Thursday, April 30, 2015

Thought for the Day - 30th April 2015 (Thursday)

When Prahlada’s father, Hiranyakasipu drew him near and fondly asked the boy to repeat what he had learnt from his teacher, Prahlada replied, “I learned the secret essence of all learning.” The father was glad and asked him, “Tell me the essential thing that you have mastered.” Prahlada said, “Father! He who illumines everything, He who finally absorbs everything with Himself, is the One, Lord Narayana. Having Him always in mind and experiencing the bliss thereof awards fulfillment to all.” He further said, “Father! You conquered the entire world, but you failed to conquer your senses. How then can you receive grace from Narayana? These material skills and worldly achievements are hollow possessions. The knowledge and experience of the One Divine (Brahma-vidya), that alone is worthy to be pursued,” said the child prodigy.


Ketika ayah Prahlada, Hiranyakasipu mendekatinya dan dengan raya sayang menanyakan kepada sang anak untuk mengulangi apa yang telah ia pelajari dari gurunya, Prahlada menjawab, "Saya belajar esensi rahasia semua pelajaran." Sang ayah senang dan bertanya, "Katakan hal penting yang telah engkau kuasai. "Prahlada mengatakan," Ayah! Beliau yang menerangi segala sesuatu, Beliau yang akhirnya menyerap semuanya dan menjadi Satu dengan-Nya, adalah Narayana. Dengan senantiasa mengingat-Nya dalam pikiran dan mengalami kebahagiaan, maka akan mendapatkan pemenuhan dari-Nya. "Lebih lanjut ia mengatakan, "Ayah! engkau menaklukkan seluruh dunia, tetapi engkau gagal menaklukkan indra-mu sendiri. Bagaimana engkau dapat menerima berkat dari Narayana? Keterampilan material dan pencapaian duniawi adalah palsu. Hanya pengetahuan dan pengalaman dari Tuhan (Brahma-vidya), yang layak untuk dicari. (Sutra Vahini, Ch 2)

-BABA

Wednesday, April 29, 2015

Thought for the Day - 29th April 2015 (Wednesday)

Chant the name of God day in and day out. That alone will protect you at all times. Just as air is all pervasive, God is present in you, with you, around you, below you, above you. Hence, be in constant communion with Divinity. When you develop faith in Divinity, you will naturally have unity. Consequently, there will be no scope for enmity. You need not perform any rituals in order to win the grace of God. It is enough if you do namasmarana (chant the Divine Name) from the depth of your heart. Hari Bhajana bina sukha shanti nahi… (You cannot attain peace and happiness without singing the glory of God). If you incessantly chant the divine name ‘Rama’, no harm can ever befall you. Do not fritter away this opportunity but put it to the best use. Remember that God is always with you wherever you are.
Lantunkanlah Nama Tuhan hari demi hari. Hanya dengan melantunkan Nama Tuhan setiap saat akan melindungimu sepanjang waktu. Sama seperti udara yang meresapi semuanya, Tuhan ada dalam dirimu, denganmu, di sekitarmu, di bawahmu, dan di atasmu. Oleh karena itu, engkau hendaknya berada dalam persekutuan yang konstan dengan Tuhan. Ketika engkau mengembangkan keyakinan dengan Tuhan, secara alami engkau akan memiliki kesatuan. Akibatnya, tidak akan ada ruang untuk permusuhan. Engkau tidak perlu melakukan ritual apapun untuk mendapatkan berkat Tuhan. Cukup jika engkau melakukan namasmarana (melantunkan nama Tuhan) dari kedalaman hatimu. Hari Bhajana bina sukha shanti nahi ... (engkau tidak dapat mencapai kedamaian dan kebahagiaan tanpa menyanyikan kemuliaan nama Tuhan). Jika engkau terus-menerus melantunkan nama Tuhan 'Rama', tidak akan ada yang bisa menyakitimu. Jangan membuang-buang kesempatan ini namun gunakan ini dengan sebaiknya. Ingatlah bahwa Tuhan selalu bersamamu di manapun engkau berada. [Divine Discourse, 21 July 2005]

-BABA

Tuesday, April 28, 2015

Thought for the Day - 28th April 2015 (Tuesday)


If the world is real, it must be cognized even during the stage of dreamless deep sleep, but we are not conscious of the world during sleep. Hence, the visible world is as unreal as the dream world. The Universe is a reflection of the Divine (Brahman). The sky might be reflected in a pot of toddy but that does not defile it. Similarly, in this vehicle called body, the Atma dwells pure and undefiled. The fruits of action, good or bad, adhere to the vehicle and not to the indweller. When such wisdom dawns, the dark shadows of the three types of Karma flee before it (The three being Sanchita - the entire accumulated Karma; Prarabdha - the Karma whose effects we undergo in the present and Aagami - the Karma we perform now whose results will be felt in the future). The suffering and travails of this world are illusory and transitory. Fix your mind firmly on this great fact and set out bravely on the path of spiritual practice, the practice of devotion.
Jika dunia itu nyata, harus tetap sadar bahkan selama tahap tidur nyenyak tanpa mimpi, tetapi kita tidak menyadari dunia saat tertidur. Oleh karena itu, dunia terlihat tidak nyata dalam mimpi. Alam semesta adalah refleksi dari Tuhan (Brahman). Langit mungkin tercermin dalam pot/wadah minuman keras tetapi tidak mencemarinya. Demikian pula, di dalam kendaraan yang disebut dengan badan, Atma murni dan tidak tercemar. Buah dari tindakan, baik atau buruk, patuh pada kendaraan dan tidak pada tempatnya bersemayam tersebut. Ketika kebijaksanaan menyingsing seperti itu, bayangan gelap dari tiga jenis Karma melarikan diri (tiga jenis karma tersebut adalah Sanchita - seluruh akumulasi Karma; pararabdha - karma yang efeknya kita jalani di masa sekarang dan Aagami - karma yang kita lakukan sekarang yang hasilnya akan dirasakan di masa depan). Penderitaan dan kerja keras dari dunia ini adalah ilusi dan sementara. Perbaiki pikiranmu dengan mantap pada fakta besar ini dan pergilah dengan berani di jalan praktik spiritual, praktik pengabdian [Prema Vahini, Ch. 25]


-BABA

Monday, April 27, 2015

Thought for the Day - 27th April 2015 (Monday)

Scholars say, it is impossible to escape karma. What they say is true to a certain extent. Now, you may wonder if there is a way to escape from the consequences of karma. Yes, it is possible for everyone, if they ‘earn’ the grace of God. Once you deserve and receive God’s grace, you will not be affected by karmaphala (consequences of Karma). Hence, strive to earn divine grace. When you earn Divine grace, even if you have to experience the consequences of karma, you will not feel the pain. Consider the example of a bottle with medicine. The medicine will have an expiry date. After the expiry date, the medicine will lose its potency. Likewise, God’s grace will make the karmaphala ‘expire’, and nullify the effects of karma. The most important aspect here is to ‘deserve’ His Grace. You must cultivate necessary strength and willpower to deserve divine grace, and be free from the shackles of karma.
Para bijak mengatakan, tidak mungkin untuk melarikan diri dari karma. Apa yang mereka katakan itu benar sampai batas tertentu. Sekarang, engkau mungkin bertanya-tanya apakah ada cara untuk melarikan diri dari konsekuensi karma. Ya, itu adalah mungkin bagi semua orang, jika mereka ‘mendapatkan’ berkat Tuhan. Setelah engkau layak menerima berkat Tuhan, engkau tidak akan terpengaruh oleh karma phala (akibat dari Karma). Oleh karena itu, berusahalah untuk mendapatkan berkat Tuhan. Ketika engkau mendapatkan berkat Tuhan, bahkan jika engkau harus mengalami konsekuensi dari karma, engkau tidak akan merasakan penderitaan. Perhatikan contoh botol dengan obat. Obat ini akan memiliki tanggal kedaluwarsa. Setelah tanggal kadaluwarsa, obat akan kehilangan potensinya. Demikian juga, berkat Tuhan akan membuat karmaphala 'kadaluwarsa', dan membatalkan efek dari karma. Aspek yang paling penting di sini adalah 'layak mendapatkan' Berkat-Nya. Engkau harus menumbuhkan kekuatan dan kemauan yang diperlukan untuk layak menerima berkat Tuhan, dan bebas dari belenggu karma. [Divine Discourse, July 21 2005]


-BABA

Sunday, April 26, 2015

Thought for the Day - 26th April 2015 (Sunday)


People yield to delusion and become one with the darkness caused by false values and attachment to the unreal, the ‘me’ and ‘mine’. But the scripture (Shastra) is like a mother; she does not give up. She persists and pursues; she reminds you of your goal so that you will be saved. The scriptures are to be considered as the cause of the awareness of the incomprehensible, immeasurable and inexpressible Brahman. The scriptures are numberless, and a lifetime is too short. Aspirants are plenty; doubts and hesitations are numerous; steadfastness is meager. As a result, no one can claim full mastery. But you need not drink the entire ocean to know its taste; one drop is enough. Similarly, it is impossible to understand all the contents of the scriptures. But it is enough to grasp the important lesson that it teaches and put it into practice. The lesson is: constant remembrance of the Divine.
Orang-orang menyerah pada delusi dan menjadi satu dengan kegelapan yang disebabkan oleh nilai-nilai palsu dan kemelekatan pada yang tidak nyata, 'aku' dan 'milikku'. Tetapi Kitab Suci (Shastra) adalah seperti seorang ibu; dia tidak pernah menyerah. Dia tetap bertahan dan mengejar; dia mengingatkan engkau tentang tujuanmu sehingga engkau akan aman. Kitab suci hendaknya dianggap sebagai penyebab kesadaran yang tidak dapat dimengerti, tidak terukur, dan tak terkatakan yaitu Brahman. Kitab suci tak terhitung jumlahnya, dan seumur hidup terlalu singkat. Para aspiran (peminat spiritual) banyak; kesangsian dan keragu-raguan banyak; ketabahan sangat sedikit. Akibatnya, tidak seorang pun menyatakan menguasai kitab suci. Tetapi engkau tidak perlu meminum seluruh air laut untuk mengetahui rasanya; satu tetes sudah cukup. Demikian pula, tidak mungkin untuk memahami semua isi kitab suci. Tetapi sudah cukup untuk memahami pelajaran penting yang diajarkan dan mempraktikkannya. Pelajarannya adalah: mengingat Tuhan secara terus-menerus. [Sutra Vahini Ch. 2]

-BABA

Thought for the Day - 25th April 2015 (Saturday)


Many people slander image worship, but its basis is really one’s capacity to see the macrocosm in the microcosm. The value of image worship is testified by experience; it doesn’t depend on one’s imaginative faculty. What is found in the form of the Lord (Virat-swarupa) is also found, undiminished and unalloyed, in the image form (Swarupa). Images serve the same purpose as metaphors and similes in poetry. They illustrate, amplify, and clarify. Joy comes not through the shape of things but through the relationship established. Not any child but her child makes the mother happy. So it is with each one and all things! With each and every thing in the universe, if one establishes that kinship, that Godly love (Iswara prema), then truly an overpowering joy can be experienced! Only those who have felt it can understand.
Banyak orang memfitnah gambar Tuhan, tetapi dasar sebenarnya kemampuan seseorang untuk melihat makrokosmos dalam mikrokosmos. Nilai dari gambar Tuhan memberi kesaksian dengan pengalaman; tidak tergantung pada kemampuan imajinatif seseorang. Apa yang ditemukan dalam wujud Tuhan (Virat-swarupa) juga ditemukan berkurang dalam wujud gambar (Swarupa). Gambar memberikan tujuan yang sama sebagai metafora dan kiasan dalam puisi. Mereka menggambarkan, memperkuat, dan mengklarifikasi. Suka cita datang tidak melalui wujud sesuatu tetapi melalui hubungan yang mantap. Tidak sembarang anaknya tetapi anaknya membuat ibu bahagia. Jadi tiap orang dan segalanya! Dengan masing-masing dan segala sesuatu di alam semesta, jika seseorang menetapkan kekerabatan pada cinta-kasih  Tuhan (Iswara prema), maka sukacita yang kuat benar-benar dapat dialami! Hanya mereka yang telah merasakannya bisa memahaminya [Prema Vahini, Ch. 20]

-BABA

Friday, April 24, 2015

Thought for the Day - 24th April 2015 (Friday)

God is omnipresent and is within you. The primary requisite to find Him within you is having pure and selfless love. Chant His Name with love. All living beings are bound by karma in this world. God loves the human form. Hence Avatars come in human form. You can experience His vision by following your duties (Karma marga), as declared in Bhagavad Gita. The Divine is being worshipped as a decorated idol or image, with an artificial form. You should experience the Lord in His natural form, in a natural manner. All the ornamentation a devotee resorts to does not please God. It may please the heart of other devotees, but God's heart is not moved thereby. Only through love can God's heart be moved and softened. Every devotee has that power. Instead of resorting to extravagant adulation of God or seeking petty favors from God, yearn for God alone and you will get everything. Endeavour to make God your intimate friend.
Tuhan ada di mana-mana dan di dalam dirimu. Syarat utama untuk menemukan-Nya dalam dirimu adalah memiliki kasih yang murni dan tanpa pamrih. Lantunkanlah Nama-Nya dengan cinta-kasih. Semua makhluk hidup terikat oleh karma di dunia ini. Tuhan mengasihi manusia. Oleh karena itu Avatar datang dalam wujud manusia. Engkau dapat mengalami visinya dengan menjalankan kewajibanmu (Karma marga), sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad Gita. Tuhan dipuja dalam wujud patung atau gambar. Engkau harus mengalami Tuhan dalam wujud alami-Nya, dengan cara alami. Semua ornamen yang diberikan para bhakta, sesungguhnya tidak untuk menyenangkan Tuhan. Ini mungkin menyenangkan hati bhakta yang lain, tetapi hati Tuhan tidak bergerak seperti demikian. Hanya melalui cinta-kasih hati Tuhan bergerak dan melunak. Setiap bhakta memiliki kekuatan itu. Daripada beralih ke sanjungan berlebihan dari Tuhan atau mencari nikmat kecil dari Tuhan, engkau hendaknya hanya merindukan Tuhan saja maka engkau akan mendapatkan segalanya. Berusahalah untuk membuat Tuhan sebagai temanmu yang akrab. [Divine Discourse, 9 Oct 1989.]


-BABA

Thought for the Day - 23rd April 2015 (Thursday)


For this universal ailment of the cycle of birth and death (bhava-roga), listening to spiritual discourses (sravana) and singing God’s name (kirtana) is a mandatory prescription. God’s Name, Vedas and Puranas must be recited and listened to. Performing all these, if you do not awaken your own inner consciousness (antah-karana), you will fall into perdition. Hence, to attain God’s Grace, the feeling of ‘I-ness’ (ahamkara), which makes you say, “I am the doer”, should be rooted out from your heart. Everyone learned or illiterate, should feel an overwhelming urge to know God. God has equal affection toward all His children, for to illumine is the nature of light. So too, uttering God’s name, one can progress in the realisation of God, another may perhaps do wicked deeds! It depends on your usage of the light. Remember - the Lord’s name is without blemish, always and forever.
Bagi penyakit universal siklus kelahiran dan kematian (bhava-roga), mendengarkan wacana spiritual (sravana) dan menyanyikan Nama Tuhan (kirtana) adalah resep yang diperintahkan. Nama Tuhan, Veda, dan Purana juga harus dibaca dan didengarkan. Lakukanlah semuanya ini, jika engkau tidak membangkitkan kesadaran batin-mu sendiri (Antahkarana), engkau akan jatuh dalam kehancuran. Oleh karena itu, untuk mencapai Rahmat Tuhan, perasaan 'ke-aku-an' (ahamkara), yang membuatmu mengatakan, "Aku pelakunya", harus dikeluarkan dari hatimu. Semua orang, baik yang terpelajar atau buta huruf, harus merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mengenal Tuhan. Tuhan memiliki kasih sayang yang sama terhadap semua anak-Nya, seperti halnya menerangi adalah merupakan sifat cahaya. Demikian juga, dengan mengucapkan nama Tuhan, seseorang dapat maju dalam menyadari Tuhan, yang lainnya mungkin melakukan perbuatan yang buruk! Hal ini tergantung pada penggunaanmu akan cahaya tersebut. Engkau hendaknya selalu mengulang-ulang Nama Tuhan tanpa cela, selalu dan selamanya. [Prema Vahini, Ch. 21]

-BABA

Wednesday, April 22, 2015

Thought for the Day - 22nd April 2015 (Wednesday)


Many call themselves devotees, but this claim means nothing by itself. When you write a letter, unless it is acknowledged by the recipient, you cannot be sure of where you stand. Likewise, whether one is a devotee or not should be declared by the Lord Himself. Arjuna did not say to Krishna: "I am Your devotee." Nor was Lord Krishna content in announcing: "Arjuna, you are my devotee." Why did Lord Krishna choose to say: "You are My friend and devotee”, instead of calling Arjuna either a ‘friend’ or a ‘devotee?’ There is a profound spiritual significance in this declaration, which will become clear only when you practice the spiritual life. If Krishna were to say to Arjuna, "You are My friend", Arjuna’s ego will be inflated and he will take undue liberties with Krishna. If He were to say, "You are my devotee," Arjuna will become extremely submissive. Hence Lord Krishna declared, “Arjuna, you are My devotee and friend."
Banyak orang menyebut dirinya sebagai bhakta, namun pernyataan ini tidak berarti apa-apa pada diri sendiri. Ketika engkau menulis surat, kecuali jika surat itu di balas oleh penerima, engkau tidak bisa memastikan di mana suratmu tersebut tersangkut. Demikian juga, apakah seseorang itu termasuk bhakta atau tidak, hendaknya dinyatakan hanya oleh Tuhan sendiri. Arjuna tidak mengatakan kepada Sri Krishna: "Saya adalah bhakta-mu." Demikian juga, Sri Krishna tidak menyatakan: "Arjuna, engkau bhakta-Ku." Mengapa Sri Krishna memilih untuk mengatakan: "Engkau adalah teman-Ku dan juga bhakta-Ku", daripada memanggil Arjuna sebagai 'teman' atau ‘bhakta?’ Ada makna spiritual yang mendalam dalam pernyataan ini, yang akan menjadi jelas hanya ketika engkau mempraktikkan kehidupan spiritual. Jika Sri Krishna mengatakan kepada Arjuna, "Engkau adalah teman-Ku", ego Arjuna akan meningkat dan ia akan mengambil kebebasan yang tidak semestinya dengan Sri Krishna. Jika Dia mengatakan, "Engkau adalah bhakta-Ku," Arjuna akan menjadi sangat tunduk. Oleh karena itu Krishna menyatakan, "Arjuna, engkau adalah bhakta dan teman-Ku." [Divine Discourse, Thrayee, July 1988]


-BABA

Tuesday, April 21, 2015

Thought for the Day - 21st April 2015 (Tuesday)

The Gopikas did not concern themselves with the question whether the Divine was attributeless or full of attributes. They preferred to worship the Divine in the form of Krishna and they wanted their forms to merge in the Divine. "Thereby we shall be formless," they declared. It is when we forget our form that we can merge in the Formless. The Divine cannot be experienced through Dhyana (meditation) or Japa (recitation); this is a delusion. These practices may give momentary peace of mind. To experience permanent joy, develop your Divine nature. For this, your environment must be congenial and have pure and Divine vibrations. It is not necessary to go to a forest to concentrate on the Divine Atma dwelling within your heart. The key to inner peace is within you and not outside. In the atmosphere of a sacred divine presence, you can promote your quest for peace more effectively.
Para gopi tidak menyibukkan diri mereka dengan pertanyaan apakah Tuhan itu tanpa atribut atau penuh atribut. Mereka lebih memilih untuk memuja Tuhan dalam wujud Sri Krishna dan mereka menginginkan wujud mereka menyatu dengan Tuhan. "Oleh karena itu, kita seharusnya menjadi tidak berwujud," demikian yang mereka katakan. Hanya ketika kita lupa wujud kita maka kita dapat menyatu dengan Yang Tidak Berwujud. Tuhan tidak bisa dialami melalui Dhyana (meditasi) atau Japa (mengulang-ulang Nama Tuhan); ini adalah ilusi. Praktik-praktik ini bisa memberikan ketenangan pikiran sesaat. Untuk mengalami sukacita secara permanen, kembangkanlah sifat Ilahi-mu. Untuk ini, lingkungan-mu harus menyenangkan dan memiliki getaran murni Tuhan. Tidak perlu untuk pergi ke hutan untuk berkonsentrasi pada Sang Atma yang bersemayam di dalam hatimu. Kunci untuk kedamaian batin ada di dalam dirimu dan bukan di luar dirimu. Dalam suasana kehadiran ilahi yang suci, engkau dapat meningkatkan pencarian-mu untuk kedamaian yang lebih efektif. [Divine Discourse, 14 Aug 1990]


-BABA

Monday, April 20, 2015

Thought for the Day - 20th April 2015 (Monday)


Your love for God should be firm and unchanging, unaffected by trials and tribulations and the vicissitudes of life. Pandavas are supreme examples of unwavering love for Krishna. When Draupadi was being humiliated in Duryodhana's assembly hall, when Abhimanyu was attacked and slain by the Kauravas, when Aswathama massacred the Upa-pandavas (Pandavas’ children), or when they performed the glorious Rajasuya sacrifice at the height of their power, or when they were in exile in the forest, without succumbing to the difficulties and troubles they were subjected to, they adhered firmly to the name of Krishna, with unwavering faith in Him. They relied only on Krishna's love. Difficulties and troubles are passing clouds which come and go. Do you remember all the kith and kin from your previous lives? The only relationship that remains unchanged is the one with God. Attach yourself to Him.
Cinta-kasihmu pada Tuhan hendaknya mantap dan tidak berubah, tidak terpengaruh oleh cobaan dan kesengsaraan dan perubahan hidup. Pandawa adalah contoh tertinggi cinta-kasih yang tak tergoyahkan untuk Sri Krishna. Ketika Dropadi sedang dipermalukan oleh Duryodhana di aula pertemuan, ketika Abimanyu diserang dan dibunuh oleh Korawa, ketika Ashwathama membantai Upa-Pandawa (anak-anak Pandawa), atau ketika mereka melakukan upacara mulia Rajasuya pengorbanan di puncak kekuasaan mereka, atau ketika mereka berada di pengasingan di hutan, tanpa mengalah pada kesulitan dan masalah yang menerpa mereka, mereka berpegang teguh pada nama Sri Krishna, dengan keyakinan yang mantap kepada-Nya. Mereka hanya mengandalkan cinta-kasih Sri Krishna. Kesulitan dan masalah dapat diibaratkan dengan awan yang datang dan pergi. Apakah engkau mengingat semua kawan-kawan dan kerabat dari kehidupan sebelumnya? Satu-satunya hubungan yang tetap tidak berubah adalah satu dengan Tuhan. Lekatkanlah dirimu kepada-Nya. [Divine Discourse, 9 Oct 1989]


-BABA

Sunday, April 19, 2015

Thought for the Day - 19th April 2015 (Sunday)


An unfortunate sign of the Kali age is that everyone goes to a temple or place of worship only to get trivial benefits. If you can win over the Lord Himself, what is beyond your reach? Sage Tyagaraja clearly declared, "Rama, if only I have Your grace (anugraha) no planets (navagrahas) can do any harm." The fortitude derived from love of the Lord, endows you with self-confidence. Self-confidence generates an immense internal power. Everyone must develop this power. Develop this self-confidence so that you can experience Atma-Ananda (bliss of the Self). The person filled with love of the Lord has great peace of mind, is pure at heart and is unruffled by any adverse circumstances, failures or losses. Love must be free from feelings of expectation. Love which arises out of a desire for something in return is not true love. Develop totally selfless and motiveless love.
Suatu tanda ketidakberuntungan pada zaman Kali adalah bahwa setiap orang pergi ke kuil atau tempat ibadah hanya untuk mendapatkan manfaat yang sepele. Jika engkau bisa memenangkan Tuhan sendiri, apa yang berada di luar jangkauanmu? Tyagaraja jelas menyatakan, "Rama, kalau saja aku memiliki berkat-Mu (anugraha) tidak ada planet (navagrahas) yang dapat menyakitiku." Ketabahan berasal dari kasih Tuhan, yang memberikan engkau rasa percaya diri. Percaya diri menghasilkan daya internal yang sangat besar. Setiap orang harus mengembangkan kekuatan ini. Kembangkanlah rasa percaya diri ini, sehingga engkau dapat mengalami Atma-Ananda (kebahagiaan Atma). Orang yang penuh dengan kasih Tuhan memiliki ketenangan pikiran, kemurnian hati, dan tenang dengan keadaan yang merugikan, kegagalan, atau kehilangan. Cinta-kasih harus bebas dari perasaan harapan. Cinta-kasih yang muncul dari keinginan untuk sesuatu sebagai balasannya bukanlah cinta-kasih sejati. Kembangkanlah cinta-kasih yang sempurna, tanpa pamrih dan tanpa motif. [Divine Discourse, 9 Oct 1989]

-BABA

Thought for the Day - 18th April 2015 (Saturday)

You should not pray to God seeking this favour or that. The reason is no one knows what immensely precious, Divine and magnificent treasures lie in the treasure-house of Divine Grace. You can never know what God intends or desires to give you, His devotee. Under such situations by asking for trivial and petty things, you are demeaning His Divine estate. Hence do not seek from God, nor desire, nor pray for petty trinkets. More precious and desirable than anything else is God's love. Hence Mother Meera sang: "Oh heart, drink the nectar of Divine love." If you must ask for anything from God, then pray to Him thus: "O Lord! Let me have You alone." Once you have secured the Lord, you can get anything you want. When you can get the precious Divine love, why crave for anything else?
Engkau tidak seharusnya berdoa kepada Tuhan mencari bantuan ini atau itu. Alasannya adalah tidak ada seorang pun yang mengetahui betapa berharganya, Tuhan dan harta yang tak ternilai terletak pada rumah harta dari Berkat Tuhan. Engkau tidak pernah tahu apa maksud dan keinginan Tuhan untuk diberikan kepadamu, pemuja-Nya. Dalam situasi seperti itu dengan meminta hal-hal sepele dan kecil, engkau merendahkan sifat sejati-Nya. Oleh karena itu janganlah mencari dari Tuhan, atau keinginan, atau berdoa untuk pernak-pernik kecil. Yang lebih berharga dan diinginkan dari apa pun adalah kasih Tuhan. Oleh karena itu Ibu Meera bernyanyi: "Oh hati, minumlah nektar cinta-kasih Tuhan." Jika engkau harus meminta sesuatu dari Tuhan, maka berdoalah kepada-Nya seperti ini: "Ya Tuhan biarkan aku hanya memiliki Engkau!" Setelah engkau mendapatkan Tuhan, engkau bisa mendapatkan apa pun yang engkau inginkan. Ketika engkau bisa mendapatkan cinta-kasih Tuhan yang sangat berharga, mengapa mendambakan hal-hal lainnya? [Divine Discourse, 9 Oct 1989]


-BABA

Friday, April 17, 2015

Thought for the Day - 17th April 2015 (Friday)

In dealing with devotees, the Lord has to maintain a balance. Here is an example from the life of Ramakrishna Paramahamsa. In olden times or the present, there are always some people who indulge in calumny against good men. Once, two of his disciples experienced some villagers abusing the noble sage in two different incidents. In response, Brahmananda, a young gentle devotee, shed tears. Vivekananda retorted and threatened the villagers. Sage Ramakrishna disagreed with both their actions! Explaining, he taught, "There are four tyres for a car. The pressure in the front tyre and rear tyres must be as prescribed. If there is excessive pressure in some tyres, it should be reduced. If some tyres have low pressure, they have to be inflated. Only then the car will run smoothly. Vivekananda suffers from excessive pressure; he requires to be deflated. Brahmananda is too weak, so he has to be inflated."
Dalam berurusan dengan para bhakta, Tuhan harus menjaga keseimbangan. Berikut adalah contoh dari kehidupan Ramakrishna Paramahamsa. Pada zaman dahulu atau sekarang, selalu ada beberapa orang yang memfitnah orang yang baik. Suatu ketika, dua orang muridnya mengalami beberapa penduduk desa memaki Sri Ramakrishna dalam dua insiden yang berbeda. Dalam menanggapi, Brahmananda, seorang bhakta muda yang lembut, meneteskan air mata. Vivekananda membalas dan mengancam penduduk desa. Sri Ramakrishna tidak setuju dengan kedua tindakan mereka! Beliau kemudian mengajarkan, "Ada empat ban untuk mobil. Tekanan di ban depan dan ban belakang harus seperti yang ditentukan. Jika ada tekanan yang berlebihan di beberapa ban, itu harus dikurangi. Jika beberapa ban memiliki tekanan yang rendah, hendaknya ditingkatkan. Hanya setelah itu, mobil akan berjalan dengan lancar. Vivekananda mengalami tekanan yang berlebihan; maka perlu dikurangi, Brahmananda terlalu lemah, sehingga perlu ditingkatkan". [Divine Discourse, “Trayee”, July 1988]

-BABA

Thursday, April 16, 2015

Thought for the Day - 16th April 2015 (Thursday)


As long as you have worldly desires in view, you cannot escape sorrow. Joy and peace are not present in external objects; they are within you. But in your foolishness, you search for them outside yourself in the external world. For sure, you are bound to depart from this ephemeral world – perhaps today or tomorrow. Therefore realising its impermanence, try to know the essence of the eternal Truth. Try to experience the love that is God (Paramatma) itself. Discriminate at every turn, accepting what is true and discarding the rest. Anyone and everyone can easily grasp the relationship you (jiva) have with your Creator, if you acquire these three chief instruments - (1) a mind unsullied by attachment and hatred (2) speech unsullied by falsehood and (3) a body unsullied by violence. Arise and awaken yourself, here and now!
Selama engkau memiliki keinginan duniawi, engkau tidak dapat melarikan diri dari penderitaan. Sukacita dan kedamaian tidak ada dalam objek-objek eksternal; keduanya berada dalam dirimu. Tetapi dengan kebodohanmu, engkau mencari mereka di luar dirimu di dunia luar. Yang pasti, engkau terikat untuk meninggalkan dunia fana ini - mungkin hari ini atau besok. Oleh karena itu menyadari ketidakkekalan ini, cobalah untuk mengetahui esensi Kebenaran abadi. Cobalah untuk mengalami kasih Tuhan (Paramatma) itu sendiri. Engkau hendaknya menggunakan kemampuan diskriminasi di setiap kesempatan, menerima apa yang benar dan membuang sisanya. Siapapun dan semua orang dapat dengan mudah memahami hubunganmu (jiva) dengan Sang Pencipta, jika engkau mendapatkan tiga instrumen utama ini - (1) pikiran yang tidak ternoda oleh keterikatan dan kebencian (2) kata-kata yang tak ternoda oleh kepalsuan dan (3) badan jasmani yang tak ternoda oleh kekerasan. Bangunlah dan bangkitkan dirimu sendiri, di sini dan saat ini! [Prema Vahini, Ch 19.]
-BABA

Wednesday, April 15, 2015

Thought for the Day - 15th April 2015 (Wednesday)

The Divine has comes as Avatar only to teach mankind the truth about love. Love alone is the fruit of love. True Love has no trace of self-interest and knows no fear. The world displays the diversity that has emanated from the One. The Divine demonstrates the unity that subsumes the diversity. Recognition of this ‘Unity in Diversity’ can be learnt only from the Divine. Wherever you go, whatever you do or see, cultivate the sacred feeling that you will do only those actions which pleases God. The Gita has declared: Bear no ill-will towards any living being (Adveshtaa Sarva Bhoothaanaam). Hatred towards anyone is hatred for God. The scriptures have also clearly declared: The salutation that you offer to anyone reaches the Divine. When you fill your hearts with love, you will have no hatred towards anyone. Cultivate the faith that the Divine is in everyone and surrender unto Him in a spirit of true dedication.
Tuhan datang sebagai Avatar hanya untuk mengajarkan pada manusia kebenaran tentang cinta-kasih. Cinta-kasih sendiri merupakan buah/hasil dari cinta-kasih. Cinta-kasih sejati tidak memiliki jejak kepentingan diri sendiri dan tidak mengenal rasa takut. Dunia menampilkan keragaman yang berasal dari Yang Esa. Tuhan menunjukkan kesatuan yang merupakan keragaman. Engkau hendaknya menyadari 'Bhinneka Tunggal Ika' hanya dapat dipelajari dari Tuhan. Kemanapun engkau pergi, apapun yang engkau lakukan atau lihat, engkau hendaknya mengembangkan perasaan yang suci yang akan engkau lakukan hanya tindakan-tindakan yang menyenangkan Tuhan. Gita menyatakan: Janganlah membenci semua makhluk hidup (Advesta Sarva Bhootha Naam). Kebencian terhadap siapapun sama artinya dengan kebencian bagi Tuhan. Kitab suci juga jelas menyatakan: Salam/penghormatan yang engkau berikan pada siapapun akan mencapai Tuhan. Ketika engkau mengisi hatimu dengan cinta-kasih, engkau tidak akan memiliki kebencian terhadap siapapun. Kembangkanlah keyakinan bahwa Tuhan ada di setiap orang dan berpasrahlah kepada-Nya dalam semangat pengabdian sejati (Divine Discourse, 3 Sep 1988)


-BABA

Tuesday, April 14, 2015

Thought for the Day - 14th April 2015 (Tuesday)

There is no need for a new religion or a new culture or a new philosophy, what is needed is only a pure heart. You should not give room for impurity or pollution in the heart. You can make your life sacred by following the golden rule: ‘Help ever; hurt never.’ Speak softly, sweetly and truthfully. There are two eyes to see different things, two ears to hear good and bad, there are two hands to do good and bad, but there is only one tongue to speak only the Truth. Embodiments of Divine Atma! Spend your life in cherishing sacred thoughts, listening to good things, speaking good words, and doing good deeds. If all of you adopt this path, happiness and prosperity will reign in the world.
Tidak perlu agama baru atau budaya baru atau filsafat baru, yang dibutuhkan hanya hati yang murni. Engkau tidak harus memberikan ruang untuk ketidakmurnian atau polusi dalam hati. Engkau dapat membuat hidupmu suci dengan mengikuti aturan emas: 'Selalulah membantu; jangan pernah menyakiti. "Berbicaralah yang lembut, manis, dan jujur. Ada dua mata untuk melihat hal-hal yang berbeda, dua telinga untuk mendengar yang baik dan buruk, ada dua tangan untuk berbuat baik dan buruk, tetapi hanya ada satu lidah untuk berbicara hanya Kebenaran. Perwujudan Tuhan! Engkau hendaknya melewatkan hidupmu dengan menggunakan pikiran suci, mendengarkan hal-hal yang baik, mengucapkan kata-kata yang baik, dan melakukan perbuatan baik. Jika engkau semua menggunakan jalan ini, kebahagiaan dan kesejahteraan akan menguasai dunia ini (Divine Discourse, 14 Apr 1993)

-BABA

Monday, April 13, 2015

Thought for the Day - 13th April 2015 (Monday)

Sorrow springs from egoism, the feeling that you do not deserve to be treated so badly, and that you are left helpless. When egoism goes, sorrow disappears. Ignorance is just a mistake, a mistaken identity of the body as the Self! In fact, you must each one try to become ego-less, then the Lord will accept you as His very own flute. I encourage you to become His flute (the Murali), for then the Lord will come to you, pick you up, put you to His lips and breathe through you and, out of the hollowness of your heart due to the utter absence of egoism that you have developed, He will create captivating music for all of Creation to enjoy. Be straight without any will of your own, merge your will in the Will of God. Inhale only the breath of God. That is Divine Life! That is what I want you all to aspire and achieve.
Penderitaan berasal dari egoisme, perasaan bahwa engkau tidak layak diperlakukan begitu buruk, dan bahwa engkau tak berdaya. Ketika egoisme pergi, penderitaan hilang. Kebodohan hanyalah sebuah kekeliruan, sebuah kekeliruan yang mengidentifikasi badan sebagai Atma! Bahkan, masing-masing dari kalian cobalah untuk mengurangi ego, maka Tuhan akan menerima engkau sebagai seruling-Nya sendiri. Aku mendorong engkau untuk menjadi seruling Nya (Murali), untuk kemudian Tuhan akan datang kepadamu, menjemputmu, menempatkan engkau ke bibir-Nya dan bernapas melalui engkau dan dari kekosongan hatimu karena tidak adanya egoisme yang engkau kembangkan, Beliau akan membuat musik menawan agar semua Ciptaan-Nya dapat menikmatinya. Engkau hendaknya lurus, menyatukan keinginanmu pada kehendak Tuhan. Engkau menarik napas hanya napas Tuhan. Itulah menjalani kehidupan berdasarkan Ilahi! Itulah yang Aku inginkan agar engkau mencapai hal tersebut (Divine Discourse, April 1957, Venkatagiri)

-BABA

Sunday, April 12, 2015

Thought for the Day - 12th April 2015 (Sunday)

There is no special membership that entitles you to a Divine Life. Every struggle to realise the unity behind all the multiplicity is a step on the path of Divine Life. You have to churn the milk if you wish to separate and identify the butter that is immanent in it. So too, you must carry on certain processes of thought and action in order to get to the hard core of faith that this world is false; it is a funny mixture of real and unreal (Sathyam and Asathyam). To lead a Divine Life, you cannot permit the presence of the slightest dross in character or delusion in intellect. People dedicated to it must exemplify this by precept and practice. Wipe out the root causes of anxiety, fear and ignorance. Then your true personality will shine forth. Anxiety is removed by faith in the Lord; the faith that tells you that whatever happens is for the best and that the Lord's Will be done.
Tidak ada keanggotaan khusus yang memberikan engkau nama sebagai seseorang yang menjalani kehidupan Ilahi. Setiap perjuangan untuk mewujudkan kesatuan di balik semua multiplisitas adalah langkah di jalan Ilahi. Engkau harus mengaduk susu jika engkau ingin memisahkan dan mengidentifikasi mentega yang imanen di dalamnya. Demikian juga, engkau harus melakukan proses tertentu pemikiran dan tindakan agar sampai ke inti yang dalam keyakinan bahwa dunia ini adalah palsu; dunia merupakan perpaduan antara yang nyata dan tidak nyata (Sathyam dan Asathyam). Untuk menjalani kehidupan Ilahi, engkau tidak boleh mengizinkan kehadiran sampah sekecil apapun dalam karakter atau delusi dalam intelek. Orang yang berdedikasi untuk itu harus memberikan contoh ini dengan ajaran dan praktik. Hapuslah akar penyebab kecemasan, ketakutan, dan kebodohan, maka kepribadian sejati-mu akan bersinar. Kecemasan dihilangkan dengan keyakinan kepada Tuhan; keyakinan yang memberitahukan kepadamu bahwa apapun yang terjadi adalah yang terbaik dan kehendak Tuhan pasti terjadi. (Divine Discourse, April 1957, Venkatagiri)


-BABA

Saturday, April 11, 2015

Thought for the Day - 11th April 2015 (Saturday)


Becoming a prey to peacelessness, you seek Divine through various means. What is the cause of your sorrow? Is it due to unfulfilled desire or the failure of your efforts? Are you miserable because you have not got various possessions, or failed to win a lottery? Lamenting over trifles, you are forgetting your divinity. These are not real troubles at all. The real cause of sorrow is attachment to the body, identifying oneself with the body. All sorrow arises from the feelings of ‘I’ and ‘Mine’. It is very essential to reduce deha-abhimaanam (attachment to the body). Desires are a source of pleasure, but they are also the cause of your grief. You must bring your mind under control. Even thousands of men cannot hold back a fast-moving train. But the train comes to a complete stop the moment brake is applied. The vagaries of your mind are just like that. When you control your mind, all sorrows will cease.
Karena tidak mendapatkan kedamaian, engkau mencari Tuhan melalui berbagai cara. Apa penyebab penderitaanmu? Apakah karena keinginan yang tidak terpenuhi atau kegagalan usahamu? Apakah engkau menderita karena engkau tidak punya berbagai harta, atau gagal untuk memenangkan lotre? Meratapi hal-hal sepele, engkau melupakan keilahian-mu. Ini bukanlah masalah-mu yang sejati. Sebenarnya penyebab penderitaan adalah kemelekatan pada badan, mengidentifikasi diri dengan badan. Semua penderitaan muncul dari perasaan 'aku' dan 'milikku'. Hal ini sangat penting untuk mengurangi deha-abhimaanam (kemelekatan pada badan). Keinginan adalah sumber kesenangan, tetapi keinginan juga penyebab kesedihan-mu. Engkau harus mengendalikan pikiranmu di bawah kontrol. Bahkan ribuan manusia tidak bisa menahan kereta yang bergerak cepat. Tetapi kereta berhenti saat di rem. Liku-liku pikiran-mu juga seperti itu. Bila engkau mengendalikan pikiran-mu, semua penderitaan akan berhenti (Divine Discourse, 3 Sep 1988)

-BABA

Friday, April 10, 2015

Thought for the Day - 10th April 2015 (Friday)


A person filled with greed, fear and anger cannot achieve anything in this world. Excessive desires degrade man. You cannot give up desires entirely. But there should be a limit to them. When they exceed the limits you will go astray. Desires are dreadfully dangerous. Today's enemy may become tomorrow's friend and vice versa. But desire and greed are your perpetual enemies. They will haunt ceaselessly. The Gita clearly declares desire as the Nithya-shathru (eternal enemy) of man. Hence keep desire under control. Embodiments of Divine love! Always remember, the person without egoistic pride will be liked by everyone (Maanam hithvaa priyo bhavathi). The secret to be free from grief is to be without hatred (Krodham hithvaa na sochathi). One who has given up desire is free from worries (Kaamam hithvaa aarthona bhavathi). If you overcome greed you will become happy (Lobham hithvaa sukhee bhavathi).
Seseorang yang penuh dengan keserakahan, ketakutan, dan kemarahan tidak dapat mencapai apa pun di dunia ini. Keinginan yang berlebihan menurunkan derajat manusia. Engkau tidak bisa meninggalkan keinginan seluruhnya. Tetapi harus ada batas bagi keinginan. Ketika keinginan melampaui batas, engkau akan tersesat. Keinginan amat sangat berbahaya. Musuh hari ini mungkin akan menjadi teman nanti dan sebaliknya. Tetapi keinginan dan keserakahan adalah musuh abadi-mu. Keinginan akan menghantui tiada henti. Dalam Gita jelas menyatakan keinginan sebagai Nithya-shathru (musuh abadi) manusia. Oleh karena itu kendalikanlah keinginan di bawah kontrol. Perwujudan cinta-kasih Ilahi! Ingatlah, orang dengan tanpa kebanggaan akan diri sendiri akan disukai oleh semua orang (Maanam hithvaa priyo bhavathi). Rahasia untuk bebas dari kesedihan adalah tanpa kebencian (Krodham hithvaa na sochathi). Orang yang telah meninggalkan keinginan bebas dari kekhawatiran (Kaamam hithvaa aarthona bhavathi). Jika engkau mengatasi keserakahan, engkau akan menjadi bahagia (Lobham hithvaa  sukhee bhavathi). (Divine Discourse, 1 April 1995)


-BABA