Thursday, January 26, 2017

Thought for the Day - 26th January 2016 (Thursday)

In a bud there is very little fragrance. However, as it grows and blossoms, it automatically acquires very fine fragrance. Likewise, when the human consciousness expands, it will find fullness in the state of Sath-chith-ananda (Truth-Consciousness-Bliss). Starting with the ordinary mind the consciousness rises to the level of the Super-mind. Then it moves up to the state of the Higher Mind. The next higher stage is that of the Illuminated Mind. Through all these stages, the continuing entity remains the same, as in the bodily changes from infancy to old age. That is the Universal Consciousness which is present in everyone — the One in the Many. The Universal Consciousness is the Truth (Satyam). It is the Supreme Wisdom (Jnanam). It is Infinite (Anantam). Ever bearing in mind these triple characteristics of the Divine, strive to achieve the supreme goal of human life.
Dalam kuncup bunga disana ada sangat sedikit keharuman. Bagaimanapun juga, ketika kuncup itu tumbuh dan mekar maka secara otomatis akan memberikan keharuman yang sangat kuat. Sama halnya, ketika kesadaran manusia berkembang maka ini akan mendapatkan pemenuhan dalam keadaan Sath-chith-ananda (Kebenaran-Kesadaran-Kebahagiaan). Dimulai dengan pikiran yang biasa (ordinary mind) kesadaran itu bangkit menuju ke tingkat pikiran super (Super-mind). Kemudian bergerak ke atas menuju pada tingkat pikiran yang lebih tinggi (Higher Mind). Tingkat yang lebih tinggi adalah pikiran yang tercerahkan (Illuminated Mind). Melalui semua tahapan ini, entitas yang berlanjut itu masih tetap sama, seperti dalam perubahan tubuh dari masa kecil menuju usia tua. Kesadaran universal yang ada dalam diri setiap orang – yang Esa dalam semuanya. Kesadaran Universal ini adalah kebenaran (Satyam). Ini adalah kebijaksanaan yang tertinggi (Jnanam). Hal ini tidak terbatas (Anantam). Tetap mengingat di dalam pikiran ketiga prinsip karakteristik dari keillahian ini, berusaha untuk mencapai tujuan yang tertinggi dari kehidupan manusia. (Divine Discourse, Feb 16, 1988)

-BABA

Thought for the Day - 25th January 2017 (Wednesday)

Of what avail is the study of the Upanishads and the Gita, if there is no transformation in our thoughts or way of life? There must be the urge to change and progress towards a higher state of consciousness. It is only then we can grasp, to some extent, the relationship between the phenomenal Universe and the Divine. You must examine where your spiritual practices are leading you to. You have to proceed from the purely mental stage to the highest stage of the Over-mind and experience oneness with the Universal Consciousness. You may regard this as extremely difficult. But if you have dedication and perseverance, it is quite easy. There is nothing in the world easier than the spiritual path. But when there is no earnestness, it appears difficult. That is why The Gita has declared: "Shraddhavan labhate Jnanam" (The earnest aspirant acquires the Supreme Wisdom). If you are deeply interested in anything, you will accomplish it.


Apa gunanya mempelajari  Upanishad dan Gita, jika tidak ada perubahan dalam pikiran dan cara hidup kita? Harus ada dorongan untuk berubah dan berkembang menuju keadaan kesadaran yang lebih tinggi. Hanya dengan demikian kita dapat mengerti sampai pada batas tertentu hubungan antara alam semesta yang luar biasa ini dan Tuhan. Engkau harus menguji kemana latihan spiritualmu sedang membawamu. Engkau harus melanjutkan dari tahapan kesucian batin menuju pada tahapan yang paling tinggi dari over mind dan mengalami kesatuan dengan kesadaran universal. Engkau mungkin menganggap ini sangat sulit sekali. Namun jika engkau memiliki dedikasi dan ketekunan maka ini cukup mudah. Tidak ada apapun di dunia yang lebih mudah daripada jalan spiritual. Namun ketika tidak ada kesungguhan maka hal ini akan kelihatan sulit. Itulah sebabnya mengapa dinyatakan dalam Gita: "Shraddhavan labhate Jnanam" (peminat spiritual yang tekun mendapatkan kebijaksanaan yang tertinggi). Jika engkau begitu sangat tertarik pada apapun juga, maka engkau akan mencapainya. (Divine Discourse, Feb 16, 1988)

-BABA

Tuesday, January 24, 2017

Thought for the Day - 24th January 2017 (Tuesday)

You have been endowed with enormous immeasurable talents, skills and powers. But you are using all that to journey towards a poor satellite of the Earth, instead of using it to journey towards the wonderland of your own inner realms; where you can come face to face with God, who is your Inner Reality, the Inner Reality of indeed this entire phenomenal world you so admire. Your body is but a boat, an instrument, for crossing the sea of change, that you have earned through the merit of many generations. When you have crossed the sea, you realise the Dweller in the dwelling. That is the purpose of the body. So even when the body is strong and skilled, even while the intellect is sharp and your mind very alert, you must make every effort to seek the Dweller (Dehi) within your own human body (Deha).


Engkau telah diberkati dengan bakat, keahlian, dan kekuatan yang hebat dan tidak terbatas. Namun engkau sedang menggunakan semuanya itu untuk perjalanan mengarah pada satelit yang lemah yaitu bumi dan bukannya menggunakan semuanya itu pada perjalanan menuju negeri ajaib yang ada di dalam dirimu; dimana engkau bisa datang bertatap muka langsung dengan Tuhan, yang merupakan kenyataan sejati di dalam dirimu yang sesungguhnya adalah seluruh dunia yang fenomenal yang engkau kagumi. Tubuhmu hanyalah sebuah perahu, sebuah sarana untuk dapat menyebrangi lautan perubahan yang telah engkau dapatkan melalui kebaikan dari banyak generasi. Ketika engkau telah menyebrangi lautan maka engkau menyadari penghuni yang bersemayam di dalamnya. Ini adalah tujuan dari tubuh. Jadi ketika tubuh dalam keadaan kuat dan terampil, dan saat kecerdasanmu tajam dan pikiranmu masih sangat siaga maka engkau harus melakukan setiap usaha untuk mencari penghuni yang bersemayam (Dehi) di dalam tubuhmu (Deha). (Divine Discourse, Aug 3, 1966)

-BABA

Monday, January 23, 2017

Thought for the Day - 23rd January 2017 (Monday)

Your vision that is now turned outward towards the phenomenal universe, should be turned inwards towards the Indwelling Spirit. You must manifest the Divine Consciousness inherent within you. You must submit yourself to that Consciousness as a spiritual discipline. This is called ‘Conscious Realisation of the Inner Divine’. The first task is to develop awareness of the Divinity within you. The next stage is the realisation of the truth that the Divinity within is equally present in all others too. You must recognise that the veil or barrier that appears to separate you from others is born of delusion and every effort should be made to remove it. Only then will it be possible to experience the oneness of all living beings. Gradually the realisation, “I am indeed Divine and this world is contained in Me (Aham Eva Idam Sarvam)” will dawn upon you.


Pandanganmu sekarang telah mengarah keluar yaitu kepada alam yang fenomenal, namun seharusnya diarahkan menuju pada jiwa yang bersemayam di dalam diri. Engkau harus mewujudkan kesadaran illahi yang melekat di dalam dirimu. Engkau harus menyerahkan dirimu sendiri pada kesadaran itu sebagai disiplin spiritual. Ini disebut dengan ‘Mewujudkan kesadaran Tuhan di dalam diri’. Tugas pertama adalah mengembangkan kesadaran pada keillahian yang ada di dalam dirimu. Tahap selanjutnya adalah kesadaran pada kebenaran bahwa keillahian yang ada di dalam diri adalah sama dengan yang bersemayam di dalam diri yang lainnya juga. Engkau harus menyadari bahwa penghalang yang muncul untuk memisahkan dirimu dengan yang lainnya adalah muncul dari khayalan dan setiap usaha yang dilakukan seharusnya untuk menghilangkan penghalang ini. Hanya dengan demikian memungkinkan untuk mengalami kesatuan dengan semua makhluk hidup. Secara perlahan kesadaran, “Aku sebenarnya adalah keillahian dan dunia ini terkandung di dalam-Ku (Aham Eva Idam Sarvam)” akan menyingsing dalam dirimu. (Divine Discourse, Feb 16, 1988)

-BABA

Thought for the Day - 22nd January 2017 (Sunday)

Like the three blades of a fan which must be activated by the current to rotate like one, the three - the cabinet (legislative), the officers (executive) and the people must be activated by the spirit of service, and work joyfully in unison, for the happiness of the people. The three must not be disturbed by mutual envy, greed, hate or malice; they must be activated by love and sympathy. Sahana (forbearance) is the lubrication needed. There is no love and sympathy even between the members of a household. Kali yuga has become Kalaha yuga, the era of wrangling and wars. Even while foes are surrounding this country, there is wild hate between one state and another, claiming 'this bit of land is mine', 'that bit of land cannot be yours', forgetting that both are limbs of the same body. Similar is the fate of nations too. Integration of hearts can come about only through the recognition of the oneness of all, and the renunciation of sensory pursuits.


Seperti halnya tiga bilah kipas angin yang harus dijalankan oleh arus listrik untuk berputar menjadi satu bagian, tiga bagian yaitu - kabinet (legislatif), petugas (eksekutif), dan orang-orang harus digerakkan dengan semangat pelayanan dan bekerja dengan penuh suka cita dalam keharmonisan untuk kebahagiaan manusia. Ketiga bagian ini seharusnya tidak diganggu dengan saling iri hati, tamak, benci, atau kesombongan; mereka harus digerakkan dengan kasih dan simpati. Sahana (kesabaran) adalah pelumas yang diperlukan. Tidak ada kasih dan simpati bahkan diantara anggota dalam rumah tangga. Kali yuga telah menjadi Kalaha yuga yaitu zaman dari pertengkaran dan peperangan. Bahkan ketika musuh mengepung negara ini, ada kebencian yang merajalela diantara satu provinsi dengan yang lainnya dengan menyatakan bahwa 'tanah ini adalah milikku', 'tanah itu tidak bisa menjadi milikmu', dengan melupakan bahwa keduanya adalah bagian dari tubuh yang sama. Sama halnya dengan nasib bangsa juga. Integrasi dalam hati hanya dapat muncul melalui pengakuan kesatuan dari semuanya, dan penolakan dari pengejaran indria. (Divine Discourse, Aug 3, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 21st January 2017 (Saturday)

The Universe itself is a university in which every human being is a student. Every student here pursues one subject and acquires a degree. Each one may choose a subject of one’s liking. But whatever different subjects they may study, there is one thing common to all of them, one common pursuit and goal: to obtain the degree of Divine Love. In the cosmic university, though there are scientific, political, economic and other studies, what is fundamental to all of them is the spiritual knowledge. Even in the spiritual field there are special subjects. There is one group which may be described as the five D's: Dedication, Devotion, Discipline, Discrimination and Determination. Those who have mastered the five D's are qualified to receive God's love.

Alam semesta sendiri adalah sebuah universitas dimana setiap manusia adalah sebagai muridnya. Setiap murid disini mengejar satu mata pelajaran dan mendapatkan sebuah gelar. Setiap orang mungkin memilih sebuah mata pelajaran yang disukainya. Namun apapun perbedaan mata pelajaran yang mungkin mereka pelajari, ada satu hal yang sama diantara semuanya, satu tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar kasih Tuhan. Dalam universitas kosmik, walaupun ada ilmu pengetahuan alam, politik, ekonomi, dan pelajaran yang lainnya, apa yang menjadi paling fundamental dari semuanya itu adalah pengetahuan spiritual. Bahkan dalam bidang spiritual ada mata pelajaran yang khusus. Ada satu kelompok yang disebut dengan 5D: Dedikasi (Dedication), Bhakti (Devotion), Disiplin (Discipline), Kemampuan membedakan (Discrimination) dan Keteguhan hati (Determination). Bagi mereka yang telah menguasai 5D ini adalah layak untuk mendapatkan rahmat Tuhan. (Divine Discourse Jan 16, 1988)

-BABA

Saturday, January 21, 2017

Thought for the Day - 20th Januari 2017 (Friday)

The tree of life must be watered at the roots. Instead, in the present times, those who plan to raise the standard of living are watering the branches, the leaves and the blossoms! Virtues are your roots. You must foster them, so that the flowers of actions, words and thoughts may bloom in fragrance and yield the fruits of service (seva), full of the sweet juice of joy and bliss (Ananda). Planning for food, clothing and shelter is only promoting the wellbeing of the cart; you must also plan for the horse, the mind of the man, which has to use all the expensive food, the beautiful clothing and the wonderful shelter and other material possessions you acquire. Train your mind, for the high and noble purpose of escaping from the ego into the Universal. Regulations must come from within, not from external sources. You must control yourself through your own innate strength.

Pohon kehidupan harus diairi pada akarnya. Namun malahan, pada saat sekarang, bagi mereka yang berencana untuk meningkatkan standar kehidupannya sedang mengairi cabang, daun, dan bunganya! Kebajikan adalah akarmu. Engkau mengembangkan akarmu, sehingga bunga dari perbuatan, perkataan, dan pikiranmu dapat mekar dalam keharuman dan menghasilkan buah pelayanan (seva), penuh dengan rasa manis sari buah suka cita, dan kebahagiaan (Ananda). Perencanaan untuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal hanya meningkatkan gerobaknya saja; engkau harus merencanakan untuk kudanya juga, yaitu pikiran manusia yang menggunakan semua makanan yang mahal, pakaian yang cantik, dan tempat tinggal yang bagus dan harta benda lain yang engkau dapatkan. Latihlah pikiranmu untuk tujuan yang tinggi dan mulia untuk melepaskan diri dari ego menuju pada Universal. Aturan harus datang dari dalam diri dan bukan dari sumber di luar diri. Engkau harus mengendalikan dirimu sendiri melalui kekuatanmu sendiri. (Divine Discourse Aug 3, 1966)

-BABA

Friday, January 20, 2017

Thought for the Day - 19th January 2017 (Thursday)

The future of the country depends on the skill and sincerity of youth. Therefore, the necessary enthusiasm and encouragement must be generated amongst the youth. All my hopes are based on the students, the youth. They are very dear to Me. They are faultless; it is the parents and the school that are at fault for all the waywardness and violence. They lead them into wrong directions. Embodiments of Love, instead of filling your heads with facts and figures, fill your heart with love and light. Have confidence in the vast powers of the soul (Atma), which is your reality. Have faith in the grace of God, which you can secure by prayer. Mutual respect can be built on the faith that all are children of God and all are Divine. With this foundation, you will get cooperation and enthusiasm for work. All of you must do your best, fully knowing your duty and responsibilities.


Masa depan sebuah bangsa tergantung dari keahlian dan ketulusan dari pemudanya. Maka dari itu, perlunya semangat dan dorongan harus digerakkan diantara pemuda. Semua harapan-Ku ada pada pelajar dan pemuda. Mereka sangat dekat dengan-Ku. Mereka tidak bersalah; ini adalah kesalahan dari orang tua dan sekolah untuk semua ketidakpatuhan dan kekerasan. Orang tua dan sekolah menuntun para pelajar pada arah yang salah. Perwujudan kasih, daripada memenuhi kepalamu dengan fakta dan bilangan (angka), isilah hatimu dengan kasih dan cahaya. Milikilah kepercayaan pada kekuatan besar dari jiwa (Atma) yang merupakan kenyataanmu yang sejati. Milikilah keyakinan pada rahmat Tuhan yang engkau bisa dapatkan dari doa. Saling menghormati dapat dibangun dalam keyakinan bahwa semuanya adalah anak-anak Tuhan dan semuanya adalah illahi. Dengan dasar ini, engkau akan mendapatkan kerjasama dan semangat untuk bekerja. Semua darimu harus melakukan yang terbaik, dengan mengetahui sepenuhnya kewajibanmu dan bertanggung jawab. (Divine Discourse Jan 5, 1975)

-BABA

Thursday, January 19, 2017

Thought for the Day - 18th January 2017 (Wednesday)

If the development of the moral and spiritual resources is neglected, remember, you are choosing to ignore the provision of peace and happiness. Happiness and peace do not automatically follow when a person is fed well, clothed well, housed well and even educated to a high standard and employed under comfortable conditions with no injury to health or security. There are millions who have these in plenty and are yet worried in pain or are highly discontented. Happiness and peace depend on the inner equipment of people, not on their outer skill or riches. All of you are fundamentally divine, and so, naturally, the more you manifest the Divine attributes of Love, Justice, Truth and Peace, the more joy you will be able to impart and enjoy yourself! If you choose to manifest less of the divine attributes, the more ashamed you ought to be, for you are living counter to your own heritage!


Jika pengembangan sumber daya moral dan spiritual diabaikan maka ingatlah bahwa engkau sedang memilih untuk mengabaikan persediaan dari kedamaian dan kebahagiaan. Kebahagiaan dan kedamaian tidak secara otomatis mengikuti seseorang yang makan dengan enak, berpakaian bagus, rumah yang bagus, dan bahkan berpendidikan dengan standar tinggi dan berada dalam keadaan tanpa adanya gangguan kesehatan atau keamanan. Ada jutaan dari mereka yang memiliki keadaan seperti ini namun masih merasa cemas dalam penderitaan atau benar-benar tidak puas. Kebahagiaan dan kedamaian tergantung pada peralatan batin dari seseorang dan bukan pada keahlian atau kekayaan di luar diri. Semua dari dirimu secara fundamental adalah Illahi dan secara alami, semakin banyak engkau mewujudkan sifat-sifat keillahian seperti kasih, keadilan, kebenaran, dan kedamaian maka semakin besar engkau akan mampu menanamkan dan menikmati dirimu sendiri! Jika engkau memilih untuk sedikit mewujudkan sifat-sifat keillahian maka semakin memalukan dirimu, bagimu hidup yang sedang engkau jalani menentukan warisanmu! (Divine Discourse, Aug 3, 1966)

-BABA

Tuesday, January 17, 2017

Thought for the Day - 17th January 2017 (Tuesday)

All the diseases which afflict a person are the result of agitations in the mind. The enormous growth of disease in the world today is due to the loss of peace of mind. The mind has three kinds of capabilities. One is Anekagrata (a wandering mind). Another is Sunyata (vacancy, emptiness) and the third is Ekagrata (single-pointed concentration). Sunyata is the state in which the mind goes to sleep when something edifying is being said. The mind is unresponsive to what is good and beneficial. Such a state of mind is called Tamasic (slothful). It is the blindness of ignorance. Anekagrata is an equally undesirable mental state. It too is degrading; the mind is like the turbulent Ganga. It has to be restrained by the use of brakes, as in a fast-moving vehicle. Dhyana (meditation) is the brake devised for the control of the mind. For one-pointed concentration, peace is most essential.


Semua penyakit yang menimpa seseorang adalah hasil dari gejolak dalam pikiran. Pertumbuhan penyakit yang sangat hebat pada hari ini disebabkan oleh hilangnya kedamaian dalam pikiran. Pikiran memiliki tiga jenis kemampuan. Pertama adalah Anekagrata (pikiran yang mengembara). Yang kedua adalah Sunyata (kekosongan) dan yang ketiga adalah Ekagrata (perhatian pada satu titik). Sunyata adalah keadaan dimana pikiran tidur ketika sesuatu moralitas dikatakan. Pikiran tidak responsif pada apa yang baik dan bermanfaat. Keadaan pikiran yang seperti itu disebut Tamasik (malas). Ini adalah bentuk kebutaan dari kebodohan. Anekagrata adalah sama dengan keadaan mental yang tidak diinginkan dan juga bersifat merendahkan; pikiran adalah seperti sungai Ganga yang bergolak. Pikiran ini harus dikendalikan dengan menggunakan rem seperti halnya kendaraan yang bergerak cepat. Dhyana (meditasi) adalah rem yang dirancang untuk mengendalikan pikiran. Untuk perhatian pada satu titik maka kedamaian adalah yang paling mendasar. (Divine Discourse Jan 14, 1988)

-BABA

Monday, January 16, 2017

Thought for the Day - 16th January 2017 (Monday)

Love for God is devotion. Devotion is not something objective and concrete – it is an inner experience which springs from the heart. As you think, so you become. Hence, your heart must be filled with good feelings. Your senses must be engaged in good actions. When your eyes are turned towards God, all creations appear as Divine embodiments. When your eyes have an issue, you have distorted or unclear vision. When they are corrected and you wear the right spectacles, you can see everything clearly. Everything in the Universe testifies to the glory of the Lord. Learn to treat every experience as a gift of the Divine. When your hearts are filled with the love of God, all your feelings will be sanctified with love, other undesirable thoughts automatically drop out. Often devotees pray to the Lord to come and reside in their pure and tranquil hearts. Where the heart is impure then is no room for God.


Kasih pada Tuhan adalah bhakti. Bhakti bukanlah sesuatu yang objektif dan nyata – bhakti adalah pengalaman batin yang muncul dari dalam hati.  Sebagaimana pikiranmu maka itulah jadinya. Oleh karena itu, hatimu harus diisi dengan perasaan-perasaan yang baik. Indramu harus dilibatkan dalam perbuatan yang baik. Ketika pandangan matamu diarahkan kepada Tuhan, semua ciptaan akan muncul sebagai perwujudan keillahian. Ketika matamu memiliki masalah maka engkau akan memiliki pandangan yang kabur dan tidak jelas. Ketika matamu diobati dan engkau memakai kaca mata yang benar maka engkau akan melihat segala sesuatunya dengan jelas. Segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini memberikan kesaksian pada kemuliaan Tuhan. Belajarlah untuk memperlakukan setiap pengalaman sebagai karunia dari Tuhan. Ketika hatimu diliputi dengan kasih pada Tuhan maka semua perasaanmu akan disucikan dengan kasih, pikiran lain yang tidak diinginkan secara otomatis akan putus. Para bhakta sering berdoa kepada Tuhan agar datang dan bersemayam di dalam hati mereka yang suci dan tenang. Dimana hati tidak suci maka tidak ada ruang untuk Tuhan. (Divine Discourse Jan 9, 1988)

-BABA

Thought for the Day - 15th January 2016 (Sunday)

On Sankranti the Sun-God begins his northward journey, the Uttarayana. It journeys towards the Himalayas in the north, the beautiful abode of Lord Shiva. The heart should be regarded as the abode of the Lord and the vision should be turned to experience the Divine. The human heart itself symbolises the Himalayas as the abode of purity and peace. The Sun's northward journey is a pointer to the path you must take to realise God. In addition, the Sun is a supreme example of selfless and tireless service. The world cannot survive without the Sun. Life on earth is possible only because of the Sun. Thus the Sun God teaches every being the lesson of humble devotion to duty with dedication, without any conceit. Doing one's duty is the greatest Yoga, says Lord Krishna in The Gita.


Pada Sankranti, Dewa Matahari mulai perjalanannya ke utara yaitu Uttarayana. Perjalanannya menuju Himalaya di utara tempat tinggal Shiva yang indah. Hati seharusnya dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan dan pandangan harus diarahkan untuk mengalami keillahian. Hati manusia sendiri adalah simbol dari Himalaya sebagai tempat tinggal dari kesucian dan kedamaian. Perjalanan matahari ke utara adalah petunjuk pada jalan yang engkau harus tempuh untuk menyadari Tuhan. Sebagai tambahan, matahari adalah contoh yang paling tinggi dalam pelayanan yang tanpa pamrih dan tidak mengenal lelah.  Dunia tidak dapat bertahan tanpa matahari. Kehidupan di dunia dapat ada hanya karena matahari. Jadi, Dewa Matahari mengajarkan setiap makhluk pelajaran dari bhakti yang rendah hati dengan dedikasi dan tanpa adanya kesombongan. Dengan menjalankan kewajiban adalah Yoga yang terbaik, kata Sri Krishna di dalam Gita. (Divine Discourse Jan 15, 1992)

-BABA

Saturday, January 14, 2017

Thought for the Day - 14th January 2017 (Saturday)

The Sankranti festival should be regarded as the day on which you turn your vision towards God. Your life can be compared to a stalk of sugarcane. Like the cane, which is hard and has many knots, life is full of difficulties. Never allow yourself to be overwhelmed by difficulties. Overcome the vicissitudes of life with forbearance and enjoy the sweet bliss of the Divine. Just as sugarcane is crushed and its juice converted into jaggery to enjoy the permanent sweetness of jaggery, enduring bliss can be got only by overcoming trials and tribulations. I address devotees as Bangaru (Golden one), because I consider you as very precious. Gold cannot be made into an attractive jewel without its transformation through the process of melting in a crucible and being beaten into the required shape. Develop self-confidence. Have firm faith in God. With unshakeable faith, dedicate yourself to the service of your fellow-beings and lead exemplary lives.


Perayaan Sankranti seharusnya diperingati sebagai hari dimana engkau mengarahkan pandanganmu kepada Tuhan. Hidupmu dapat diibaratkan setangkai tebu. Seperti halnya tebu, yang keras dan memiliki banyak ruas, hidup penuh dengan kesulitan. Jangan pernah mengizinkan dirimu diliputi oleh kesulitan. Atasilah perubahan dari kehidupan dengan ketabahan dan menikmati rasa manis kebahagiaan Illahi.  Seperti halnya tebu yang diremas dan airnya dijadikan gula untuk menikmati rasa manis gula yang kekal, kebahagiaan yang kekal hanya bisa didapat dengan mengatasi cobaan dan penderitaan. Aku menyebut bhakta dengan Bangaru (emas), karena Aku menganggap bahwa engkau adalah sangat berharga. Emas tidak akan bisa dirubah menjadi berbagai perhiasan yang indah tanpa mengalami perubahan melalui proses meleleh dalam tempat peleburan dan ditempa untuk menjadi bentuk yang diinginkan. Kembangkanlah kepercayaan diri. Miliki keyakinan yang mantap kepada Tuhan. Dengan keyakinan yang tidak tergoyahkan, dedikasikan dirimu sendiri untuk pelayanan pada sesama dan menjalani hidup yang patut diteladani.   (Divine Discourse Jan 15, 1992)

-BABA

Friday, January 13, 2017

Thought for the Day - 13th January 2017 (Friday)

This month, known as Pushyamaasa, according to the Hindu almanac is noted for the peacefulness, prosperity and joy which it brings with it. Hence it is regarded with special distinction. Unless people give up their bad thoughts and actions, the month, however great in itself, will be of no avail. Be loving even towards those who hate you. Control your anger and other evil tendencies. The observance of Uttarayana (the northward movement of the Sun which is considered auspicious) should be marked by spiritual transformation of the people and not by lavish feasting and revelry. You should realise how much you owe to God for all the benefits you enjoy in life which are really gifts from Him, including the air you breathe and the water you drink. Should you not be grateful to God for all this? Without gratitude, life is meaningless.


Bulan ini disebut sebagai Pushyamasa, menurut naskah Hindu bahwa bulan ini disebut penuh dengan kedamaian, kesejahteraan dan suka cita yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, bulan ini dihormati secara khusus. Jika manusia tidak melepaskan pikiran dan perbuatan buruk maka bulan ini betapapun hebatnya tidak akan ada gunanya. Berikan kasih bahkan kepada mereka yang membencimu. Kendalikan amarahmu dan kecenderungan jahat yang lainnya. Perayaan dari Uttarayana (pergerakan matahari ke utara yang dianggap suci) seharusnya ditandai dengan perubahan spiritual dari manusia dan tidak berpesta secara berlebihan dan bersuka ria yang gaduh. Engkau seharusnya menyadari berapa banyak engkau berhutang kepada Tuhan untuk semua keuntungan yang engkau nikmati di dalam hidup yang telah diberikan oleh-Nya, termasuk udara yang engkau hirup dan air yang engkau minum. Bukankah seharusnya engkau berterima kasih akan semuanya itu? Tanpa rasa syukur maka hidup menjadi tidak ada artinya. (Divine Discourse, Jan 14, 1994)

-BABA

Thursday, January 12, 2017

Thought for the Day - 12th January 2017 (Thursday)

What students need today are three things: Spirit of Sacrifice, Devotion to God and Love for the Motherland. It is because people are filled with pride, selfishness and self-interest, they are ceasing to be human. For this, the first requirement is the elimination of ‘my’ and ‘mine’. The readiness to sacrifice one’s pleasure and comforts for the sake of one’s motherland must be promoted amongst one and all. When there are many noble-minded, and spiritually-oriented youth and students, nations will automatically achieve peace and security. You must develop self-reliance and self-confidence. Adhere to the basic qualities of truth, righteousness, forbearance and self-sacrifice. These are common to all people, without regard for nationality, creed or language. Cultivate a broad outlook, based on the fact that Divine is present in everyone. There is nothing that you cannot accomplish if you have firm faith in God and earn God’s Grace.
Apa yang dibutuhkan oleh pelajar hari ini adalah tiga hal yaitu : semangat berkorban, bhakti kepada Tuhan, dan kasih kepada ibu pertiwi. Karena manusia diliputi dengan kesombongan, mementingkan diri sendiri, dan adanya kepentingan diri maka mereka berhenti menjadi manusia. Untuk hal ini, syarat pertama adalah menyisihkan ‘milikku’ dan ‘kepunyaanku’. Kesiapan untuk mengorbankan kesenangan dan kenyamanan diri untuk kepentingan ibu pertiwi yang harus ditingkatkan diantara semuanya. Ketika ada banyak pikiran yang mulia, dan para pemuda serta pelajar yang berorientasi spiritual, maka bangsa secara otomatis mencapai kedamaian dan keamanan. Engkau harus mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri. Mematuhi sifat mendasar dari kebenaran, kebajikan, dan rela berkorban. Semuanya ini adalah umum bagi semua orang, tanpa memandang bangsa, keyakinan, atau bahasa. Tingkatkan pandangan yang luas, berdasarkan pada fakta bahwa keillahian adalah bersemayam dalam setiap orang. Tidak ada satupun yang engkau tidak dapat selesaikan jika engkau memiliki keyakinan yang kuat kepada Tuhan dan mendapatkan rahmat Tuhan. (Divine Discourse, Jan 14, 1988)

-BABA

Wednesday, January 11, 2017

Thought for the Day - 11th January 2017 (Wednesday)

It is clear that originally sports activities have been promoted in the interests of health and strength. People eagerly took part in games for the improvement of their physique and to provide entertainmentto the public. Sports form an integral part of the scheme of studies in all our institutions, along with various academic subjects like Maths, Physics and Chemistry. Not only should there be participation, but there should also be a greater awareness and appreciation of the philosophy and principles governing the sports and games. The aim in sports should not be victory by any means, fair or foul. Whoever may win, others should greet it with fraternal feelings. The rules of the game should be strictly observed. Prizes do not matter. What is important is the sense of self-satisfaction derived from playing the game well.


Sangat jelas sekali bahwa kegiatan olahraga pada awalnya meningkatkan daya tarik dalam kesehatan dan kekuatan. Orang-orang penuh hasrat untuk mengambil bagian dalam olahraga untuk meningkatkan fisik mereka dan memberikan hiburan bagi masyarakat umum. Olahraga merupakan sebuah bagian yang utuh dari rencana pembelajaran di semua institusi kita bersamaan dengan mata pelajaran seperti Matematika, Fisika, dan Kimia. Tidak hanya ikut serta dalam olahraga, namun harus ada kesadaran yang lebih besar dan penghargaan dari filsafat dan prinsip-prinsip yang mengatur olahraga dan permainan. Tujuan dari olahraga seharusnya tidak untuk menang dengan menghalalkan berbagai cara, jujur, atau curang. Siapapun yang mungkin menang, yang lainnya seharusnya memberikan selamat dengan perasaan persaudaraan. Aturan dari permainan seharusnya dijalankan dengan tegas. Hadiah bukan hal yang penting. Apa yang penting adalah rasa akan kepuasan diri yang didapat dari bermain permainan dengan baik. (Divine Discourse 14-Jan-1994)

-BABA

Thought for the Day - 10th January 2017 (Tuesday)

All are children of God. He is the sole Lord of mankind. People may seem to differ in their names and forms, and in their beliefs and practices. But the parent is One alone. Recognition of this basic truth of oneness is Brahmajnana(Knowledge of the Absolute). This knowledge is not gained by studying the scriptures and holding metaphysical discussions. What has to be recognised is the truth that every being in the universe is an embodiment of the Supreme. Awareness of the unity that subsumes the diversity is the highest knowledge. Mere bookish lore is of no avail. All religions have taught what is good, and all should lead a righteous life based on this knowledge. If the minds are pure, how can any religion be bad? All the religions are different paths, leading to one and the same destination. All devotees should experience this truth and live up to it in their daily lives, setting an example to the rest of the world. Their devotion should not be artificial. They should adhere to the right path, lead righteous lives and thereby experience enduring bliss. Only then will their spiritual effort be fruitful.


Semuanya adalah anak-anak dari Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya Tuhan bagi manusia. Manusia mungkin nampak berbeda dalam nama dan wujud, dan dalam keyakinan serta kebiasaan mereka.  Namun orang tuanya adalah satu saja. Menyadari kebenaran yang mendasar ini tentang kesatuan adalah Brahmajnana (pengetahuan tentang yang bersifat absolut). Pengetahuan ini tidak didapatkan dari mempelajari naskah suci dan mengadakan diskusi metafisik. Apa yang harus disadari adalah kebenaran bahwa setiap makhluk di alam semesta ini adalah perwujudan dari yang tertinggi. Kesadaran kesatuan yang menerima keragaman adalah pengetahuan yang tertinggi. Hanya dengan pengetahuan dari buku saja adalah tidak ada gunanya. Semua agama telah mengajarkan apa itu baik, dan semuanya seharusnya menjalani hidup yang baik berdasarkan pada pengetahuan ini. Jika pikiran suci, bagaimana bisa agama menjadi buruk? Semua agama adalah jalan yang berbeda dan menuntun seseorang pada tujuan yang sama. Semua bhakta harus mengalami kebenaran ini dan menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari, memberikan teladan bagi seluruh dunia. Bhakti mereka seharusnya tidak bersifat palsu. Mereka seharusnya menjunjung tinggi jalan yang benar, menjalani hidup yang benar dan dengan demikian mengalami kebahagiaan yang abadi. Hanya kemudian usaha spiritual mereka membuahkan hasil. (Divine Discourse, Jan 8, 1988)

-BABA

Thought for the Day - 9th January 2017 (Monday)

The person with Rajo Guna (the passionate quality),is one who is excessively happy when what is desired for is got. The ego gets fully inflated thereupon. If their desires are not fulfilled, they tend to develop hatred. Thus, for a person overwhelmed with Rajasicqualities, whether their desires are fulfilled or not, the effects are not good. Such persons are often consumed by anger and bitterness. Rajasic qualities make a person hot-blooded and hot tempered. When the Rajo Gunais strong, it arouses anger and hatred in a person, excites their blood and turns their eyes red. When Satwa Gunais filled in a person, they become pure. It becomes a redeeming quality when they perform meritorious actions with a pure heart, and do them as an offering to the Divine. At birth you may be ignorant, but when you leave this world, you must work hard to leave it as a realised soul (Jnani).


Orang dengan Rajo Guna (sifat penuh gairah), adalah seseorang yang senang berlebihan ketika keinginannya terpenuhi. Ego akan sepenuhnya meningkat kemudian. Jika keinginan mereka tidak terpenuhi, mereka cenderung untuk mengembangkan kebencian. Jadi, untuk seseorang yang diliputi dengan sifat Rajasik, apakah keinginan mereka terpenuhi atau tidak, akibatnya tetaplah tidak baik. Orang yang seperti itu sering dibakar oleh kemarahan dan kepahitan. Sifat Rajasik membuat seseorang berdarah panas dan cepat marah. Ketika sifat Rajo Guna adalah kuat, maka ini akan memunculkan kemarahan dan kebencian dalam diri seseorang, memacu darah mereka dan membuat mata mereka menjadi merah. Ketika sifat Satwa Guna meliputi seseorang maka mereka menjadi suci. Ini menjadi sebuah sifat penebusan ketika mereka melakukan perbuatan yang berguna dengan hati yang suci, dan melakukan semuanya itu sebagai persembahan kepada Tuhan. Saat lahir engkau mungkin bodoh, namun ketika engkau meninggalkan dunia ini, engkau harus bekerja keras meninggalkan dunia ini sebagai jiwa yang tercerahkan (Jnani). (Divine Discourse, Jan 8, 1988)

-BABA

Monday, January 9, 2017

Thought for the Day - 8th January 2017 (Sunday)

Many banks in this world have safe deposit vaults where customers can keep their valuables, jewels, legal documents, etc. to protect them from thieves; they can then be free from worry and sleep in peace. The Bank dealing with spiritual accounts too has a safe deposit vault. Consign to that vault, to the care of the Lord, your jewels of intelligence, cleverness, ability to serve, and the gem that you value the most, namely your ego. Then you will be happy. In the Gita, Lord Krishna invites, “Surrender to Me alone (Maam Ekam Sharanam Vraja)”. If you do so, He assures you, “You need not grieve at all (Ma Shuchah)”. The normal banks deal with dhanam (money) which can be earned by anyone; even black marketeers and dacoits, crooks and pirates can amass this wealth. But that dhanamwhich is acceptable in the Spiritual Bank comes only to those who struggle to be virtuous and detached, humble and holy.


Banyak bank di dunia ini memiliki brankas penyimpanan dimana para nasabah dapat menyimpan barang-barang berharganya seperti perhiasan, surat-surat berharga, dsb agar terhindar dari pencuri; sehingga para nasabah bebas dari kecemasan dan tidur dengan damai. Bank yang berkaitan dengan rekening spiritual juga harus memiliki brankas penyimpanan. Menyerahkan brankas tersebut dalam pengawasan Tuhan maka perhiasanmu seperti kecerdasan, kepintaran, kemampuan untuk melayani, dan permata yang sangat engkau hargai yaitu egomu. Kemudian engkau akan menjadi bahagia. Dalam Gita, Sri Krishna meminta, “Hanya berserah dirilah kepada-Ku saja (Maam Ekam Sharanam Vraja)”. Jika engkau melakukannya, Beliau pasti menjaminmu, “Engkau sama sekali tidak perlu bersedih (Ma Shuchah)”. Bank pada umumnya berkaitan dengan dhanam (uang) yang bisa didapatkan oleh siapapun juga; bahkan pedagang gelap dan perampok, penjahat dan bajak laut dapat mengumpulkan kekayaan ini. Namun Dhanam yang diterima di Bank spiritual hanya datang dari mereka yang berusaha untuk menjadi baik dan tidak terikat, rendah hati dan suci. (Divine Discourse, July 14, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 7th January 2017 (Saturday)

As the Universe is constituted by the three attributes or Gunas (Satwa, Rajas, and Tamas) and is permeated by them, the first stage in spiritual practice is to put an end to the Tamo Guna, whichis characterised by foolish obstinacy (moorkatwa). When filled with inertia of this guna, the person exhibits dull intelligence and is inclined to indulge in meaningless questioning and argumentativeness. Instead, study every issue deeply and then draw conclusions. Only then your experience will be rewarding. The Tamasicperson is incapable of perceiving the truth and cannot realise the Divine. Such a person will be caught in the endless cycle of birth and death. Avoid endless verbal debate over every trivial matter. Such controversies result in only provoking bitterness, instead of harmony. It will not serve you to realise the truth.


Ketika alam semesta ini didasari oleh tiga sifat atau Guna (Satwa, Rajas, dan Tamas) dan diresapi oleh ketiganya, tahap pertama dalam latihan spiritual adalah dengan mengakhiri Tamo Guna yang ditandai dengan sikap keras kepala yang bodoh (moorkatwa). Ketika diisi dengan sifat kelembaman ini, maka orang ini menunjukkan kecerdasan yang tumpul dan cenderung terlibat dalam perdebatan dan pertanyaan yang tidak bermakna. Sebagai gantinya, pelajarilah setiap isu dengan mendalam dan kemudian menarik kesimpulan. Hanya demikian pengalamanmu akan bermanfaat. Orang yang Tamasik adalah tidak mampu memahami kebenaran dan tidak bisa menyadari keillahian. Orang yang seperti itu akan terperangkap dalam siklus kelahiran dan kematian yang tanpa akhir. Hindarilah perdebatan lisan untuk setiap masalah yang sepele. Perdebatan yang seperti itu hanya menghasilkan serta meningkatkan kebencian dan bukannya keharmonisan. Hal ini tidak akan membawamu untuk menyadari kebenaran. (Divine Discourse, Jan 8, 1988).

-BABA

Saturday, January 7, 2017

Thought for the Day - 6th January 2017 (Friday)

Along with an account in this bank (Swami was inaugurating a bank branch in Puttaparthi), you must take care to have an account in God’s Bank too. This bank will not give loans to all and sundry; its help is only for those who are creditworthy, who have impressed by their industry and integrity that they will make good use of the money and keep their word. That other Bank too will save those from distress and grief who have truth, righteousness, peace and love. This bank will help only in proportion to the deposits that stand in your name; that Bank too deals like that. The consequences of the meritorious activities of previous births can be drawn upon now; but unless you have them, no cheque will be honoured. Moreover, each must have a separate account in one’s own name; one brother cannot draw on the account of another brother or the wife cannot draw on the account of the husband.


Seiring dengan rekening di bank ini (Swami meresmikan bank cabang di Puttaparthi), engkau juga harus memiliki rekening di bank Tuhan. Bank ini tidak akan memberikan pinjaman kepada setiap orang; namun hanya membantu bagi mereka yang layak mendapatkan kredit, yang telah memberikan kesan dengan kerajinan dan integritas mereka bahwa mereka akan menggunakan uang dengan baik serta menepati janjinya. Bank Tuhan juga akan menyelamatkan orang-orang yang memiliki kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan kasih dari kesusahan serta kesedihan. Bank ini hanya membantu sesuai dengan deposito yang tertera namamu; bank Tuhan juga sesuai seperti itu. Konsekuensi dari berbagai perbuatan baik di kelahiran yang lalu dapat ditarik saat sekarang; hanya ketika engkau memilikinya, tidak ada cek yang diterima. Maka dari itu, setiap orang harus memiliki rekening terpisah dengan namanya sendiri; seorang saudara tidak bisa menarik dari rekening saudara yang lainnya atau istri tidak bisa menarik dari rekening suaminya. (Divine Discourse, July 14, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 5th January 2017 (Thursday)

Desires for worldly objects can plunge you into endless misery. Desires are like a green pumpkin which will sink in water. A desireless person is like a dried pumpkin that floats in water; such people will be able to overcome the pulls of the mundane world and also aspire for a divine life. They may not be particular about liberation, but they will never give up devotion. God looks after the progress and well-being of such a person, here in this world and thereafter,only because they are desireless and are detached, with all their thoughts centered on God. To secure the grace of the Divine in this way is truly the best spiritual practice (yoga). To preserve such hard-won grace is the best way to ensure your well-being (kshemam). It can be got only through grace-filled human effort. Some spiritual exercises are indeed necessary for this purpose.
Keinginan untuk objek-objek duniawi dapat mencelupkanmu ke dalam penderitaan yang tanpa akhir. Keinginan adalah seperti labu hijau yang akan tenggelam di dalam air. Seseorang yang tanpa keinginan adalah seperti labu kering yang mengapung di atas air; orang-orang yang seperti itu akan mampu mengatasi tarikan dari lumpur duniawi dan juga bercita-cita untuk kehidupan illahi. Mereka mungkin tidak khusus tentang pembebasan, namun mereka tidak akan pernah melepaskan pengabdian atau bhakti. Tuhan menjaga kesejahteraan dan kebahagiaan orang tersebut, disini di dunia ini dan di akhirat, hanya karena mereka tidak memiliki keinginan dan tidak terikat, dengan pikiran mereka terpusat kepada Tuhan. Untuk menjamin rahmat Tuhan dengan cara ini sesungguhnya adalah latihan spiritual yang terbaik (yoga). Dengan mempertahankan rahmat yang sulit didapat ini adalah cara yang terbaik untuk memastikan kesejahteraanmu (kshemam). Hal ini hanya didapat melalui usaha manusia yang penuh rahmat. Beberapa latihan spiritual diperlukan untuk tujuan ini. (Divine Discourse, Jan 8, 1988)

-BABA

Thursday, January 5, 2017

Thought for the Day - 4th January 2017 (Wednesday)

All of you accumulate money with great care, by thousands of acts of denial; denying yourself this comfort or that convenience, saving every possible way, spending less and earning more! But a day comes when you must leave this pile and go empty handed. Instead of accumulating money and depositing it in worldly banks, open an account today with God’s Bank. It receives deposits and maintains accounts strictly and confidentially. Every little sum is accounted for – your deeds, thoughts, words, whether good, bad or indifferent. No son or daughter can sue for that wealth; no tax-gatherer can lay his hands on it. No crook can transfer it to his purse. Open a deposit account there for your prosperity here and hereafter. That deposit, growing by your spiritual efforts, will give you joy and peace. While you should develop this saving habit here, for the sake of old age and a rainy day, it is necessary you develop ‘that saving habit’ for the hereafter, so that you may be saved.


Engkau semua mengumpulkan uang dengan penuh ketelitian, dengan ribuan tindakan penolakan; meniadakan dirimu dari kenyamanan, menyimpan dengan setiap cara yang memungkinkan, sedikit menghabiskan, dan banyak mendapatkan! Namun saat hari datang dimana engkau harus meninggalkan tumpukan ini dan pergi dengan tangan hampa. Daripada mengumpulkan uang dan menyimpannya di bank duniawi, bukalah tabungan hari ini dengan bank Tuhan. Bank Tuhan menerima simpanan dan menjaga rekening dengan ketat dan rahasia. Setiap bagian kecil dicatat dari - perbuatanmu, pikiran, dan perkataan apakah itu baik atau buruk atau acuh tak acuh. Tidak ada anak kita yang dapat menuntut kekayaan itu; tidak ada pengumpul pajak yang dapat menaruh tangan diatasnya. Tidak ada penjahat yang bisa transfer ke dompetnya. Bukalah sebuah rekening deposito di bank Tuhan untuk kesejahteraanmu disini dan di akhirat. Deposito itu akan berkembang dengan usaha spiritual, akan memberikanmu suka cita dan kedamaian. Sementara itu engkau mengembangkan kebiasaan menabung disini untuk kepentingan usia tua dan keperluan di masa depan, adalah perlu engkau mengembangkan ‘kebiasaan menabung itu’ untuk dunia akhirat sehingga engkau bisa terselamatkan. (Divine Discourse, July 14, 1966)

-BABA

Wednesday, January 4, 2017

Thought for the Day - 3rd January 2017 (Tuesday)

Time is an embodiment of God. Hence one of God’s many names is Samvatsara. Because Time is the essential spirit of God, God is known as Kalatmaka. God is also called as the Lord of Aeons (Yugadi-krit) because He creates and dissolves aeons like Krita, Dwapara and Kali Yuga. Because He contains everything within Himself and protects them, God is also called Kalagarbha (The One who is the womb of Time). Embodiments of Love! Firm faith in God's name will ward off the portents indicated by the planetary conjunctions in the New Year. There may be indications of various kinds of conflicts, dangers and disasters during the year, but many joyous events are also likely. God always protects the wise and virtuous. I advise the devotees to carry on their duties in a spirit of dedication, with firm faith in God.


Waktu adalah perwujudan dari Tuhan. Oleh karena itu, salah satu dari banyak nama Tuhan adalah Samvatsara. Karena waktu adalah prinsip yang sangat mendasar dari Tuhan maka Tuhan dikenal sebagai Kalatmaka. Tuhan juga disebut sebagai penguasa zaman (Yugadi-krit) karena Tuhan menciptakan dan meleburkan zaman seperti Krita, Dwapara, dan Kali Yuga. Karena Tuhan mengandung segala-galanya di dalam diri-Nya dan melindungi mereka maka Tuhan juga disebut dengan Kalagarbha (Beliau adalah rahim dari waktu). Perwujudan kasih! Milikilah keyakinan yang mantap pada nama Tuhan yang mana akan menangkal tanda atau isyarat yang ditunjukkan oleh gabungan planet di tahun baru. Kemungkinan ada berbagai jenis indikasi dari konflik, bahaya dan bencana selama tahun ini, namun banyak juga peristiwa yang menyenangkan juga terjadi. Tuhan selalu melindungi yang bijak dan berbudi luhur. Aku menasihati para bhakta untuk menjalankan kewajiban mereka dalam semangat dedikasi dengan keyakinan yang mantap kepada Tuhan. (Divine Discourse, Mar 27, 1990)

-BABA

Monday, January 2, 2017

Thought for the Day - 2nd January 2017 (Monday)

You just now bid farewell to last year (2016) and welcomed a New Year (2017). There is an intimate relationship between the two. We give farewell to one and welcome the other. In the same spirit, bid farewell to your bad qualities and welcome good and divine qualities. Offer all your bad qualities to God; it is nothing wrong. Only God can accept them and bestow His grace on you to foster good qualities. For example, if you have a soiled, torn and defaced hundred rupee currency note, no one will accept it. But, if the number is intact, the Reserve Bank will accept it and replace it with a valid currency of same value. Similarly God alone will accept the bad qualities, provided they are offered with sincere devotion and repentance, and will then shower His Grace on you.


Engkau sekarang melepaskan tahun lalu yaitu (2016) dan menyambut tahun baru (2017). Ada sebuah hubungan yang mendalam diantara keduanya. Kita mengucapkan selamat tinggal pada satu tahun dan menyambut pada tahun yang lainnya. Dalam semangat yang sama, engkau mengucapkan selamat tinggal pada sifat-sifat burukmu dan menyambut sifat-sifat baik dan keillahian. Persembahkan semua sifat burukmu kepada Tuhan; ini tidaklah salah. Hanya Tuhan yang dapat menerima sifat-sifat burukmu itu dan memberkatimu dengan rahmat-Nya untuk meningkatkan sifat-sifat yang baik. Sebagai contoh, jika engkau memiliki uang seratus ribu yang kotor, robek, dan rusak maka tidak ada seorangpun yang akan menerimanya. Namun, jika angkanya masih lengkap maka pihak Bank akan menerima dan menggantikannya dengan nilai yang sama. Sama halnya hanya Tuhan saja yang akan menerima sifat-sifat buruk yang dipersembahkan dengan bhakti yang tulus dan penyesalan dan kemudian Beliau akan memberikan rahmat-Nya kepadamu. (Divine Discourse, Jan 1, 1994)

-BABA

Thought for the Day - 1st January 2017 (Sunday)

Keeping God as your guide and saviour, whatever work you do, will yield sure success. God is your only true friend. Your friends may be with you only until you have wealth, but the moment you lose everything, they will desert you. God is the only friend who will always be with you, in you, beside you and will never leave you. Therefore, the only way to prosper is to develop friendship with the Lord. Being a human, make others happy. This is love. Your heart is full of love. On this New Year’s day, resolve that you will start every day with love, spend the day with love, fill the day with love, and end the day with love. Share it with at least five persons each day. Practice, experience and share Divine Love with all, with no difference in caste, creed, colour, religion or nationality. Countries and the world will prosper and everyone will be happy.


Tetap menjadikan Tuhan sebagai penuntun dan penyelamatmu, apapun pekerjaan yang engkau lakukan pastinya akan mencapai keberhasilan. Tuhan adalah satu-satunya sahabatmu yang sejati. Sahabatmu mungkin akan tetap bersamamu hanya sampai engkau memiliki kekayaan, namun saat engkau kehilangan segalanya maka mereka akan meninggalkanmu. Tuhan adalah satu-satunya sahabat yang akan selalu bersamamu, disampingmu, dan tidak akan pernah meninggalkanmu. Maka dari itu, satu-satunya cara untuk menjadi sejahtera adalah dengan mengembangkan persahabatan dengan Tuhan. Dengan menjadi manusia maka buatlah yang lainnya bahagia. Ini adalah kasih sayang. Hatimu adalah penuh dengan kasih. Di tahun baru ini, putuskan bahwa engkau akan memulai setiap hari dengan kasih, menghabiskan hari dengan kasih, mengisi hari dengan kasih dan mengakhiri hari dengan kasih. Bagilah kasih setidaknya pada lima orang setiap hari. Jalankan dan alami serta bagi kasih Tuhan dengan semuanya, tanpa ada perbedaan dalam kasta, keyakinan, warna kulit, agama, atau bangsa. Bangsa dan dunia akan menjadi sejahtera serta setiap orang akan menjadi senang.  (Divine Discourse, Jan 1, 1994)

-BABA