleh karena itu kita harus mengembangkan perhatian pada spiritual. (My Dear Students, Vol 3,Ch 4, June 26, 1989.)

-BABA

Friday, May 30, 2014

Thought for the Day - 30th May 2014 (Friday)

One should realise the infinite powers latent in oneself. It is these powers which have enabled mankind to invent the most wonderful kinds of machinery. Humans are, therefore, more valuable than the most precious things in the world. It is human beings who imparts value to things by the changes they make in them, as in the case of diamonds or a work of art. In the spiritual field, humans are enjoined at the very outset to know oneself. One should not be a slave of the senses. Nor should one follow others like sheep. ‘Be a ship and not sheep.’ A ship serves to carry others and cross the Ocean. The one who pursues the spiritual path not only benefits himself but promotes the well-being of others. Consider the body as a vessel, wisdom as a rope 'and use the vessel to draw the nectar of Divinity from the well of spirituality. Not otherwise can immortality be attained.

Seseorang harus menyadari kekuatan tak terbatas yang tersembunyi dalam dirinya. Kekuatan inilah yang telah memungkinkan manusia untuk menciptakan berbagai jenis mesin/peralatan. Oleh karena itu, manusia lebih berharga daripada apapun yang paling berharga di dunia. Hanya manusia yang mampu menanamkan nilai pada sesuatu dengan perubahan yang mereka lakukan di dalamnya, misalnya berlian atau sebuah karya seni. Di bidang spiritual, pertama-tama manusia diperintahkan supaya mengenal dirinya sendiri. Kita seharusnya tidak menjadi budak dari indera maupun tidak mengikuti orang lain seperti domba. "Engkau hendaknya seperti kapal dan bukan seperti domba." Sebuah kapal berfungsi untuk membawa orang lain dan menyeberangi Samudera. Orang yang mengikuti jalan spiritual tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri tetapi meningkatkan kesejahteraan orang lain. Anggaplah bahwa badan jasmani ini sebagai kapal, kebijaksanaan sebagai tali dan gunakanlah kapal untuk menarik nektar Tuhan dari sumur spiritualitas. Janganlah berlaku sebaliknya, maka keabadian dapat dicapai. (My Dear Students, Vol 2, Ch 11, Mar 5, 1995.)

-BABA

Thursday, May 29, 2014

Thought for the Day - 29th May 2014 (Thursday)

Dharmaraja always had Bheema to his left and Arjuna to his right. What is the significance? Bheema is remembered as a person of physical strength. Arjuna is known for his purity and valour. Do not take it that Dharmaraja was merely surrounded by people with physical strength and valour. Dharmaraja was always upright in practicing right conduct and moral principles. Hence, Bhima too always obeyed him and never misused his physical strength anywhere. Arjuna personified purity and possessed various powers and capabilities. He also won the friendship of Lord Krishna and various honours from Indra and others. Unlike the present day honours awarded by various Governments, Arjuna wore purity and valour as his decorations. Because purity and valour were on either sides, righteousness prevailed during the rule of Dharmaraja or Yudishtra.

Dharmaraja selalu memiliki Bima di sebelah kiri dan Arjuna di sebelah kanannya. Apa artinya? Bima dikenal sebagai orang yang memiliki kekuatan fisik. Arjuna dikenal karena kemurnian dan keberaniannya. Jangan menganggap bahwa Dharmaraja itu hanya dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki kekuatan fisik dan keberanian. Dharmaraja selalu menjalankan perilaku yang benar dan prinsip-prinsip moral. Oleh karena itu, Bima selalu mematuhinya dan tidak pernah menyalahgunakan kekuatan fisiknya dimanapun. Arjuna merupakan personifikasi kemurnian dan memiliki berbagai kekuatan dan kemampuan. Ia juga memenangkan persahabatan dengan Sri Krishna dan berbagai penghargaan dari Dewa Indra dan lain-lain. Berbeda dengan penghargaan hari ini yang diberikan oleh berbagai pemerintah, Arjuna menggunakan kemurnian dan keberanian sebagai tanda jasanya. Karena kemurnian dan keberanian berada di kedua sisi, kebenaran selalu berlaku selama pemerintahan Dharmaraja atau Yudishtra. (My Dear Students, Vol 3,Ch 5, June 26, 1989.)

-BABA

Wednesday, May 28, 2014

Thought for the Day - 28th May 2014 (Wednesday)

In the world today, knowledge falls into three categories. (1) In terms of daily life, there is factual knowledge based on perception. To treat facts as truth and fiction as untruth is practical knowledge. (2) In the second category are those who regard the phenomenal world as real and treat all that cannot be seen or heard as unreal or non-existent. They regard Nature as real and God as non-existent. (3) The third category consists of those who make no distinction between one thing and another and hold the view that the whole universe is a projection of the Divine and is permeated by the Divine. This is spiritual knowledge. Doubtless, knowledge of the phenomenal world is necessary. But one should go beyond it to know the Eternal and Unchanging Reality. Education is not the be-all and end-all of life; tt is only a part of it. Virtues are the backbone of life and spiritual path is the only means of cultivating it.

Di dunia saat ini, pengetahuan merosot ke dalam tiga kategori. (1) Dalam hal kehidupan sehari-hari, ada pengetahuan faktual berdasarkan persepsi. Membuat fakta sebagai kebenaran dan fiksi sebagai ketidakbenaran adalah pengetahuan praktis. (2) Kategori kedua adalah mereka yang menganggap dunia fenomenal sebagai nyata dan memperlakukan semua yang tidak dapat dilihat atau didengar sebagai tidak nyata atau tidak ada. Mereka menganggap Alam itu nyata dan Tuhan itu tidak ada. (3) Kategori ketiga terdiri dari orang-orang yang tidak membeda-bedakan satu dan lain hal, dan memegang pandangan bahwa seluruh alam semesta adalah proyeksi dari Tuhan dan diresapi oleh Tuhan. Inilah pengetahuan spiritual. Tidak diragukan lagi, bahwa pengetahuan tentang dunia yang dapat dilihat ini diperlukan, tetapi seseorang harus melampaui itu untuk mengetahui Yang Abadi dan Realitas/Kebenaran yang Tidak berubah. Pendidikan bukan menjadi semuanya dan akhir semua kehidupan; pendidikan hanya bagian dari itu. Kebajikan adalah tulang punggung kehidupan dan jalan spiritual adalah satu-satunya cara untuk mengembangkannya. (Divine Discourse, June 26, 1989.)

-BABA

Tuesday, May 27, 2014

Thought for the Day - 27th May 2014 (Tuesday)

In the conflict between the Materialistic Path (Preyo Marg) and the Spiritual Path (Shreyo Marg), people are deluded into materialism and are ready to sacrifice their lives for sensory pleasure. Instead, should they not dedicate their lives for higher truth? The power of Shreyas can confer boundless bliss. Those who are after sensual pleasures will not readily listen to the words of others who advise them to give up their evil ways. On the contrary, they will try to drag them down to their level. Those who pursue the spiritual path benefit themselves and also promote the well-being of others. They are like the incense-stick that consumes itself in the process of spreading fragrance. Hence pursue Shreyo Marg and realise your inherent Divinity.

Dalam pertentangan antara Jalan materialistis (Preyo Marg) dan Jalan Spiritual (Shreyo Marg), orang-orang terperdaya menjadi materialisme dan siap untuk mengorbankan hidup mereka untuk kesenangan indera. Sebaliknya, haruskah mereka tidak mendedikasikan hidup mereka untuk kebenaran yang lebih tinggi? Kekuatan Shreyas dapat memberi kebahagiaan tak terbatas. Mereka yang menuruti kesenangan indera tidak akan mudah mendengarkan kata-kata orang lain yang menyarankan mereka untuk meninggalkan jalan yang buruk. Sebaliknya, mereka akan mencoba untuk menyeretnya ke level mereka. Mereka yang mengejar jalan spiritual menguntungkan diri mereka sendiri dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi orang lain. Mereka dapat diibaratkan seperti batang dupa yang menghabiskan dirinya sendiri dalam proses menyebarkan aroma. Oleh karena itu engkau hendaknya mengikuti Shreyo Marg dan menyadari Divinity yang inherent/melekat dalam dirimu.

-BABA

Monday, May 26, 2014

Thought for the Day - 26th May 2014 (Monday)

The basic cause for the occurrence of feelings like hatred, jealousy and anger is that your human body is constituted by the five elements. As long as the body remains, it will be subject to these emotions. For instance, the experience derived through the senses and the mind occurs when you are awake. When you are sleeping, they are not present. During your sleep, even the mind is absent; you are unconscious even of your breath. In the dream state, you are not even aware of the life process. It is clear that experiences in the dream state are real in that state. There are no dreams in the waking state and there are no perceptions of the waking state in the dream state. In both situations the ‘I’ is the same, only the states are different. Hence reality or Truth is that ‘I’ (Divine Soul) which remains in all the states, and in past, present and future.

Penyebab dasar terjadinya perasaan seperti kebencian, kecemburuan, dan kemarahan adalah bahwa badan manusia terdiri dari lima elemen. Selama badan jasmani tetap ada, maka akan dikenakan emosi-emosi ini. Sebagai contoh, pengalaman yang diperoleh melalui indera dan pikiran terjadi ketika engkau sedang terjaga. Ketika engkau sedang tidur, mereka tidak ada. Selama engkau tidur, bahkan pikiran tidak ada; engkau tidak sadar bahkan akan napasmu. Dalam keadaan bermimpi, engkau bahkan tidak menyadari proses kehidupan. Hal ini jelas bahwa pengalaman di saat mimpi hanya nyata di saat itu saja. Tidak ada mimpi dalam keadaan sadar dan tidak ada persepsi dari keadaan sadar dalam keadaan mimpi. Dalam kedua situasi 'I' adalah sama, hanya situasinya yang berbeda. Oleh karena itu realitas atau Kebenaran adalah bahwa 'I' (Divine Soul) yang tetap ada di semua situasi, di masa lalu, sekarang dan masa depan.

-BABA

Sunday, May 25, 2014

Thought for the Day - 25th May 2014 (Sunday)

Youngsters feel that they need more freedom, and they dislike sense control. They think that they should be able to go where they like and live as they please, without any restrictions. Birds and animals enjoy such freedom. There is no rule whatsoever for monkeys and dogs. They wander where they want and do what they please whenever they wish. What is the specialty of human beings? A human being is one who understands what ‘Sveccha’ truly means (generally translated as ‘One’s will’). Sva (Self) + Ichcha (Desires or thoughts) = Sveccha. Living with thoughts relating to the Divine Self (Atma) is Swecha. Following the demands of the body is not Swecha. After discriminating good and bad, and right and wrong, you must exercise control over the body, observe the thoughts entertained by the mind and follow that which gives satisfaction to your Divine Nature. That is true freedom.

Para pemuda merasa bahwa mereka membutuhkan lebih banyak kebebasan, dan mereka tidak suka mengendalikan indera. Mereka berpikir bahwa mereka harus bisa pergi kemanapun mereka suka dan hidup sesuka mereka, tanpa batasan. Burung dan binatang menikmati kebebasan seperti itu. Tidak ada aturan apapun untuk monyet dan anjing. Mereka berkeliaran dimanapun yang mereka inginkan dan melakukan apa yang mereka ingin lakukan kapanpun mereka inginkan. Apa yang khusus dari manusia? Seorang manusia adalah orang yang mengerti dengan benar apa itu 'Sveccha'. Sva (Self/Atma) + Ichcha (keinginan atau pikiran) = Sveccha. Menjalani kehidupan dengan pikiran yang senantiasa berhubungan dengan Atma adalah Swecha. Mengikuti tuntutan badan jasmani bukanlah Swecha. Setelah membedakan baik dan buruk, dan benar dan salah, engkau harus melakukan kontrol atas badan jasmani, mengamati pikiran yang ditunjukkan oleh batin dan mengikuti apa yang memberikan kepuasan kepada Kodrat Ilahi-mu. Itulah kebebasan sejati.

-BABA

Saturday, May 24, 2014

Thought for the Day - 24th May 2014 (Saturday)

You hear some good news and a little later, you hear some sad news. Sometime after that you hear harsh and abusive words. Your ears heard all words of praise and blame alike. But when happy news was told, your heart felt elated, and it shrunk when sad news was heard. The same heart got enraged when the ears heard harsh words and was filled with joy when it heard words of praise! The ears by themselves are incapable of any reaction; they merely transmit the message. Thus the senses by themselves are not conscious, they are inconscient (Jada). Then how can the operations of these senses and the experiences resulting from them be deemed as Truth or Reality (Sathya)? Understand clearly that as the senses are unreliable, the reactions produced by them are also equally unreliable. If you enquire along these lines, you will develop discrimination and can easily overcome sorrow.

Engkau mendengar beberapa kabar baik dan kemudian engkau mendengar beberapa berita sedih. Beberapa waktu setelah itu engkau mendengar kata-kata yang kasar dan kejam. Telinga yang sama mendengar semua kata-kata pujian dan hinaan. Tetapi ketika disampaikan berita gembira, hatimu merasa gembira, dan hatimu merasa sedih ketika engkau mendengar berita menyedihkan. Hati yang sama akan merasa sangat marah ketika telinga mendengar kata-kata kasar dan akan penuh dengan sukacita ketika mendengar kata-kata pujian! Telinga sendiri tidak mampu bereaksi apapun; ia hanya mengirimkan pesan. Dengan demikian indera sendiri tidak sadar, ia inconscient (Jada). Lalu bagaimana bisa cara kerja indera ini dan pengalaman yang dihasilkannya dianggap sebagai Benar atau Nyata (Sathya)? Engkau hendaknya memahami dengan jelas bahwa indera tidak dapat di percaya, reaksi yang dihasilkannya juga sama-sama tidak dapat di percaya. Jika engkau mengadakan penyelidikan di sepanjang jalur ini, engkau akan mengembangkan diskriminasi dan dapat dengan mudah mengatasi kesedihan.

-BABA

Friday, May 23, 2014

Thought for the Day - 23rd May 2014 (Friday)

A true devotee would never get disgusted at any point of time, nor get bored, tired or vexed listening to the same teachings. You may perhaps be hearing the same message over and over again from Bhagawan! How do you rationalize this? Don’t you take food repeatedly for the same stomach, several times during your lifetime? Don’t you wash the same face many times in a week? That music, which you consider as pleasurable, don’t you listen to it, many times frequently? Consider an even simpler example: you drink coffee or tea – have you ever got bored of it, despite consuming it for 15 or 20 years? You perhaps wait for that cup with excitement and enthusiasm, and will even get a headache if it is delayed by a couple of minutes! Similarly, it is essential to listen to such spiritual instructions, ruminate and experience the joy of devotion without the slightest feeling of disinterestedness.

Seorang bhakta sejati tidak akan pernah benci pada setiap titik waktu, atau bosan, lelah atau jengkel mendengarkan ajaran yang sama. Engkau mungkin dapat mendengar pesan yang sama berulang-ulang dari Bhagawan! Bagaimana engkau merasionalisasi ini? Apakah engkau tidak mengambil makanan berulang kali untuk perut yang sama, beberapa kali selama hidupmu? Apakah engkau tidak mencuci wajah yang sama berkali-kali dalam seminggu? Musik, yang engkau anggap menyenangkan, bukankah engkau mendengarkannya berkali-kali? Perhatikan contoh yang lebih sederhana: engkau minum kopi atau teh - apakah engkau pernah bosan, meskipun telah mengkonsumsinya selama 15 atau 20 tahun? Bisa jadi engkau menunggu secangkir teh atau kopi dengan kegembiraan dan antusiasme, dan bahkan engkau akan mengalami sakit kepala jika tertunda beberapa menit! Demikian pula, adalah penting untuk mendengarkan instruksi spiritual seperti itu, memikirkan dan mengalami sukacita pengabdian dengan rasa penuh minat dan perhatian.

-BABA

Thursday, May 22, 2014

Thought for the Day - 22nd May 2014 (Thursday)

Desires are a source of pleasure for man, but they are also the cause of grief. The mind has to be brought under control. Even thousands of men cannot hold back a fast-moving train. But the train comes to a stop the moment brake is applied. The same applies to the vagaries of the mind. When the mind is controlled, all sorrows cease. The Divine Atma, which dwells in the heart of every human being, is not recognized because it is covered by the clouds of desire. The splendour of the sun is revealed when a wind drives away the clouds that hide the sun. Likewise, when the wind of love blows away the clouds of desire in the heart, the ego (‘I’ ness) and possessiveness (sense of ‘mine’) are driven out and the effulgence of the Atma within is revealed in all its glory.

Keinginan adalah sumber kesenangan bagi manusia, tetapi keinginan juga merupakan penyebab penderitaan. Pikiran harus dikendalikan. Bahkan ribuan orang tidak bisa menahan kereta yang bergerak cepat. Tetapi kereta berhenti saat rem diinjak. Hal yang sama berlaku untuk liku-liku pikiran. Ketika pikiran dikontrol, semua penderitaan berhenti. Atma, yang bersemayam di dalam hati setiap manusia, tidak disadari karena tertutup oleh awan keinginan. Kemegahan matahari terungkap ketika angin mengusir awan yang menyembunyikan matahari. Demikian juga, ketika angin cinta-kasih meniup jauh awan keinginan dalam hati, yaitu ego ('I' ness) dan posesif (rasa 'milikku') didorong keluar maka cahaya dari Atma yang ada di dalam diri terungkap dengan segala kemuliaannya.

-BABA

Wednesday, May 21, 2014

Thought for the Day - 21st May 2014 (Wednesday)

All human activities must be undertaken with the sole aim of pleasing God. To attain such exalted heights, you must acquire true spiritual knowledge. Spiritual wisdom aids in subduing the senses. Ravana learnt 64 disciplines of education and was an expert in many fields. However he has been labeled foolish and ignorant. Why? He was a slave to the senses. Rama, though learnt only 32 disciplines, subdued His senses and hence is exalted even today. Learning from this, all educated people must realize that a truly knowledgeable person is one who gained control over their senses. People who accomplished this significant inner victory are excellent examples portraying clearly the element of devotion.

Semua aktivitas manusia harus dilakukan dengan satu tujuan yaitu untuk menyenangkan Tuhan. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, engkau harus memperoleh pengetahuan spiritual sejati. Kebijaksanaan spiritual membantu dalam menundukkan indera. Rahwana telah mempelajari 64 disiplin ilmu dan ahli di berbagai bidang. Walaupun demikian ia dicap bodoh. Mengapa? Rahwana adalah seorang budak indera. Rama, meskipun hanya belajar 32 disiplin ilmu, mampu menundukkan indera-Nya dan karenanya dimuliakan bahkan sampai saat ini. Belajar dari hal ini, semua orang yang berpendidikan harus menyadari bahwa orang yang benar-benar berpengetahuan adalah orang yang mampu mengendalikan indera mereka. Orang yang telah mencapai kemenangan batin yang signifikan ini adalah contoh yang sangat jelas menggambarkan unsur pengabdian.

-BABA

Tuesday, May 20, 2014

Thought for the Day - 20th May 2014 (Tuesday)

Today 90% of our population is involved in sensual desires. These days, education also is mainly concerned with sensory pursuits. Most efforts are related to the attainment of sensual desires and almost all enjoyments are related to the senses. The acquisition of wealth also is for enjoying trivial sensual pleasures. Thus all efforts are directed to acquire pleasure of the body, the mind and the senses (Preyas). There is no doubt that there is a need for some concern about physical comforts. We must discharge our family responsibilities and serve the society, leveraging our human body. However this should not be the ultimate goal of life. Together with these, there must be a deeper yearning for a higher, qualitative spiritual life, Shreyas. When we yearn for Shreyas, even Preyas gets fulfilled.

Saat ini 90% penduduk kita terlibat dalam keinginan sensual. Demikian juga dengan pendidikan, sebagian besar berkaitan dengan pengejaran indera. Sebagian besar usaha-usaha dihubungkan dengan pencapaian keinginan sensual dan hampir semua kesenangan yang berhubungan dengan indera. Memperoleh kekayaan juga untuk menikmati kesenangan sensual. Jadi semua upaya diarahkan untuk memperoleh kesenangan badan, pikiran, dan indera (Preyas). Tidak ada keraguan bahwa ada kebutuhan untuk beberapa kekhawatiran tentang kenyamanan fisik. Kita harus melaksanakan tanggung jawab keluarga kita dan melayani masyarakat, dengan wujud manusia ini. Namun hal ini tidak harus menjadi tujuan akhir dari kehidupan. Bersama dengan ini, harus ada kerinduan mendalam yang lebih tinggi, kehidupan spiritual, yaitu Shreyas. Ketika kita menginginkan Shreyas, bahkan Preyas akan terpenuhi. (My Dear Students, Vol 2, Ch 11, Mar 5, 1995)

-BABA

Monday, May 19, 2014

Thought for the Day - 19th May 2014 (Monday)


A young woman today aspires to be a good wife but not an exemplary mother. A student today does not aspire to be an exemplary father, but an attractive husband. Adding to this woe, parents today encourage such education which promotes these aspirations. Youngsters also forget their responsibilities to be discharged as exemplary parents. A typical father in today’s society does not want his son, above all, to be a man of virtue. He wants him to be a man of great education. Those parents alone, who aspire for transforming their children to be men and women of virtue, are worthy. Worldly education alone should not be the goal of life. Virtues are the true backbone of life. Education must be for life, not merely for a living. To accomplish this, spiritual thoughts and spiritual path is highly essential.

Saat ini, para wanita muda berkeinginan untuk menjadi istri yang baik tetapi bukan seorang ibu teladan. Seorang siswa saat ini tidak menginginkan untuk menjadi seorang ayah yang teladan, tetapi suami yang menarik. Lebih menyedihkan lagi, orang tua saat ini mendorong pendidikan seperti ini untuk mendukung keinginan-keinginan tersebut. Para pemuda juga melupakan tanggung jawab mereka untuk menjadi orang tua teladan. Typical seorang ayah dalam masyarakat saat ini tidak ingin anaknya, untuk menjadi seorang laki-laki yang memiliki sifat utama (baik). Dia ingin dia menjadi orang yang yang berpendidikan besar. Hanya para orang tua, yang berkeinginan untuk mengubah anak-anak mereka untuk menjadi pria dan wanita yang memiliki sifat-sifat yang utama, yang layak dihormati. Pendidikan duniawi bukan menjadi tujuan hidup. Kebajikan adalah tulang punggung sejati kehidupan. Pendidikan harus untuk hidup, bukan hanya untuk mencari nafkah. Untuk mencapai hal ini, pikiran spiritual dan jalan spiritual sangat penting. (My Dear Students, Vol 3,Ch 4, June 26, 1989)
-BABA

Sunday, May 18, 2014

Thought for the Day - 18th May 2014 (Sunday)

All of you have two desires – Shreyas and Preyas. People are attracted by all kinds of objects in the world. People seek only those that will please the senses. Deriving pleasure from time to time through sense organs is described as Preyas. Preyas is not enduring, it is like a mirage. Sensuous pleasures are momentary and leave a trail of pain behind. However, from the learned to the illiterate, most people seek only such fleeting and unreal pleasures. Indulgence in sensual pleasures lead to bad practices and wrong conduct. You must graduate from Preyas to Shreyas. Shreyas means overcoming the demands of the senses and achieving spiritual bliss. All actions connected to the soul are related to Shreyas, while Preyas is related to the body.

Engkau memiliki dua keinginan - Shreyas dan Preyas. Orang-orang tertarik dengan segala macam benda di dunia. Mereka hanya mencari apa yang menyenangkan indera. Mendapatkan kesenangan melalui organ-organ indera digambarkan sebagai Preyas. Preyas tidak abadi, itu seperti fatamorgana. Kesenangan sensual yang sesaat dan meninggalkan jejak penderitaan di kemudian hari. Bahkan, dari yang terpelajar sampai yang buta huruf, kebanyakan orang hanya mencari kesenangan yang bersifat sementara dan tidak nyata tersebut. Mengumbar kesenangan sensual menyebabkan praktik-praktik yang buruk dan perilaku yang salah. Engkau harus lulus dari Preyas ke Shreyas. Shreyas berarti mengatasi tuntutan indera dan mencapai kebahagiaan spiritual. Semua tindakan yang terhubung ke jiwa terkait dengan Shreyas, sementara Preyas berhubungan dengan badan. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005)

-BABA

Saturday, May 17, 2014

Thought for the Day - 17th May 2014 (Saturday)

When you offer salutations to someone, understand that you are saluting your own self. That ‘someone’ is none other than your own reflection. See others just as you see your own reflection in the mirror. When you are surrounded by many mirrors, you see a number of reflections. Reflections are many but the person is one. Reactions, reflections, and resounds are many but the reality is one. Names and forms may be different, but all beings are part and parcel of the same Divine Principle. Divinity is the underlying principle in the apparent multiplicity of this world. When I am speaking here, My voice is heard through each and every loudspeaker in this hall. In the same manner there exists the principle of unity in our hearts which we have to recognise.

Ketika engkau memberikan salam hormat kepada seseorang, engkau hendaknya memahami bahwa engkau sedang menghormati dirimu sendiri. Orang itu tidak lain adalah bayangan dirimu sendiri. Lihatlah orang lain sama seperti engkau melihat bayangan dirimu sendiri di cermin. Ketika engkau dikelilingi oleh banyak cermin, engkau melihat sejumlah bayangan. Bayangannya banyak tetapi orang itu satu. Reaksi, refleksi, dan gema banyak tetapi kenyataannya adalah satu. Nama dan wujud mungkin berbeda, tetapi semua makhluk adalah bagian dari Prinsip Ilahi yang sama. Divinity adalah prinsip dasar dalam multiplisitas nyata dari dunia ini. Ketika Aku berbicara di sini, suara-Ku terdengar melalui setiap loudspeaker di aula ini. Dengan cara yang sama terdapat prinsip kesatuan dalam hati kita yang kita harus sadari. (Divine Discourse, May 13, 2006)

-BABA

Friday, May 16, 2014

Thought for the Day - 16th May 2014 (Friday)

In the Solar System the Earth is a miniscule entity. Asia is small in comparison to the Earth. Within Asia, India is just one country and within India, the district of Anantapur is still smaller; and Prasanthi Nilayam within Anantapur is tinier in comparison. Within Prasanthi Nilayam, you perhaps stay in one room. Then, why should you have an ego that is bigger than the Universe in its totality? This is totally an act of delusion, arising from ignorance. In fact, a great scholar, devotee and role model on the path of spirituality from ancient yore, Bhartruhari stated, “Out of ignorance I behaved like an elephant in rut thinking that there is no one superior to me. Because of the Divine Vision of sages and their teachings, I learnt the truth. Just as a disease can be cured by taking appropriate medicine, the fickle mind can be subdued by the Darshan and the teachings of sages and scholars.”

Dalam Tata Surya, Bumi adalah entitas yang sangat kecil. Asia lebih kecil dibandingkan dengan Bumi. Di Benua Asia, India adalah salah satu negara dan dalam negara India, distrik Anantapur adalah kecil; dan Prasanthi Nilayam yang berada dalam distrik Anantapur lebih kecil. Di Prasanthi Nilayam, engkau mungkin tinggal dalam suatu kamar. Lalu, mengapa engkau memiliki ego yang lebih besar dari alam semesta? Ini adalah delusi yang timbul dari ketidaktahuan. Bahkan, seorang terpelajar, bhakta dan teladan di jalan spiritual pada zaman dahulu, Bhartruhari menyatakan, "Karena ketidaktahuan, saya berperilaku seperti gajah dalam liang yang berpikir bahwa tidak ada yang unggul dibandingkan dengan saya. Karena Visi Ilahi dari para orang bijaksana dan ajaran mereka, saya belajar kebenaran. Sama seperti penyakit dapat disembuhkan dengan minum obat yang tepat, pikiran yang berubah-ubah dapat ditundukkan oleh Darshan dan ajaran dari para orang bijaksana dan terpelajar." (My Dear Students, Vol 2,Ch 10, Jun 26, 1989)

-BABA

Thursday, May 15, 2014

Thought for the Day - 15th May 2014 (Thursday)

Buddha taught that we should not have anger, not find others’ faults, and also not harm others, because all are the embodiments of the pure and eternal principle of the Atma. Have compassion towards the poor and help them to the extent possible. You think those who do not have food to eat are poor people. You cannot call someone poor just because they do not have money or food to eat. Truly speaking, nobody is poor. All are rich, not poor. Those whom you consider as poor may not have money, but all are endowed with the wealth of a loving heart (hridaya). Understand and respect this underlying principle of unity and Divinity in all, and experience bliss. Do not have narrow considerations like ‘these are my friends, they are my enemies, those are my relations’ and so on. All are one, be alike to everyone. This is the most important teaching of Buddha.

Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya tidak marah, tidak menemukan kesalahan orang lain, dan juga tidak merugikan orang lain, karena semuanya merupakan perwujudan dari prinsip Atma yang murni dan abadi. Engkau hendaknya memiliki belas kasihan terhadap orang miskin dan membantu mereka sebanyak mungkin. Engkau berpikir mereka yang tidak memiliki makanan untuk dimakan adalah orang-orang yang miskin. Engkau tidak dapat mengatakan seseorang miskin hanya karena mereka tidak memiliki uang atau makanan untuk dimakan. Sesungguhnya, tidak ada yang miskin. Semuanya kaya, tidak miskin. Orang-orang yang engkau anggap sebagai orang miskin mungkin tidak memiliki uang, tetapi semua diberkati dengan kekayaan hati yang penuh kasih (Hridaya). Engkau hendaknya memahami dan menghormati prinsip ini yang mendasari kesatuan dan Divinity dalam semuanya, dan mengalami kebahagiaan. Janganlah memiliki pertimbangan sempit seperti 'ini adalah teman-teman saya, mereka adalah musuh saya, mereka ada pertalian dengan saya' dan sebagainya. Semuanya adalah satu, berlakulah sama untuk semua orang. Inilah ajaran yang paling penting dari Buddha. (Divine Discourse, May 13, 2006)

-BABA

Wednesday, May 14, 2014

Thought for the Day - 14th May 2014 (Wednesday)

Buddha experienced the unity of all creation. There was total transformation in Him once He attained the vision of ekatma (oneness of the atma). He realised that all worldly relations were false. He transcended body consciousness. That is why he earned the appellation Buddha (the enlightened one). Man should use his buddhi (intellect) to understand this principle of unity. Buddhi is of two types: the buddhi that sees diversity in unity is worldly intelligence. You should develop adhyatmic buddhi (spiritual intelligence) in order to realise the underlying unity of all creation. It gives you the experience of the atmic principle which is the same in the entire creation. Buddha attained the vision of the atma. Truly speaking, Buddha is not just one individual. All of you are Buddhas. You will see unity everywhere once you understand this truth.

Buddha mengalami kesatuan dengan semua ciptaan. Ada transformasi total dalam diri-Nya setelah Beliau mencapai visi ekatma (keesaan atma). Beliau menyadari bahwa semua hubungan duniawi adalah palsu. Beliau melampaui kesadaran badan jasmani. Itulah sebabnya Beliau mendapat sebutan Buddha (yang tercerahkan). Manusia harus menggunakan buddhinya (akal) untuk memahami prinsip kesatuan ini. Buddhi terdiri dari dua jenis: buddhi yang melihat keragaman dalam kesatuan adalah kecerdasan duniawi. Engkau harus mengembangkan buddhi adhyatmic (kecerdasan spiritual) untuk mewujudkan kesatuan yang mendasari semua ciptaan. Ini memberikan kepadamu pengalaman prinsip atma yang sama pada semua ciptaan. Buddha mencapai visi atma tersebut. Sesungguhnya Buddha bukan hanya satu, kalian semua adalah Buddha. Engkau akan melihat kesatuan di mana-mana setelah engkau memahami kebenaran ini. (Divine Discourse, May 13, 2006)

-BABA

Tuesday, May 13, 2014

Thought for the Day - 13th May 2014 (Tuesday)

When a machine can get rusted without proper use and neglect, will not the human body and mind get rusted if it is not well maintained? Where does the rust come from? Dust accumulates on the machine when it is not used. Then over time the dust gets converted into rust. Due to this rust, the machine loses all its efficiency and productivity. It then needs to be repaired and is so taken to the workshop. There, it is overhauled and then it returns to its best and becomes fully productive. What should you do to become the best you can be? You must remove the rust and dust in you! The rust and dust are the evil intentions and your wavering mind. Submit your body and mind to the Lord, and keep them in good working condition at all times. You will then become the best.

Ketika mesin bisa berkarat tanpa penggunaan yang tepat dan diabaikan, tidakkah badan manusia dan pikiran bisa berkarat jika tidak terawat? Darimana karat itu berasal? Debu terakumulasi pada mesin ketika tidak digunakan. Kemudian seiring waktu debu akan diubah menjadi karat. Karena karat ini, mesin kehilangan semua efisiensi dan produktivitasnya. Kemudian perlu diperbaiki dan dibawa ke bengkel. Disana, mesin itu dibongkar dan kemudian kembali ke performa terbaiknya dan menjadi produktif kembali. Apa yang harus engkau lakukan untuk menjadi yang terbaik yang engkau bisa lakukan? Engkau harus menghapus karat dan debu yang ada di dalam dirimu! Karat dan debu adalah niat jahat dan pikiranmu yang goyah. Serahkanlah badan dan pikiranmu kepada Tuhan, dan setiap saat menjaga mereka dalam kondisi kerja yang baik. Maka engkau akan menjadi yang terbaik. (My Dear Students, Vol 3,Ch 4, June 21, 1989)

-BABA

Monday, May 12, 2014

Thought for the Day - 12th May 2014 (Monday)


The world is a mixture of good and bad, of right and wrong, joy and sorrow, victory and defeat. In a world replete with such opposites, you must constantly make the choice between what is right and proper, and what is wrong and undesirable. You must not let yourself be guided by the mind. You must follow the directions of the intelligence. As long as you follow the mind, you cannot attain the Divine. Youth often tend to go by the inclinations of the mind, neglecting their intelligence and consequently are subject to agitations and frustrations. Discrimination is a big help to avoid such situations. Ask yourself “I am a human being; how must I conduct myself in this situation such as to win the respect and regard of others?” and act in accordance. You will certainly find the right answers on what you should do and where you should go. Humility and discrimination are the indexes of an educated person.
Dunia merupakan perpaduan baik dan buruk, benar dan salah, suka dan duka, kemenangan dan kekalahan. Dalam dunia yang penuh dengan pertentangan seperti itu, engkau secara terus-menerus harus membuat pilihan antara apa yang benar dan tepat, dan apa yang salah dan tidak diinginkan. Engkau seharusnya tidak membiarkan dirimu dibimbing oleh pikiran. Engkau harus mengikuti petunjuk dari akal budimu. Selama engkau mengikuti pikiran, engkau tidak dapat mencapai Ilahi. Para pemuda cenderung untuk mengikuti keinginan pikiran, mengabaikan akal budi mereka dan akibatnya tunduk pada agitasi dan frustrasi. Diskriminasi merupakan bantuan besar untuk menghindari situasi seperti itu. Tanyalah pada dirimu sendiri "Saya seorang manusia; bagaimana saya harus memperlakukan diri saya dalam situasi seperti ini untuk mendapatkan rasa hormat dan penghargaan orang lain?" dan bertindak yang sesuai. Engkau pasti akan menemukan jawaban yang tepat tentang apa yang harus engkau lakukan dan  kemana engkau harus pergi. Kerendahan hati dan diskriminasi adalah indeks/pengenal dari orang yang berpendidikan (My Dear Students, Vol 2, Ch 10, Jan 16, 1988)
-BABA

Sunday, May 11, 2014

Thought for the Day - 11th May 2014 (Sunday)

Say you are expecting a train, a public transport that is supposed to arrive at 5 o’ clock. It is delayed by a few hours and doesn’t turn up until 8 or 9 p.m. How would you feel then? You first start to complain that the schedules of the trains and buses have no discipline and they don’t turn up on time. Then you start abusing the driver, the department, the government, and talk about it for a couple of days. When you complain so much about a delayed train or a bus which has no life, do you expect the world not abuse you, a conscious individual, when you do not adhere to your discipline, code of conduct and duty? All of you must understand the value of discipline and adhere to it consistently, and pass the test of discipline.

Katakanlah engkau mengharapkan kereta api, angkutan umum yang seharusnya tiba pada pk.05:00. Kereta api tertunda beberapa jam dan tidak muncul sampai pk. 08:00 atau 09:00. Bagaimana perasaanmu saat itu? Pertama-tama engkau komplain bahwa jadwal kereta dan bus tidak disiplin dan tidak tepat waktu. Selanjutnya engkau mulai menyalahkan sopir, departemen, pemerintah, dan berbicara tentang hal itu selama beberapa hari. Ketika engkau mengeluh begitu banyak tentang kereta atau bus yang tertunda, apakah engkau mengharapkan dunia tidak menyalahkan engkau, ketika engkau tidak mematuhi disiplin, kode etik, dan kewajibanmu? Kalian semua harus memahami nilai disiplin dan mematuhi secara konsisten, dan lulus ujian disiplin. (My Dear Students, Vol 3, Ch 4, June 21, 1989)

-BABA

Saturday, May 10, 2014

Thought for the Day - 10th May 2014 (Saturday)

Dedication means offering to the Divine. When you offer flowers to God along with your salutation, it symbolizes offering of the flower of your heart. The flower of the heart is usually subjected to infestation by two evil creatures; they are Ego (Ahamkar) and Jealousy (Asuya). Ego is hard to conquer and arises from seven factors – Wealth, Physical Prowess, Birth, Scholarship, Beauty, Power and Penance. As long as Ahamkara is predominant, it is impossible to recognize the Divinity within. Ego is a great barrier between the individual and God, and must be totally demolished. All forms of pride (particularly that of wealth, scholarship and power) cause human failings and downfall, and hence must be given up totally. Only when egoistic pride is offered as a sacrifice at the altar of the Divine, you can discover your true divine nature.

Dedikasi/pengabdian berarti persembahan kepada Tuhan. Ketika engkau mempersembahkan bunga kepada Tuhan dengan penuh hormat, itu melambangkan persembahan yang berasal dari bunga hatimu. Bunga hati biasanya ditutupi oleh dua keburukan; yaitu Ego (Ahamkar) dan Iri hati (Asuya). Sulit untuk menaklukkan ego dan ego muncul dari tujuh faktor yaitu: kekayaan, kecakapan fisik, kelahiran, pendidikan, kecantikan/ketampanan, kekuasaan, dan penebusan dosa. Selama Ahamkara berkuasa, tidak mungkin untuk menyadari Divinity yang berada di dalam diri. Ego merupakan hambatan besar antara individu dan Tuhan, dan harus benar-benar dihancurkan. Semua bentuk kebanggaan (terutama yang berasal dari kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan) menyebabkan manusia mengalami kelemahan dan kehancuran, dan karenanya harus benar-benar ditinggalkan. Hanya ketika kebanggaan pada diri sendiri dipersembahkan sebagai pengorbanan di altar Tuhan, engkau dapat menemukan sifat ilahimu yang sejati (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005)

-BABA

Friday, May 9, 2014

Thought for the Day - 9th May 2014 (Friday)


The bookish knowledge that many feverishly acquire is relevant only for the day of the exam. As you enter your professions armed with this knowledge, you will soon discover that you only have superficial knowledge on any subject and your general knowledge is almost zero. Without general knowledge and practical wisdom, you cannot discriminate. World today needs practical knowledge. Water is formed from two parts of hydrogen and one part of oxygen. You can prove this in the laboratory. But when you sit for lunch, do you mix two parts of hydrogen and one part of oxygen to drink water? By sipping just a drop, you can even comment on the purity of the water and its taste. Thus discrimination and general knowledge is very essential to make sure your daily life and behavior does not have any lapses. You must experience the enjoyable life in the right way at the right time.

Pengetahuan yang berasal dari buku yang banyak orang-orang pelajari dengan tergesa-gesa hanya relevan pada saat ujian/test. Saat engkau memasuki dunia kerja yang hanya dipersenjatai dengan pengetahuan ini, engkau akan segera menemukan bahwa engkau hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang hal apapun dan pengetahuan umum yang engkau miliki hampir nol. Tanpa pengetahuan umum dan kebijaksanaan praktis, engkau tidak akan memiliki kemampuan diskriminasi. Dunia saat ini membutuhkan pengetahuan praktis. Air terbentuk dari dua bagian hidrogen dan satu bagian oksigen. Engkau dapat membuktikan hal ini di laboratorium. Tetapi ketika engkau duduk untuk makan siang, apakah engkau mencampur dua bagian hidrogen dan satu bagian oksigen untuk minum air? Dengan hanya minum setetes air, engkau bahkan dapat mengomentari kemurnian air dan rasanya. Dengan demikian diskriminasi dan pengetahuan umum sangat penting untuk memastikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari dan berperilaku tidak memiliki penyimpangan. Engkau harus mengalami kehidupan yang menyenangkan dengan cara yang benar pada waktu yang tepat. (My Dear Students, Vol 3,Ch 4, June 21, 1989)
-BABA

Thursday, May 8, 2014

Thought for the Day - 8th May 2014 (Thursday)

The Universe is a university in which everyone is a student. While you are free to choose any subject you like and acquire degrees in a regular college, in the spiritual field everyone must complete the basic course of the five special subjects and obtain the degree of Divine Love. They are described as the ‘5Ds’ - Dedication, Devotion, Discipline, Discrimination and Determination. Only those who have mastered the five ‘Ds’ are qualified to receive God’s Love. Devotion is not merely singing bhajans or performing puja. True devotion is free from selfishness of all sorts and must not be proclaimed or demonstrated. It is an expression of love from within. You must constantly and lovingly contemplate on God, worship Him and do penance for Him. Service to the Lord is the highest expression of devotion. There is nothing that is not attainable through loving service to the Divine.

Alam semesta adalah sebuah universitas di mana setiap orang adalah mahasiswanya. Meskipun engkau bebas untuk memilih mata kuliah yang engkau sukai dan memperoleh gelar di sebuah perguruan tinggi biasa, di bidang spiritual setiap orang harus menyelesaikan kursus dasar dari lima mata kuliah khusus dan memperoleh gelar Cinta-kasih Ilahi. Kelimanya dikenal sebagai '5D'- Dedication/dedikasi/pengabdian, Devotion/bhakti, Discipline/disiplin, Discrimination/diskriminasi/kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk, dan Determination/ketetapan hati. Hanya mereka yang telah menguasai lima 'D' yang memenuhi syarat untuk menerima Cinta-kasih Tuhan. Bhakti bukan hanya menyanyikan bhajan atau melakukan pemujaan. Bhakti yang sejati bebas dari segala macam keegoisan dan tidak harus diberitakan atau ditunjukkan. Bhakti merupakan ungkapan cinta-kasih yang berasal dari dalam diri. Engkau harus terus-menerus dan penuh kasih merenungkan Tuhan, memuja-Nya dan melakukan penebusan dosa. Pelayanan kepada Tuhan adalah ekspresi tertinggi dari bhakti. Tidak ada yang tidak bisa dicapai melalui pelayanan penuh kasih kepada Tuhan (My Dear Students, Vol 2,Ch 10, Jan 16, 1988)

-BABA

Wednesday, May 7, 2014

Thought for the Day - 7th May 2014 (Wednesday)


God has gifted to every one of you the expensive and precious heart. It is enough if there is even a little bit of pure, untainted eternal and selfless love in your heart. If you have the slightest gratitude for having the gift of life it is sufficient to redeem your life. Hearts devoid of love and gratitude are indeed barren. Aspire to cultivate this valuable and precious gift of the heart. Many pray, “Oh God, give me the energy and capability to experience Divinity and live in accordance with your command”. You pray, thinking that you do not have that strength. This is incorrect. Each and every one of you are already bestowed with that strength! You do not need anything more. You are unable to appreciate it because your vision is not focused on that. You must search and enquire within you as to what your aspirations and goals are. Then sincerely work towards experiencing it.

Tuhan telah menganugerahkan kepadamu hati yang sangat berharga. Sudah cukup jika ada kemurnian, cinta-kasih yang murni dan tanpa mementingkan diri sendiri dalam hatimu. Jika engkau memiliki rasa syukur untuk menjalani anugerah yang diberikan, itu sudah cukup untuk menyelamatkan hidupmu. Hati tanpa cinta-kasih dan rasa syukur sesungguhnya gersang. Engkau hendaknya mengolah hati yang tak ternilai harganya ini. Banyak orang berdoa, "Oh Tuhan, beri saya energi dan kemampuan untuk merasakan Divinity dan hidup sesuai dengan perintah-Mu". Engkau berdoa, berpikir bahwa engkau tidak memiliki kekuatan itu. Ini tidak benar. Kalian semua sudah dianugerahi kekuatan itu! Engkau tidak perlu apa-apa lagi. Engkau tidak dapat memahami hal itu karena pandanganmu tidak terfokus pada hal itu. Engkau harus mencari dan menanyakan dalam dirimu apa aspirasi dan tujuanmu, kemudian bekerjalah dengan tulus untuk merasakannya. (Divine Discourse, 'My Dear Students', Vol 3, Ch 4, Jun 21, 1989)
-BABA

Tuesday, May 6, 2014

Thought for the Day - 6th May 2014 (Tuesday)


Abraham Lincoln learnt to speak truth and conduct himself with self-respect and dignity, unafraid of his financial position, from the lap of his mother. When little Abraham shared with his mother that he was disrespected and felt ashamed in the midst of his friends for wearing old and shabby clothes, she told him that he need not feel so. She counselled him that poverty, though viewed in poor light by others, will eventually help him gain respect. Lincoln later in his life declared, “You may disrespect me, but truth cannot be disrespected. It will emerge triumphant!” He proceeded on the path of truth and self-confidence taught by his mother and became the President of the United States of America. In fact, anyone who has the blessing of their mother will emerge very successful.

Dari ibunya, Abraham Lincoln belajar untuk berbicara kebenaran dan percaya diri serta berperilaku mulia. Ketika kecil, Abraham mengatakan pada ibunya bahwa ia tidak dihormati dan merasa malu di tengah-tengah teman-temannya karena mengenakan pakaian yang tua dan lusuh, dan ibunya mengatakan kepadanya bahwa dia tidak perlu merasa demikian. Ibunya menasihatinya bahwa kemiskinan, meskipun dilihat kurang baik oleh orang lain, pada akhirnya akan membantunya mendapatkan rasa hormat. Lincoln kemudian menyatakan, "Engkau mungkin tidak menghormati saya, tetapi kebenaran tidak bisa tidak dihormati. Kebenaran akan menghasilkan kemenangan!" Dia menjalani hidupnya pada jalan kebenaran dan kepercayaan diri yang diajarkan oleh ibunya dan menjadi Presiden Amerika Serikat. Sesungguhnya, siapapun yang memiliki berkat ibu mereka, akan bisa mencapai kesuksesan. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)
-BABA

Monday, May 5, 2014

Thought for the Day - 5th May 2014 (Monday)


The fruit of love is present in each and every person’s life. The only task to be done to experience the fruit is to remove the outer skin. Once you peel the skin of the fruit, also remove the bitter seeds within it. Then you can extract the sweet juice, partake it and discard the pulp. Understand that God has given you this body only to relish the sweetness of Love. Peel away the skin of ego and ostentatiousness. Remove all the seeds of evil intentions, thoughts and deeds. Discard the pulp of possession and attachment. Then what remains is the sweet juice of love. All of you are farmers. You must engage in spiritual practices to cultivate your heart. Is there any use for an uncultivated land? Without wasting your life and keeping the land barren, focus on cultivating your heart to enjoy the sweetness of the Divine.

Buah cinta-kasih ada dalam kehidupan setiap orang. Satu-satunya tugas yang harus dilakukan untuk merasakan buah ini adalah mengupas kulit luarnya. Setelah engkau mengupas kulit buah, juga buang biji yang pahit yang ada di dalamnya. Baru setelah itu, engkau dapat mengekstrak jus yang manis, mengambil dan membuang ampasnya. Pahamilah bahwa Tuhan telah memberikan badan ini hanya untuk menikmati manisnya cinta-kasih. Engkau hendaknya mengupas kulit ego dan suka pamer. Hapuslah semua bibit niat, pikiran, dan perbuatan yang buruk. Buanglah ampas kepemilikan dan kemelekatan. Maka yang tersisa adalah jus manis cinta-kasih. Kalian semua adalah petani. Engkau harus terlibat dalam praktik spiritual untuk mengolah hatimu. Apakah ada tanah yang tidak digarap? Janganlah membuang-buang hidupmu dan mengolah tanah yang tandus, engkau hendaknya fokus pada mengolah hatimu untuk menikmati manisnya Ilahi. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)
-BABA

Sunday, May 4, 2014

Thought for the Day - 4th May 2014 (Sunday)

God is love and He is pleased with the pure hearted who love Him 100%. Make every effort to experience the indweller (Dehi) within the body (deha). The Dehi (Divine Soul) within you is immortal with no birth or death. Don’t forget that you are alive due to His Grace. You must necessarily do your bit to take care of your body without being attached to it. Always keep in view the Dehi within, connect with Him and discharge your duties. At the end of every day or every meeting, pray, “May all the beings in all the Worlds be happy” (Samasta Loka Sukhino Bhavanthu). Realize that the individual peace depends on the peace of those around you. Therefore always pray for the wellbeing and peace of everyone in the Universe.

Tuhan adalah cinta-kasih dan Beliau senang dengan hati yang murni yang mengasihi-Nya 100%. Lakukanlah segala upaya untuk mengalami indweller (Dehi) dalam badan jasmani (deha). Dehi (Divine Soul) dalam dirimu adalah abadi tanpa kelahiran atau kematian. Jangan lupa bahwa engkau masih hidup karena Rahmat-Nya. Engkau tentu harus merawat badan jasmanimu tanpa melekat padanya. Selalulah melihat Dehi dalam dirimu, berhubungan dengan-Nya dan melaksanakan tugasmu. Pada akhir setiap hari atau setiap pertemuan, engkau hendaknya berdoa, "Semoga semua makhluk di seluruh dunia berbahagia" (Samasta Loka sukhino Bhavanthu). Sadarilah bahwa kedamaian individu tergantung pada kedamaian orang-orang di sekitarmu. Oleh karena itu selalulah berdoa untuk kesejahteraan dan kedamaian semua orang di alam semesta. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)

-BABA

Saturday, May 3, 2014

Thought for the Day - 3rd May 2014 (Saturday)


The wellbeing of countries and even the universe depends upon morality. Without morality, nations will be ruined. There may be many people who use education and influence to earn money, but truly great people have upheld the highest morality in their lives. You must be prepared to sacrifice. Sacrifice does not mean relinquishing your possessions. It means working really hard to earn a good name in the society you live in and bringing a good name to where you were raised. Your good name will last longer, and it will be eternal and permanent only with sacrifice. Scriptures explain the supremacy of sacrifice declaring, ‘sacrifice alone leads one to immortality’ (Tyagenaike Amrutathwa Manuashuhu).


Kesejahteraan negara dan bahkan alam semesta tergantung pada moralitas. Tanpa moralitas, negara akan hancur. Mungkin ada banyak orang yang menggunakan pendidikan dan pengaruh untuk mendapatkan uang, tetapi orang-orang besar telah menjunjung tinggi moralitas tertinggi dalam hidup mereka. Engkau harus siap untuk berkorban. Pengorbanan tidak berarti melepaskan harta-mu. Ini berarti bekerja sangat keras untuk mendapatkan nama baik di masyarakat di mana engkau tinggal dan membawa nama baik ke tempat engkau dibesarkan. Nama baikmu akan bertahan lebih lama, dan itu akan menjadi abadi dan permanen hanya dengan pengorbanan. Kitab suci menjelaskan keagungan pengorbanan, 'hanya dengan pengorbanan dapat mencapai keabadian' (Tyagenaike Amrutathwa Manuashuhu). (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)
-BABA

Friday, May 2, 2014

Thought for the Day - 2nd May 2014 (Friday)


To cultivate a piece of land, the farmer works really long and hard. First, he has to soften the entire piece of land. He must then plough it, sow the seeds and water it regularly. After that, the crop has to grow to a certain stage, and to aid that, he needs to use fertilizers and remove the weeds at regular intervals. Only after all this, will he be able to bring home the food grains. That is exactly what we have to do with our hearts too. The heart is like a piece of land to be cultivated, and we must cultivate it with utmost care and concern. It must be watered with the water of love. Using the plough of enquiry, you must plough it and sow the seed of the Name of God, and then guard it very vigilantly using the fence of caution and care. You must protect it with egolessness, then you will receive the fruit of love.

Untuk mengolah sebidang tanah, petani bekerja sangat panjang dan keras. Pertama, ia harus melunakkan seluruh bagian tanah. Lalu ia harus membajak tanah tersebut, menabur benih, dan mengairi secara teratur. Setelah itu, tanaman harus tumbuh dalam tahapan tertentu, dan untuk membuat tanaman tersebut dapat tumbuh, ia perlu menggunakan pupuk dan membersihkan rumput liar secara berkala. Hanya setelah semua itu dilakukan, petani akan bisa membawa pulang hasil panen. Itulah yang seharusnya juga kita lakukan dengan hati kita. Hati dapat diibaratkan seperti sebidang tanah yang akan dibudidayakan, dan kita harus mengolahnya dengan hati-hati dan penuh perhatian. Hati harus disiram dengan air cinta-kasih. Menggunakan bajak penyelidikan, engkau harus membajak dan menabur benih Nama Tuhan, dan kemudian menjaganya penuh waspada menggunakan pagar hati-hati dan perawatan. Engkau harus melindunginya dengan tanpa mementingkan diri sendiri, maka engkau akan menerima buah cinta-kasih. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)
-BABA

Thursday, May 1, 2014

Thought for the Day - 1st May 2014 (Thursday)

Humility alone makes you deserving and affluent, and eventually helps you attain Divinity. You must also, always respect and revere your parents and consider the education and all the facilities they provided as their gift to you. Many parents suffer a great deal of stress and strain to provide these to you. At times, they may even fast to pay your fees and bills. Scriptures clearly declare, ‘Mother is God, Father is God, Teacher is God, Guests are Divine, Teacher is Divine (Mathru Devo Bhava, Pithru Devo Bhava, Athithi Devo Bhava, and Acharya Devo Bhava). Your good character will be understood only when you are humble and respect your parents. Many people have lived these values in an exalted manner. Those with humility and obedience to parents will achieve great success in all spheres of life.

Hanya kerendahan hati yang bisa membuat engkau layak menerima kesejahteraan, dan akhirnya menuntunmu mencapai Divinity. Engkau juga harus selalu menghormati dan mematuhi orang tuamu dan menganggap pendidikan dan semua fasilitas yang mereka berikan sebagai hadiah mereka kepadamu. Banyak orang tua mengalami stres dan ketegangan untuk memberikan ini kepadamu. Kadang-kadang, mereka bahkan membayar semua biaya dan tagihan. Kitab suci dengan jelas menyatakan, 'Ibu adalah Tuhan, Ayah adalah Tuhan, Tamu adalah Tuhan, Guru adalah Tuhan (Mathru Devo Bhava, Pithru Devo Bhava, Athithi Devo Bhava, dan Acharya Devo Bhava). Karaktermu yang baik akan dikenali hanya jika engkau rendah hati dan menghormati orang tuamu. Banyak orang telah menjalani nilai-nilai ini dengan cara yang mulia. Mereka yang menjalani kehidupan dengan kerendahan hati dan ketaatan kepada orang tua akan mencapai sukses besar dalam semua bidang kehidupan. (My Dear Students, Vol 2, Ch 9, Feb 24, 2005.)

-BABA