The Gopikas did not concern themselves with the question whether the Divine was attributeless or full of attributes. They preferred to worship the Divine in the form of Krishna and they wanted their forms to merge in the Divine. "Thereby we shall be formless," they declared. It is when we forget our form that we can merge in the Formless. The Divine cannot be experienced through Dhyana (meditation) or Japa (recitation); this is a delusion. These practices may give momentary peace of mind. To experience permanent joy, develop your Divine nature. For this, your environment must be congenial and have pure and Divine vibrations. It is not necessary to go to a forest to concentrate on the Divine Atma dwelling within your heart. The key to inner peace is within you and not outside. In the atmosphere of a sacred divine presence, you can promote your quest for peace more effectively.
Para gopi tidak menyibukkan diri mereka dengan pertanyaan apakah Tuhan itu tanpa atribut atau penuh atribut. Mereka lebih memilih untuk memuja Tuhan dalam wujud Sri Krishna dan mereka menginginkan wujud mereka menyatu dengan Tuhan. "Oleh karena itu, kita seharusnya menjadi tidak berwujud," demikian yang mereka katakan. Hanya ketika kita lupa wujud kita maka kita dapat menyatu dengan Yang Tidak Berwujud. Tuhan tidak bisa dialami melalui Dhyana (meditasi) atau Japa (mengulang-ulang Nama Tuhan); ini adalah ilusi. Praktik-praktik ini bisa memberikan ketenangan pikiran sesaat. Untuk mengalami sukacita secara permanen, kembangkanlah sifat Ilahi-mu. Untuk ini, lingkungan-mu harus menyenangkan dan memiliki getaran murni Tuhan. Tidak perlu untuk pergi ke hutan untuk berkonsentrasi pada Sang Atma yang bersemayam di dalam hatimu. Kunci untuk kedamaian batin ada di dalam dirimu dan bukan di luar dirimu. Dalam suasana kehadiran ilahi yang suci, engkau dapat meningkatkan pencarian-mu untuk kedamaian yang lebih efektif. [Divine Discourse, 14 Aug 1990]
-BABA
No comments:
Post a Comment