Thursday, July 29, 2010

Thought for the Day - 31st July 2010 (Saturday)


The story of the Lord's adventures is all nectar. It has no other component, no other taste, no other content. Everyone can drink their fill from any part of that ocean of nectar, just as sugar is sweet irrespective of whether it is eaten during the day or night. For, it is day or night only for the person who eats, not for the sugar. Sugar behaves uniformly always. So too, the love of God and the love for God are both eternally sweet and pure, whatever the method of accepting or attaining them. The same sweetness exists, everywhere, at all times, in every particle.

Kisah kemuliaan Tuhan adalah segala nektar. Kisah tersebut tidak memiliki komponen lainnya, tidak ada rasa lainnya, tidak ada konten lainnya. Setiap orang dapat meminum isi dari setiap bagian lautan nektar, seperti rasa gula yang manis tidak peduli apakah dimakan siang atau malam hari. Siang atau malam hanya berlaku bagi orang yang memakan gula tersebut, bukan pada gulanya. Gula selalu berperilaku yang sama. Demikian pula, cinta-kasih Tuhan dan cinta-kasih untuk Tuhan keduanya selamanya manis dan murni, apapun metode yang dipergunakan untuk menerima dan mencapainya. Ada rasa manis yang sama, dimana-mana, setiap saat, di setiap partikel.

-BABA

Thought for the Day - 30th July 2010 (Friday)


It is a very difficult task to secure a good Guru. Sishyas (disciples) can become exemplary persons only when a real Guru accepts them. When pure-hearted, unselfish and non-egoistic students approach a Guru, the Guru exults in ecstatic delight. Parikshith, the Emperor, renounced everything and decided to realise God, and, right at that moment, Maharshi Suka appeared, to guide him straight to his goal. Similarly, when the good Sishyas get good Gurus, they succeed not only in attaining Bliss but also in conferring peace, prosperity and joy upon the entire world.

Merupakan tugas yang sangat sulit untuk mendapatkan Guru yang baik. Sishyas (siswa) dapat menjadi teladan bagi orang lain hanya ketika Guru sejati menerima mereka. Ketika hati dimurnikan, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak egois, siswa mendekati Guru, Guru akan sangat bahagia. Raja Parikshith meninggalkan segala sesuatu dan memutuskan untuk menyadari Tuhan dan tepat pada saat itu, Maharshi Suka muncul untuk membimbingnya langsung menuju tujuannya. Demikian pula, ketika siswa yang baik mendapatkan guru-guru yang baik, mereka berhasil tidak hanya dalam mencapai kebahagiaan sejati tetapi juga memberikan kedamaian, kemakmuran, dan kebahagiaan di seluruh dunia.

-BABA

Thought for the Day - 29th July 2010 (Thursday)

Control of body and senses can be achieved only by Sadhana (spiritual exercises). You must avoid spending precious time in useless pursuits and be ever vigilant. You must engage the senses of perception and of action in congenial and noble tasks to keep them busy. There should be no chance for Thamas (sloth) to creep in. Every act must promote the good of others. While confining oneself to activities that reflect one's natural duties, Swadharma, it is possible to sublimate them into spiritual practices for the body and senses.


Mengendalikan badan dan indera dapat dicapai hanya dengan melakukan Sadhana (praktek spiritual). Engkau harus menghindari melewatkan waktu yang berharga dalam pengejaran yang sia-sia dan harus selalu waspada. Engkau harus melibatkan indera dan tindakan dengan melakukan tugas menyenangkan dan mulia untuk menjaga dirimu tetap sibuk. Tidak ada kesempatan bagi Thamas (kemalasan) yang bergerak pelan-pelan untuk masuk. Setiap tindakan seharusnya untuk kebaikan orang lain. Swadharma adalah ketika seseorang menjalankan tugasnya sehari-hari sesuai dengan kewajiban sejatinya, yang dapat memurnikan mereka ke dalam praktek spiritual bagi badan dan indera.

-BABA

Wednesday, July 28, 2010

Thought for the Day - 28th July 2010 (Wednesday)


It is creditable if you behave as a human being and even more creditable if you behave as God would. But to behave as a demon or a beast is indeed despicable. Human beings were long born as a mineral, then became a tree; in the process of evolution, got promoted to an animal, and finally rose to the status of a human being. It is a great shame if an individual slides into the beast or a beastly ogre. One deserves praise only if one rises to the Divine status. That is the fulfilment of one’s destiny. Avoid contact with the vices and develop attachment to virtues. Transmute your heart into an altar for the Lord. Destroy all the shoots and sprouts of desire. Then, your heart will be sublimated into Ksheerasagara, the pure ocean of milk where Lord Vishnu reclines. Your heart will be transformed and you will discover endless delight.

Engkau akan lebih dihargai jika engkau berperilaku sebagai manusia dan bahkan lebih dihargai lagi jika engkau berperilaku seperti Tuhan. Tetapi jika engkau berperilaku buruk atau berperilaku binatang, itu benar-benar tercela. Dalam proses evolusi, manusia lahir sebagai mineral, kemudian menjadi pohon; meningkat menjadi binatang, sampai akhirnya menjadi manusia. Akan sangat memalukan jika seorang individu tergelincir ke sifat-sifat binatang atau raksasa. Seseorang layak mendapatkan pujian hanya jika naik ke status Tuhan. Itu adalah pemenuhan takdir seseorang. Hindari kontak dengan keburukan dan kembangkan keterikatan pada kebajikan. Ubahlah hatimu menjadi altar bagi Tuhan. Hancurkan semua bibit dan tunas keinginan. Selanjutnya, hatimu akan dimurnikan ke Ksheerasagara, lautan susu murni di kediaman Dewa Wisnu. Hatimu akan di transformasi dan engkau akan menemukan kebahagiaan yang tak akan berakhir.

-BABA

Tuesday, July 27, 2010

Thought for the Day - 27th July 2010 (Tuesday)


Thapas (penance) does not mean positioning oneself upside down, head on the ground and feet held up, like a bat. Nor is it the renunciation of possessions and properties, wife and children, emaciating one’s body or holding the nose to regulate one’s breath. NO. Physical actions, oral assertions and mental resolves—all three have to be in unison. The thought, the speech and the act all have to be pure. This is the real Thapas. And they have to be co-ordinated not by the compulsion of duty. The effort must be undertaken for satisfying one’s inner yearnings, for the contentment of the self. This struggle is the essence of Thapas.



Thapas (bertapa) bukan berarti melakukan postur posisi badan terbalik, kepala berada di tanah dan mengangkat kaki, seperti kelelawar. Bukan pula menolak harta benda dan kekayaan, istri dan anak-anak, menguruskan badan atau mengatur nafas. TIDAK. Tindakan, perkataan, dan pikiran– ketiganya haruslah sejalan. Pikiran, perkataan, dan perbuatan semuanya harus murni. Inilah Thapas yang sebenarnya. Dan mereka harus diseimbangkan bukan karena paksaan. Usaha-usaha harus dilakukan untuk memenuhi kerinduan batin untuk kepuasan sang diri. Perjuangan ini adalah esensi dari Thapas.

-BABA

Monday, July 26, 2010

Thought for the Day - 26th July 2010 (Monday)


The contemplation of death is the very foundation of spiritual discipline. Without it, you are certain to fall into falsehood, pursuing the objects of sense-pleasure and trying to accumulate worldly riches. Death is no ominous calamity. It is a step into the auspicious brightness beyond. It is inescapable; it cannot be bribed away or adjourned by certificates of good conduct or testimonials from the great. Once born, death is inevitable. You must perform deeds which breed no bad consequences. Engage every day in every activity as an offering to God. Then you need not be born again and again and can escape death. This inquiry is the very core of spiritual path and will help you achieve immortality.

Merenungkan kematian merupakan dasar dari disiplin spiritual. Tanpa hal tersebut, engkau pasti akan jatuh ke dalam kepalsuan, mengejar objek-objek kesenangan duniawi dan mencoba untuk mengumpulkan kekayaan duniawi. Kematian adalah bencana yang tidak menyenangkan. Ini adalah langkah menuju pencerahan yang melampaui segalanya. Hal ini tidak bisa dihindari, tidak bisa disuap atau ditunda oleh surat keterangan kelakukan baik atau surat keterangan dari penguasa. Setelah lahir, kematian tidak bisa dihindari. Engkau harus melakukan perbuatan yang tidak menimbulkan konsekuensi yang buruk. Libatkanlah dirimu setiap hari dalam setiap kegiatan sebagai persembahan kepada Tuhan. Maka engkau tidak perlu dilahirkan kembali berulang-ulang dan dapat menghindari kematian. Pernyataan ini adalah inti dari jalan spiritual dan akan membantumu mencapai keabadian.

-BABA

Sunday, July 25, 2010

Thought for the Day - 25th July 2010


Guru Poornima is sacred for many reasons. Today, the seeker who suffers from the false identification with the objective world is initiated into the reality of the unseen motivator of the world, God. On this day, those who have no urge to tread the spiritual path are inspired to seek the path of bliss. With the rise of the sun, the world is bathed in light and heat. So too, with the coming of Guru Poornima, the human heart is bathed in peace and security. Guru Poornima is not just a day in the year marked in a calendar. It is the day when your mind, whose presiding deity is the moon, becomes full of pleasantness and coolness, and is fully illumined with the light of intellect and discrimination.

Guru Poornima adalah hari yang suci karena berbagai alasan. Dewasa ini, para peminat kehidupan spiritual yang menderita dari kepalsuan jati diri dengan objek duniawi diinisiasi ke dalam realitas penggerak yang tidak terlihat di dunia, yaitu Tuhan. Pada saat ini, orang-orang yang tidak memiliki keinginan untuk menapaki jalan spiritual terinspirasi untuk mencari jalan kebahagiaan. Dengan meningkatnya cahaya matahari, dunia ini bermandikan cahaya dan panas. Demikian juga, dengan kedatangan Guru Poornima, hati manusia bermandikan kedamaian dan keamanan. Guru Poornima tidaklah hanya sehari di tahun ini yang ditandai dalam kalender. Ini adalah hari ketika pikiranmu, yang dipimpin oleh dewa bulan, menjadi penuh kenyamanan dan kesejukan, dan sepenuhnya diterangi dengan cahaya intelek dan diskriminasi.

-BABA

Saturday, July 24, 2010

Thought for the Day - 24th July 2010 (Saturday)


Today people have lost the precious virtue of fear of sin. It is only lack of fear of sin that is responsible for the present plight of the society. Today people are committing several sins with the belief that God is kind and will ultimately forgive their sins. With this belief, they are indulging in more and more sinful acts. They have developed a sort of complacency and think that they can escape punishment. But the fact is otherwise. Though God is compassionate and may forgive all sinful acts, every human being has to necessarily pay for his/her sins. For morality to exist in society, fear of sin is essential. Hence everyone must develop the three qualities of: love for God, fear of sin and morality in society.

Saat ini orang-orang telah kehilangan kebajikan dan tidak takut berbuat dosa. Ini dikarenakan ketidaktahuan bahwa takut berbuat dosalah yang bertanggung jawab atas penderitaan masyarakat sekarang. Saat ini orang melakukan beberapa dosa dengan keyakinan bahwa Tuhan sangatlah baik dan pada akhirnya akan mengampuni dosa-dosa mereka. Dengan keyakinan ini, mereka terlibat dalam perbuatan berdosa, lagi dan lagi. Mereka telah melakukan perbuatan untuk kepuasan mereka sendiri dan berpikir bahwa mereka dapat lolos dari hukuman. Tetapi faktanya adalah sebaliknya. Meskipun Tuhan mengasihi dan akan mengampuni semua perbuatan dosa, setiap manusia haruslah selalu membayar dosa yang telah dilakukannya. Agar moralitas tetap ada dalam masyarakat, takut berbuat dosa sangatlah penting. Oleh karena itu setiap orang harus mengembangkan tiga sifat berikut ini: mencintai Tuhan, takut berbuat dosa, serta menjaga moralitas dalam masyarakat.

-BABA

Friday, July 23, 2010

Thought for the Day - 23rd July 2010 (Friday)


You must learn how to make your parents happy. Today, parents are being treated like servants. Some parents are being admitted into old age homes, when there is shortage of money. This is not correct. It is your responsibility to look after your parents and provide necessary support to them. They should not be sent to old age homes. You must keep them with you and serve them. You need not prepare special items for their sake. It is enough if you can give them what you are eating. Whatever job you take up, you must always serve your parents and make them happy. Serving your parents must be the greatest fortune you must aspire for. It is enough if you take care of your parents, your children and your family. That is the hallmark of real education.

Engkau harus belajar bagaimana membuat orang tuamu bahagia. Saat ini, orang tua diperlakukan seperti pelayan. Beberapa orangtua bahkan dirawat di panti jompo, bila ada kekurangan uang. Hal ini tidaklah benar. Merupakan tanggung jawab-mu untuk merawat orang tuamu dan menyediakan semua kebutuhan mereka. Mereka seharusnya tidak dikirim ke panti jompo. Engkau harus memperhatikan mereka dan melayani mereka. Engkau tidak perlu menyediakan barang-barang khusus untuk kepentingan mereka. Sudah cukup jika engkau bisa memberikan apa yang seperti engkau makan. Apapun pekerjaanmu, engkau harus selalu melayani orang tuamu dan membuat mereka bahagia. Melayani orang tuamu harus menjadi bagian terbesar yang engkau inginkan. Sudah cukup jika engkau mengurus orang tuamu, anak-anakmu, dan keluargamu. Itu adalah ciri dari pendidikan yang sebenarnya.

-BABA

Wednesday, July 21, 2010

Thought for the Day - 22th July 2010 (Thursday)


Withdrawal from sensory objects is an important virtue. It implies a state of mind that is above and beyond all dualities that agitate and affect common people, such as joy and grief. Withdrawal from sensory objects can be achieved while engaged in day to day living. Do not look at the world with a worldly eye. Then, even you can escape from the opposites of grief and joy, and attain balance and equal mindedness. You experience the One as many because of the mind playing its games. Practice seeing everything as a projection/extension of the Loving Lord. Then, you will be able to cross the horizon of dualities into the region of One.


Menarik diri dari objek-objek duniawi adalah kebajikan yang utama. Ini menyiratkan suatu keadaan pikiran yang berada jauh di atas dan melampaui segala dualitas yang mengganggu dan mempengaruhi orang kebanyakan, seperti kegembiraan dan kesedihan. Menarik diri dari objek-objek duniawi dapat dicapai ketika disibukkan dalam kehidupan sehari-hari. Janganlah melihat dunia dengan mata duniawi. Selanjutnya, bahkan engkau dapat melarikan diri dari duka dan sukacita, dan mencapai keseimbangan dan pikiran yang sama. Engkau mengalami bahwa Tuhan ada banyak, disebabkan karena pikiran yang memainkannya. Praktekkanlah melihat segala sesuatu sebagai sebuah proyeksi / perpanjangan dari Tuhan. Kemudian, engkau akan mampu melintasi cakrawala dualitas menuju Tuhan.

-BABA

Thought for the Day - 21th July 2010 (Wednesday)


Your very nature is Prema (Love). You cannot survive even for a moment, when deprived of Love. It is the very breadth of your life. When the six vices, to which you were attached so long, disappear, Love becomes the only occupant of your heart. Love has to find an object, a loved one. It cannot remain alone. You will then direct it to the charming, sweet Lord, who is Purity Personified, who is the embodiment of service, sacrifice and selflessness and who has taken residence in the cleansed altar of your heart. Then, there will be no scope for any other attachment to grow. Step by step, this love for God becomes deeper, purer, more self-denying, until at last, there is no need for thoughts, and the individual is merged in the Universal.

Sifat sejatimu adalah Prema (Cinta-kasih). Engkau tidak dapat bertahan bahkan untuk sesaat, ketika kehilangan Cinta-kasih. Cinta-kasih adalah nafas hidupmu. Ketika enam sifat-sifat buruk, yang melekat begitu lama dalam dirimu menghilang, Cinta-kasih menjadi satu-satunya penghuni dalam hatimu. Cinta-kasih harus menemukan sebuah obyek, orang yang dicintai. Ia tidak bisa tinggal sendiri. Engkau kemudian mengarahkannya pada sifat-sifat Tuhan yang menarik, yang memiliki Kemurnian, yang merupakan perwujudan dari pelayanan, pengorbanan, dan tidak mementingkan diri sendiri dan yang telah bersemayam dalam altar yang telah dibersihkan dalam hatimu. Kemudian, tidak akan ada lagi kesempatan bagi kemelekatan duniawi yang tumbuh disana. Langkah demi langkah, cinta-kasih untuk Tuhan ini akan menjadi semakin dalam, lebih murni, lebih masuk ke dalam diri sampai akhirnya tidak ada keinginan untuk pikiran, dan individu akan menyatu dengan Yang Universal.

-BABA

Tuesday, July 20, 2010

Thought for the Day - 20th July 2010 (Tuesday)


If you desire to wash off the dirt accumulated from the clothes you wear, you need both soap and clean water. So too, if you are anxious to remove the impurities that have got accumulated in the mind, both Vidya (spiritual knowledge) and Thapas (penance) are essential. Only when both are used can the levels of consciousness be thoroughly cleansed. No vehicle can move without at least two wheels, nor can a bird fly with just one wing. So too, no one can be rendered holy or purified without Vidya and Thapas.

Jika engkau ingin membersihkan kotoran yang telah menumpuk dari pakaian yang engkau kenakan, engkau membutuhkan sabun dan air bersih. Demikian juga, jika engkau ingin menghapus kotoran yang melekat dalam pikiran, Vidya (pengetahuan spiritual) dan Thapas (tapa) adalah yang terpenting yang harus dilakukan. Hanya ketika keduanya digunakan, tingkat kesadaran dibersihkan secara menyeluruh. Tidak ada kendaraan yang dapat bergerak tanpa memiliki paling sedikit dua roda, begitu pun burung tidak dapat terbang hanya dengan satu sayap. Demikian juga, tidak seorang pun dapat disucikan atau dimurnikan tanpa Vidya dan Thapas.

-BABA