Sunday, October 29, 2017

Thought for the Day - 29th October 2017 (Sunday)

Atma-Rama, the Rama who confers eternal joy, is present in your heart. So repeat His Name, it is the Sun that can make the lotus in your heart bloom. Rama is not the son of Emperor Dasaratha but of the ruler of your ten senses (dasendriyas). The recital of Rama’s name must become as automatic, frequent and essential as breathing. The seed letters of Rama are from the Shiva and Narayana mantra, for it is composed of the second letters of both: Na-ra-yana and Na-mah-sivaya. The name Rama endows you with power and all the spiritual capital you need. It also has a form too, and you should picture the form when you repeat the name; then the name becomes concrete and its remembrance is easier. Live always in the presence of that form-filled name. Then life becomes one continuous worship of the Lord.


Atma-Rama, Sri Rama yang menganugrahkan suka cita yang kekal adalah bersemayam di dalam hatimu. Jadi, mengulang-ulang nama-Nya, ini adalah matahari  yang dapat membuat bunga teratai hatimu menjadi mekar. Rama bukanlah putra dari raja Dasaratha namun penguasa dari sepuluh indriamu (dasendriyas). Pengulangan nama Rama harus menjadi sebuah hal yang bersifat otomatis, sering, dan mendasar seperti halnya bernafas. Huruf dasar dari nama Rama berasal dari dua huruf dari mantra Shiva dan Narayana: Na-ra-yana dan Na-mah-sivaya. Nama Rama memberikanmu kekuatan dan semua modal spiritual yang engkau butuhkan. Nama suci ini juga memiliki wujud, dan engkau harus membayangkan wujud-Nya ketika engkau mengulang-ulang nama-Nya; kemudian nama menjadi kuat dan mengingatnya menjadi lebih mudah. Hiduplah selalu dalam kehadiran wujud yang diliputi dengan nama. Kemudian hidup menjadi pemujaan secara berkelanjutan pada Tuhan. (Divine Discourse, Sep 02, 1958)

-BABA

Thought for the Day - 28th October 2017 (Saturday)

The deha, the body is but an instrument to realise the Dehi or the Indweller. Realising your oneness with the Dehi must be your deeksha or steady pursuit. And this pursuit must express itself in actual practice as discipline and training of the senses (Nishtha and Sikshana). Water and fire individually cannot move a train; they must both cooperate to produce a third thing - steam. The steam moves the engine forward. Kerosene and air must both unite to form the gas which ignites in the petromax lamp to give light. Yoga is explained as chitta vritti nirodha - the curbing of mental agitations. It also means the Union which is possible when mental agitations are curbed and equanimity is achieved. Devotion, wisdom or action (Bhakti, Jnana or Karma), must all lead to the achievement of equanimity; otherwise, they are simply a sham. The curbing of the mind will take you to the winning post.

Deha atau badan adalah hanyalah sarana untuk menyadari Dehi atau yang bersemayam di dalam badan. Menyadari kesatuanmu dengan Dehi haruslah menjadi deeksha atau pencarianmu yang teguh. Dalam pencarian ini harus diungkapkan dalam praktik yang nyata dalam bentuk disiplin dan latihan dari indria (Nishtha dan Sikshana). Air dan api secara individual tidak bisa menggerakkan sebuah kereta api; keduanya harus bekerjasama untuk menghasilkan bahan yang ketiga yaitu uap. Uap ini yang menggerakkan mesin untuk bergerak. Minyak tanah dan udara keduanya harus bersatu untuk membentuk gas yang menyalakan cahaya pada lampu petromak. Yoga dijelaskan sebagai chitta vritti nirodha – mengekang dari gejolak batin. Hal ini juga berarti bahwa persatuan dapat dicapai ketika gejolak batin dapat dikendalikan dan ketenangan hati dapat diraih. Bhakti, kebijaksanaan, atau tindakan (Bhakti, Jnana, atau Karma), semuanya ini harus menuntun pada pencapaian pada ketenangan hati; jika kalau tidak maka semuanya itu hanyalah sebuah kepura-puraan. Pengendalian pikiran akan membawamu pada tonggak keberhasilan. (Divine Discourse, Jan 29, 1965)

-BABA

Friday, October 27, 2017

Thought for the Day - 27th October 2017 (Friday)

Everyone has Divinity embedded in them, as well as Truth and sweetness. The only issue is one does not know how to manifest that Divinity, how to realise that Truth, and taste that sweetness. So, one carries the twin burdens of joy and grief tied to the ends of a single pole slung across his shoulders. Courage is the tonic for getting both physical as well as mental health and strength. Give up doubt, hesitation, and fear. Do not give any chance for these to strike root in your mind. By means of their inner divine strength, people can achieve anything; they can even become God. To help you give up fear and doubt, keep the Name of the Lord always on your tongue and in your mind, and dwell on the endless forms of the Lord and His limitless glory. Attach yourself to Him; then your attachment for these temporary objects will fall off; or at least, you will start seeing them in their proper proportion as having only relative reality.


Setiap orang memiliki sifat ke-Tuhanan yang melekat dalam diri mereka, sama halnya dengan kebenaran dan rasa manis. Satu-satunya isu yang setiap orang tidak ketahui adalah bagaimana mewujudkan ke-Tuhanan itu, bagaimana menyadari kebenaran itu, dan merasakan rasa manis itu. Jadi, seseorang membawa beban kembar yaitu suka dan duka cita yang terikat pada ujung satu galah yang melintang di bahunya. Keberanian adalah obat penguat untuk bisa mendapatkan keduanya yaitu kekuatan serta kesehatan pada fisik dan mental. Lepaskan keraguan dan ketakutan. Jangan memberikan kesempatan apapun bagi keduanya ini untuk mengganggu dasar dari pikiranmu. Dengan kekuatan dari ke-Tuhanan yang ada di dalam diri mereka, manusia dapat mencapai apapun; mereka bahkan dapat menjadi Tuhan. Untuk membantumu melepaskan rasa takut dan keraguan, tetap jaga nama Tuhan untuk selalu di lidah dan pikiranmu, dan tenggelam dalam wujud Tuhan yang tanpa akhir serta kemuliaan-Nya yang tanpa batas. Buatlah dirimu terikat pada Tuhan; kemudian keterikatanmu untuk benda-benda yang sepele akan jatuh dan rontok; atau setidaknya, engkau akan mulai melihat objek-objek yang sepele itu dengan proporsi yang tepat karena hanya memiliki kenyataan yang sementara. (Divine Discourse, Sep 02, 1958)

-BABA

Thursday, October 26, 2017

Thought for the Day - 26th October 2017 (Thursday)

The Lord will manifest Himself when the pillar is split with the sword of yearning. Hiranyakashipu did it and immediately the Lord appeared from within that pillar. The Lord did not hide in the pillar anticipating the contingency. He is everywhere; and so, He was there too. The lesson Hiranyakashipu learnt was that the deha-tatwa must be split if the dehi-tatwa must reveal itself. That is to say, the ‘I-am-body' consciousness must go, if the ‘I-am-embodied’ consciousness, must emerge. So long as you are in the dehi (I-am-embodied) consciousness, no pain or grief, pride or egoism can tarnish you. A small quantity of seawater kept separately in a bottle will smell foul in a few days. As long as it is in the sea, nothing affects it. Be in the sea, as part of it; do not individualise and separate yourself. Do not feel that you are the body (deha), separate from the Indweller (dehi).


Tuhan akan mewujudkan diri Beliau ketika pilarnya terbelah dengan pedang kerinduan. Hiranyakashipu melakukannya dan dengan segera Tuhan muncul dari dalam pilar itu. Tuhan tidak bersembunyi dalam pilar mengantisipasi hal yang tidak terduga. Tuhan ada dimana-mana; dan Tuhan juga ada di dalam pilar itu. Hikmah yang didapat oleh Hiranyakashipu adalah bahwa deha-tatwa harus dibelah jika dehi-tatwa harus mengungkapkan kualitasnya sendiri. Itulah dikatakan, bahwa kesadaran ‘aku adalah badan' harus hilang, jika kesadaran ‘aku adalah yang bersemayam dalam diri’, harus muncul. Selama engkau ada dalam kesadaran dehi (aku adalah yang bersemayam dalam diri), tidak ada rasa sakit atau duka cita, kesombongan atau egoisme yang dapat menodaimu. Sejumlah kecil air laut yang tersimpan secara terpisah dalam botol akan berbau dalam beberapa hari. Selama air itu tetap berada di dalam laut, tidak ada yang dapat mempengaruhinya. Tetaplah berada dalam lautan dan sebagai bagian dari lautan; jangan menjadi perseorangan dan memisahkan dirimu sendiri. Jangan merasa bahwa engkau adalah badan (deha), terpisah dari yang bersemayam dalam diri (dehi). (Divine Discourse, Jan 29, 1965)

-BABA

Wednesday, October 25, 2017

Thought for the Day - 25th October 2017 (Wednesday)

There are two qualities in every person. One is the animal nature; the other is humanness. Unfortunately people are forgetting their humanness by falling prey to the six enemies of lust, anger, greed, envy, attachment and pride, and misusing God-given talents. They are thereby degrading themselves to the level of an animal. On the other hand, one should use one’s mind, status, and talents to become virtuous, pursue the path of righteousness and strive to raise oneself from the human to the Divine. All things in the world should be used properly, and not misused. A knife can be used for cutting vegetables or another's throat. How a knife is used depends on the one using it. The person’s mental state should be in proper condition. A person’s conduct is related to one’s thoughts and feelings. The heart is inherently pure. But one's thoughts can maintain that purity or pollute it. One can make or mar one’s destiny by one’s thoughts and actions.


Ada dua sifat di dalam diri setiap orang. Pertama adalah sifat binatang; yang kedua adalah sifat manusia. Namun sangat disayangkan manusia melupakan sifat manusia mereka dengan jatuh menjadi mangsa dari enam musuh dalam diri yaitu nafsu, amarah, tamak, iri hati, keterikatan, dan kesombongan, serta menyalahgunakan talenta pemberian Tuhan. Pada akhirnya manusia menjatuhkan kualitas diri mereka pada level binatang. Sebaliknya, seseorang harus menggunakan pikiran, status, dan talentanya untuk menjadi berbudi luhur, menempuh jalan kebajikan dan berusaha untuk mengangkat dirinya dari manusia menuju Tuhan. Semua hal di dunia harus digunakan dengan sebaik-baiknya dan tidak menyalahgunakannya. Sebuah pisau dapat digunakan untuk memotong sayuran atau leher seseorang. Bagaimana sebuah pisau digunakan tergantung pada seseorang yang menggunakannya. Keadaan batin manusia harus dalam keadaan baik. Tingkah laku seseorang terkait dengan pikiran dan perasaannya. Hati sejatinya adalah suci. Namun pikiran seseorang dapat menjaga kesucian hati atau dapat mencemarinya. Seseorang dapat mencapai keberhasilan atau kehancuran total dengan pikiran dan perbuatannya. (Divine Discourse, Jul 16, 1997)

-BABA

Tuesday, October 24, 2017

Thought for the Day - 24th October 2017 (Tuesday)

To sit in lotus posture (padmasana) and make the Kundalini shakti (spiritual energy) rise from the Mooladhara (basal plexus) to the Sahasrara (the node in the crown of the head) is not dhyana (meditation). True Meditation consists in recognising the presence of God in all types of work you do in your daily life. God is the indweller of all. To attempt to confine God to one place you choose is not meditation! According to our culture, we first pay obeisance to the work we have to do. Before we undertake any work, we should regard that work as God. That is what the Upanishads teach us, “Tasmai Namaha Karmane - I salute the work I have to do and adore God in that form". Have you seen a person who plays on the tabla or the harmonium? Before they begin to play on it, they pay obeisance to the instrument. To regard the entire creation as the form of God and to perform your duty in that spirit, is true meditation.

Dengan duduk dalam postur tubuh seperti bunga teratai (padmasana) dan membuat Kundalini shakti (energi spiritual) muncul dari Mooladhara (susunan syaraf dasar) menuju pada Sahasrara (simpul di mahkota kepala) bukanlah sebuah dhyana (meditasi). Meditasi yang sejati terdapat pada menyadari kehadiran Tuhan dalam semua jenis pekerjaan yang engkau lakukan dalam kehidupanmu sehari-hari. Tuhan adalah yang bersemayam di dalam semuanya. Dengan berusaha untuk membatasi Tuhan pada satu tempat yang engkau pilih maka itu bukanlah meditasi! Menurut kebudayaan kita, kita pertama memberikan rasa hormat pada pekerjaan yang harus kita lakukan. Sebelum kita melakukan pekerjaan apapun, kita seharusnya melihat pekerjaan sebagai Tuhan. Itulah apa yang diajarkan Upanishad kepada kita, “Tasmai Namaha Karmane – saya menghormati pekerjaan yang harus saya kerjakan dan memuja Tuhan dalam wujud itu". Pernahkah engkau melihat seseorang yang bermain tabla atau harmonium? Sebelum mereka mulai memainkannya, mereka memberikan rasa hormat pada alat musik itu. Dengan menganggap bahwa seluruh ciptaan adalah sebagai wujud Tuhan dan menjalankan kewajibanmu dengan semangat itu, adalah meditasi yang sejati. (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 23rd October 2017 (Monday)

The flower of penance (Tapas pushpam) is very dear to God. Penance does not require you to give up your wife and children, go to a forest, and put your head up and feet down - that is not tapas! To practice real tapas, we should abandon bad thoughts from our minds as soon as they occur! The co-ordination of thought, word and deed is tapas. Whatever thoughts sprout in your mind, to utter them as words and to put them in practice as your work is true tapas. It is in this context that scriptures reveal, “Manas Ekam, Vachas Ekam, Karmanyekam Mahatmanam - the person who can coordinate their thoughts with their words and their words with their deeds is indeed a great soul (Mahatma). Give up bad thoughts from your mind – that is sacrifice! That sacrifice will become yoga (spiritual path). Remember, giving up one's property and one's wife and going to the forest is not yoga!


Bunga penebusan dosa (Tapas pushpam) adalah yang paling disenangi oleh Tuhan. Penebusan dosa tidak perlu bagimu untuk melepaskan istri dan anak-anakmu, lantas pergi ke hutan, dan menengadahkan kepala dan menurunkan kaki – itu bukanlah penebusan dosa! Untuk menjalankan tapa yang sebenarnya, kita seharusnya membuang gagasan buruk dari pikiran kita secara langsung saat gagasan itu muncul! Koordinasi dari pikiran, perkataan, dan perbuatan adalah tapa. Apapun bentuk gagasan yang muncul di dalam pikiranmu, dan mengungkapkannya dalam perkataan dan menjalankannya dalam tindakan sebagai kerjamu adalah tapa yang sejati. Dalam konteks ini naskah suci mengungkapkan, “Manas Ekam, Vachas Ekam, Karmanyekam Mahatmanam – seseorang yang dapat mengkoordinasikan pikiran mereka dengan perkataan mereka dan perbuatan mereka adalah seseorang dengan jiwa yang besar (Mahatma)." Lepaskan gagasan buruk dari pikiranmu – itu adalah pengorbanan! Pengorbanan itu akan menjadi yoga (jalan spiritual). Ingatlah, melepaskan kekayaan dan istri dan pergi ke dalam hutan bukanlah yoga! (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 22nd October 2017 (Sunday)

Human birth is most sacred and rare (Jantunam nara janma durlabham). The word manava (human being) also means one who is sacred. Why do we resort to debasing such a sacred human being? People advocate several good and sacred things, but when it comes to practice, they back out. When a conflict arises between precept and practice, you must have the courage to stand up to the situation and make every effort to tread the sacred path. You will, in your day-to-day life, encounter several people with bad qualities and wrong behaviour. Do not join their company. Offer them a salutation (namaskar) and move away. You may ask, why we should offer salutations to evil people. We salute good people, so as to not lose their company. We also salute the evil people requesting they move away from us. We must join the company of good people, cultivate good qualities, and lead a good life, thus sanctifying this precious life.


Kelahiran sebagai manusia adalah yang paling sulit di dapat dan paling suci (Jantunam nara janma durlabham). Kata manava (manusia) juga berarti seseorang yang suci. Mengapa kita mengambil jalan untuk menghina manusia yang suci ini? Orang-orang menasihati untuk beberapa hal yang baik dan suci, namun ketika masuk dalam praktik mereka menjadi mundur. Ketika pertentangan muncul diantara ajaran dan menjalankannya, engkau harus memiliki keberanian untuk menghadapi situasi ini dan membuat setiap usaha untuk menapaki jalan yang suci. Engkau akan menemui orang-orang dengan sifat buruk dan tingkah laku yang salah dalam kehidupan sehari-hari. Jangan bergaul dalam pergaulan mereka. Hormati mereka (namaskar) dan menjauhlah. Engkau mungkin bertanya, mengapa kita harus memberikan hormat pada orang-orang jahat seperti mereka. Kita menghormati orang-orang baik agar kita tidak kehilangan pergaulan mereka. Kita juga menghormati mereka yang jahat untuk meminta kepada mereka agar menjauh dari kita. Kita harus bergaul dengan orang-orang yang baik, tingkatkan sifat-sifat yang baik dan menjalani hidup yang baik, sehingga menyucikan hidup yang berharga ini. (Divine Discourse, Nov 4, 2002)

-BABA

Saturday, October 21, 2017

Thought for the Day - 21st October 2017 (Saturday)

What exactly is the meaning of ‘Sai Baba’? Sai means Sahasrapadma (the thousand petalled lotus), it means Sakshatkara (realisation or direct experience of the Lord), Ayi means mother, and Baba means father. Thus, ‘Sai Baba’ means He who is both Father and Mother and the Goal of all yogic endeavour; the ever-merciful Mother, the All-wise Father, and the Goal of all spiritual efforts. My advent is to establish righteousness (dharma samsthapana). When you are groping in a dark room, you must seize the chance when someone brings a lamp into the room. You should hurriedly collect your belongings that are scattered there, or discover where they are located, or do whatever else you need to do with the light. Similarly make the best of the chance when the Lord descends in a human form and save yourself from disaster. The undue importance that you now attach to the satisfaction of sensual desires must diminish as a result of your association with sacred books and saintly personages.


Jangan berlari mengikuti segenap orang yang mengulang-ulang materi yang ada dalam buku dan memakai jubah dengan meminta-minta. Periksa setiap tingkah laku mereka, niat, nasihat mereka dan hubungan diantara apa yang mereka katakan dan lakukan. Berpeganglah pada keyakinanmu; jangan merubah kesetiaanmu secara langsung saat sesuatu yang tidak diinginkan terjadi atau seseorang membisikkan tentang orang lain! Jangan menurunkan gambar Sai Baba dari altar dan mengganti dengan gambar yang lain karena rasa kecewa untuk pertama kali. Tinggalkan semua pada-Nya; biarkan kehendak-Nya yang terjadi — itu yang seharusnya menjadi sikapmu. Jika engkau tidak melewati kekerasan dan kelembutan, bagaimana engkau dapat dikuatkan? Sambutlah cahaya dan bayanganya, matahari dan juga hujan. Jangan berpikir bahwa hanya mereka yang memuja sebuah gambar dengan perlengkapan yang mewah adalah bhakta. Siapapun yang berjalan lurus sepanjang jalan moral, siapapun yang berbuat seperti yang mereka katakan dan berbicara seperti yang mereka lihat, siapapun yang menjadi sangat tersentuh pada penderitaan orang lain dan berbahagia atas suka cita yang lainnya – mereka adalah bhakta, mungkin lebih hebat dari bhakta. [Divine Discourse, Feb 26, 1961]

-BABA

Friday, October 20, 2017

Thought for the Day - 20th October 2017 (Friday)

What exactly is the meaning of ‘Sai Baba’? Sai means Sahasrapadma (the thousand petalled lotus), it means Sakshatkara (realisation or direct experience of the Lord), Ayi means mother, and Baba means father. Thus, ‘Sai Baba’ means He who is both Father and Mother and the Goal of all yogic endeavour; the ever-merciful Mother, the All-wise Father, and the Goal of all spiritual efforts. My advent is to establish righteousness (dharma samsthapana). When you are groping in a dark room, you must seize the chance when someone brings a lamp into the room. You should hurriedly collect your belongings that are scattered there, or discover where they are located, or do whatever else you need to do with the light. Similarly make the best of the chance when the Lord descends in a human form and save yourself from disaster. The undue importance that you now attach to the satisfaction of sensual desires must diminish as a result of your association with sacred books and saintly personages.


Apa makna yang sebenarnya dari ‘Sai Baba’? Sai berarti Sahasrapadma (bunga teratai dengan ribuan kelopak), ini berarti Sakshatkara (realisasi atau pengalaman langsung dengan Tuhan), Ayi berarti ibu, dan Baba berarti ayah. Jadi, ‘Sai Baba’ berarti Beliau yang merupakan keduanya yaitu Ayah dan Ibu serta tujuan dari semua usaha dari para Yogi; Ibu yang sangat pemurah hati, Ayah yang sangat bijaksana, dan tujuan dari semua usaha spiritual. Kedatangan-Ku adalah untuk menegakkan kembali kebajikan (dharma samsthapana). Ketika engkau meraba-raba dalam ruangan yang gelap, engkau harus meraih kesempatan ketika seseorang membawakan pelita ke dalam ruangan itu. Engkau harus dengan segera mengumpulkan barang-barangmu yang berserakan disana, atau menemukan dimana barang-barang itu diletakkan, atau melakukan yang lain yang engkau butuhkan dengan cahaya. Sama halnya, maka lakukan yang terbaik dengan kesempatan ketika kedatangan Tuhan dalam wujud manusia untuk menyelamatkanmu dari bencana. Kepentingan yang tidak perlu saat sekarang bahwa engkau terikat pada kepuasan akan keinginan sensual dan itu harus berkurang sebagai hasil dari pergaulanmu dengan buku-buku suci dan mereka yang suci. [Divine Discourse, Feb 26, 1961] [Divine Discourse, Nov 4,2002]

-BABA

Thought for the Day - 19th October 2017 (Thursday)

Do not be carried away by others’ opinions – either good or bad. Develop your own line of thinking, based on your conscience. Develop self confidence. Where there is self-confidence, there will be self-satisfaction. Where there is self-satisfaction, there will be self-sacrifice. And through self-sacrifice comes self-realisation. Self-confidence is the foundation for the building; it remains below the surface of the earth. Self-satisfaction represents the walls, self-sacrifice is the roof, and the life in this house is self-realisation. Without the foundation of self-confidence, self-realisation cannot be achieved. Therefore, build up your self-confidence slowly. In this process, start early, drive slowly and reach your goal of self-realisation safely. First and foremost, develop love. It is easier to cultivate love than all other qualities. There is nothing in this world which cannot be achieved with love.


Jangan terbawa oleh pendapat orang lain – apakah itu baik atau buruk. Kembangkan pemikiranmu sendiri berdasarkan pada kesadaranmu. Kembangkan rasa percaya diri. Dimana ada rasa percaya diri maka disana akan ada rasa kepuasan diri. Dimana ada rasa kepuasan diri maka disana akan ada sifat rela berkorban. Dan melalui sifat rela berkorban kemudian muncul realisasi diri. Rasa percaya diri adalah pondasi dari bangunan; dimana pondasi itu tetap ada di bawah tanah. Kepuasan diri melambangkan temboknya, rela berkorban adalah atapnya, dan kehidupan yang ada di dalam rumah itu adalah realisasi diri. Tanpa adanya pondasi berupa kepercayaan diri maka realisasi diri tidak dapat diraih. Maka dari itu, bangunlah kepercayaan diri secara perlahan. Dalam proses ini, mulai lebih awal, lakukan secara perlahan dan raihlah tujuanmu yaitu realisasi diri dengan selamat. Pertama dan terpenting, kembangkanlah cinta kasih. Adalah lebih mudah meningkatkan kasih daripada sifat yang lainnya. Tidak ada di dunia yang tidak dapat dicapai dengan kasih. [Divine Discourse, Nov 4, 2002]

-BABA

Wednesday, October 18, 2017

Thought for the Day - 18th October 2017 (Wednesday)

Narakasura is present in everyone as lust, hate, greed and as fear and grief, which are against the very nature of humanity. Just as an umbrella with a silk cover cannot protect you from rain but the one with a waterproof cover can, so too in this storm-driven world incessantly flushed by torrential rain, an umbrella with desire-proof and anger-proof coating is very essential. There is great latent power inherent in every¬one, and when that power is made explicit (vyakta), a human being deserves to be called individual (vyakthi). When the latent qualities from within you manifest, the demons will automatically be destroyed. Your reality is Atma; your quality is bliss (ananda). Krishna is the Super or Omni Self (Paramatma) and Satyabhama (Krishna’s consort) represents the individual self (jiva). On this auspicious day, Paramatma destroys the evil propensities with the active collaboration of the individual self! Remember, the individual self can defeat evil with the active grace of the Lord.


Narakasura adalah ada dalam diri setiap orang dalam bentuk nafsu birahi, kebencian, ketamakan dan ketakutan serta kesedihan, yang mana merupakan kebalikan dari sifat dasar manusia. Sama halnya dengan payung dengan penutup sutera tidak bisa melindungimu dari hujan tapi dengan penutup anti air dapat melindungimu, begitu juga dalam badai dunia ini yang bergejolak secara terus menerus dengan hujan yang begitu lebat maka sebuah payung dengan pelindungnya berupa anti keinginan dan anti kemarahan adalah sangat mendasar. Ada sebuah kekuatan besar yang terpendam serta menjadi pembawaan sejak lahir dalam diri setiap orang, dan ketika kekuatan itu dibuat terlihat dengan jelas (vyakta), seorang manusia layak disebut dengan seorang individual (vyakti). Ketika kualitas yang terpendam dari dalam diri itu diwujudkan, maka raksasa secara otomatis akan dihancurkan. Kenyataanmu yang sejati adalah Atma; kualitasmu adalah kebahagiaan (ananda). Sri Krishna adalah bersifat Super atau kepribadian yang tertinggi (Paramatma) dan Satyabhama (permaisuri Krishna) melambangkan diri individu (jiwa). Pada hari yang suci ini, Paramatma menghancurkan kecendrungan jahat dengan kerjasama aktif dari diri individu! Ingatlah, diri individu dapat mengalahkan kejahatan dengan karunia aktif dari Tuhan. (Sathya Sai Speaks, Vol 3, Dec 1963)
-BABA

Thought for the Day - 17th October 2017 (Tuesday)

When the qualities of an asura (demon) enter nara (man), he becomes Narakasura. In such a person, you find only bad qualities and evil feelings. Such a person does not join the company of the noble and does not make efforts to reach God, but makes friendship with only wicked people. Such a mentality is the consequence of evil deeds over a number of births. Ravana had acquired all types of knowledge like Rama. But unlike Rama, he joined bad company, entertained bad thoughts, and indulged in wicked deeds. Hence, people revere Rama and abhor Ravana. One is revered or ridiculed on the basis of one's conduct. Understand that none should lead a self-centred life. Wherever a good activity is taking place, wherever a prayer meeting is held, take part in them with enthusiasm. The scriptures guide us, “Give up bad company. Join the company of the noble. Perform meritorious deeds day and night.”


Ketika sifat raksasa (asura) memasuki manusia (nara), maka manusia itu akan menjadi Narakasura. Pada orang itu, engkau hanya menemukan sifat-sifat buruk dan perasaan yang jahat. Orang seperti itu tidak bergabung dalam pergaulan orang-orang yang baik dan tidak melakukan usaha untuk mencapai Tuhan, namun membuat pertemanan dengan orang yang jahat saja. Itu adalah mentalitas yang muncul akibat dari perbuatan jahat dari beberapa kelahiran. Ravana telah memiliki semua jenis pengetahuan seperti halnya Rama. Namun tidak seperti Rama, ketika Ravana bergabung dalam pergaulan yang tidak baik, memiliki pikiran yang buruk dan terlibat dalam melakukan perbuatan yang jahat. Oleh karena itu, orang-orang memuja Rama dan membenci Ravana. Seseorang dimuliakan atau dihina berdasarkan pada tingkah lakunya. Pahamilah bahwa seharusnya tidak ada seorangpun yang menjalani hidup yang mementingkan diri sendiri. Dimanapun perbuatan baik dilakukan, dimanapun doa dilantunkan, maka ikuti semuanya itu dengan semangat. Naskah suci menuntun kita, “lepaskan pergaulan yang tidak baik. Bergabunglah dalam pergaulan mereka yang mulia. Jalankan perbuatan yang bermanfaat siang dan malam.” (Divine Discourse, Nov 4, 2002)

-BABA

Monday, October 16, 2017

Thought for the Day - 16th October 2017 (Monday)

Now, engage yourself in spiritual discipline, spiritual thoughts and spiritual company. Forget the past. At least from now on, seek to save yourself. Never yield to doubt or unsteadiness. That is a sign of ignorance. Have faith in any one Name and the Form indicated by that name. If you revere Shiva and hate Vishnu, the plus and the minus cancel out and the net result is zero. I will not tolerate the slightest hatred of any Name or Form. The wife has to revere the husband, but that does not mean that she has to hate his parents, brothers or sisters. You can never attain the Lord through hatred of one or more of His many Forms and Names. If you throw contempt at the God that another reveres, the contempt falls on your own God. Avoid factions, quarrelling, hating, scorning and fault-finding; they recoil on you. Remember everyone is a pilgrim towards the same goal; some travel by one road, some by another.


Sekarang, libatkan dirimu dalam displin spiritual, pemikiran spiritual, dan pergaulan spiritual. Lupakanlah masa lalu. Setidaknya mulai dari sekarang dan seterusnya, carilah untuk menyelamatkan dirimu sendiri. Jangan pernah menyerah pada keraguan atau keadaan tidak tenang. Itu adalah tanda dari kebodohan. Miliki keyakinan pada satu nama dan wujud yang ditunjukkan oleh nama itu. Jika engkau memuja Dewa Shiva dan membenci Wishnu, tambah dan kurang membatalkannya dan hasil bersihnya adalah nol. Aku tidak akan memberikan toleransi pada kebencian sedikitpun pada nama atau wujud. Istri harus memuliakan suami, namun bukan berarti bahwa sang istri harus membenci orang tua atau saudaranya. Engkau tidak akan bisa mencapai Tuhan melalui kebencian pada satu atau lebih dari nama dan wujud-Nya. Jika engkau melempar kebencian pada Tuhan dan memuja yang lainnya, maka kebencian itu akan sampai pada Tuhanmu sendiri. Hindari konflik, pertengkaran, kebencian, mencemooh, dan mencari kesalahan; semuanya itu membawa kemunduran pada dirimu. Ingatlah setiap orang adalah peziarah menuju pada tujuan yang sama; beberapa berjalan dengan satu jalan, beberapa yang lain dengan jalan yang lainnya. (Divine Discourse, Oct 10, 1964)

-BABA

Sunday, October 15, 2017

Thought for the Day - 15th October 2017 (Sunday)

God loves the flower of peace (Shanti). This flower of peace should not be interpreted to mean that you should be silent towards whoever is attacking you or blaming you. It is not that at all! If you are unmoved and unperturbed in spite of anyone finding faults in you, that is real Shanti. If you can fill your heart with love, you will always be peaceful. Through our own bad qualities, we lose peace. With truthful thoughts, you will have peace. With untruthful thoughts, you lose peace. It is only when you are free from all thoughts that you can have true peace. Your own bad thoughts are responsible for all your pain and sorrow. Through good thoughts and ideas, you will become a sadhu (saint). Sadhu does not mean one who merely wears an orange robe, shaves the head and wears holy beads (Rudrakshas). Every person who has good thoughts and good ideas is a sadhu.


Tuhan menyayangi bunga kedamaian (Shanti). Bunga kedamaian  ini seharusnya tidak dimaknai bahwa engkau harus diam kepada siapapun yang menyerangmu atau menyalahkanmu. Bukan itu sama sekali! Jika engkau tidak bergeming dan tidak terganggu sekalipun ada orang yang mencari kesalahanmu, itu adalah kedamaian yang sejati. Jika engkau dapat mengisi hatimu dengan kasih, engkau akan selalu menjadi damai. Karena sifat-sifat buruk kita maka kita kehilangan kedamaian. Dengan pikiran yang tidak baik, engkau kehilangan kedamaian. Hanya ketika engkau bebas dari semua pikiran maka engkau bisa memiliki kedamaian yang sejati. Pikiranmu sendiri adalah yang bertanggung jawab dari semua rasa sakit dan penderitaaan. Dengan pikiran dan gagasan yang baik, engkau akan menjadi seorang sadhu (orang suci). Sadhu tidak berarti seseorang yang hanya memakai pakaian berwarna oranye, menggunduli kepalanya dan memakai japa mala (Rudrakshas). Setiap orang yang memiliki pikiran baik dan gagasan yang baik adalah seorang sadhu. (Divine Discourse, 12 May, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 14th October 2017 (Saturday)

Develop divine love (Prema) towards the Lord, the Embodiment of Supreme Divine Love. Never give room for doubts, hesitations and questions to test the Lord’s Love. “Why have my troubles not ended? How come this situation is happening to me?” Do not think that God does not care for you or He does not know you. You may not get what you want, when you want, but do not be under the impression that God does not love you or care for you. Do not get shaken in mind; never allow faith to decline. That will only add to the grief you already suffer from. Hold fast to your chosen deity – Shiva, Rama or Sai Baba. Do not lose the contact and company, for only when coal is in contact with the live embers, it can also become one. Cultivate nearness to Me in your heart and you will be rewarded with a fraction of Supreme Divine Love.


Kembangkan kasih Tuhan (Prema) pada Tuhan, perwujudan dari kasih Tuhan yang tertinggi. Jangan pernah memberikan ruang untuk keraguan, bimbang, dan menanyakan untuk menguji kasih Tuhan. “Mengapa kesulitan dan masalahku tidak berakhir? Bagaimana situasi seperti ini bisa terjadi padaku?” jangan berpikir bahwa Tuhan tidak peduli padamu atau Tuhan tidak mengetahui tentang dirimu. Engkau mungkin tidak mendapatkan apa yang engkau inginkan, ketika engkau menginginkannya, namun jangan memiliki pikiran bahwa Tuhan tidak menyayangimu atau tidak peduli kepadamu. Jangan membuat pikiranmu menjadi terguncang; jangan pernah izinkan keyakinan menjadi memudar. Hal itu hanya akan menambahkan duka cita pada penderitaan yang sudah engkau alami. Pegang dengan kuat nama serta wujud Tuhan yang telah engkau pilih – Shiva, Rama, atau Sai Baba. Jangan kehilangan kontak dan hubungan, karena hanya ketika batubara bersentuhan dengan bara api yang hidup, batubara dan api dapat menjadi satu. Tingkatkan kedekatan dengan-Ku di dalam hatimu dan engkau akan diberkati dengan sebuah pecahan dari kasih Tuhan yang tertinggi. (Divine Discourse, 10 Oct, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 13th October 2017 (Friday)

Imagine your son and servant is at home. If your son is pilfering some things or developing bad habits, you will try and control him by correcting, scolding, and persuading him to return to good ways but will never take him and hand him over to the police – will you? On the other hand, if your servant steals a small spoon, at once, you will consider handing him over to the police, isn’t it? What is the inner significance from this situation? The reason for the difference in behavior is the narrow idea 'this boy is my son’. Because the servant does not belong to you, there is no consideration for forbearance and patience! Cultivate the broad idea 'everyone is mine', then, love, patience and forbearance will grow abundantly.


Bayangkan putramu dan pelayan ada di dalam rumah. Jika putramu mengambil sesuatu atau mengembangkan kebiasaan buruk, engkau akan mencoba dan mengendalikannya dengan memperbaiki, memarahi, dan membujuknya untuk kembali ke jalan yang baik namun tidak akan pernah melaporkan putramu ke polisi, bukan? Sebaliknya, jika pelayanmu mencuri sebuah sendok kecil, sekali saja, maka engkau akan melaporkannya ke polisi. Apa makna yang ada di dalam situasi ini? Alasan dibalik perbedaan dalam penanganan adalah karena gagasan yang sempit 'anak ini adalah putra saya’. Karena pelayan bukan milikmu, maka tidak ada pertimbangan untuk kesabaran dan ketabahan! Tingkatkan gagasan yang luas 'setiap orang adalah milikku', kemudian kasih, kesabaran, dan ketabahan akan berkembang dan tumbuh secara melimpah. (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Thursday, October 12, 2017

Thought for the Day - 12th October 2017 (Thursday)

The eagle is pestered by crows so long as it has a fish in its beak. They swish past it to steal the fish out of its mouth. They pursue the bird wherever it sits for a little rest. At last, it gives up the attachment to the fish and drops it from its beak; the crows fly behind it and leave the eagle free. So leave off sense pleasures and the crows of pride, envy, malice, and hatred will fly away. Practise renunciation from now on so that you may set out on the journey when the call comes. No one knows when that will happen. Else, at that moment, you will be in tears, when you think of the house you have built, the property you have accumulated, the fame you have amassed, the trifles you have won, and so on. Know that all this is for the fleeting moment. Develop attachment for the Lord, who will be with you wherever you go. Only the years that you have lived with the Lord have to be counted as life, the rest are all out of count.


Elang diganggu oleh gagak selama elang membawa ikan di dalam paruhnya. Burung gagak terbang melintasinya agar bisa mencuri ikan yang ada di paruhnya dan selalu mengejarnya dimanapun burung elang hinggap untuk istirahat. Pada akhirnya, elang melepaskan keterikatan pada ikan itu dan menjatuhkannya dari paruhnya; burung gagak langsung mengejar ikan itu dan meninggalkan burung elang dengan bebas. Jadi lepaskan kesenangan indria dan burung gagak berupa kesombongan, iri hati, kedengkian, dan kebencian akan terbang menjauh. Berlatihlah untuk melepaskan keterikatan dari sekarang sehingga engkau dapat memulai perjalanan ketika panggilan datang. Tidak ada seorangpun mengetahui kapan hal itu akan terjadi. Kalau begitu, pada saat itu, engkau akan bersedih meneteskan air mata, ketika engkau memikirkan rumah yang telah engkau bangun, kekayaan yang telah engkau kumpulkan, kemashyuran yang telah engkau miliki, hal-hal sepele yang telah engkau menangkan, dan sebagainya. Ketahuilah bahwa semuanya ini adalah untuk saat yang sebentar. Kembangkan keterikatan pada Tuhan, yang mana Beliau akan bersamamu kemanapun engkau pergi. Hanya tahun-tahun yang telah engkau jalani dengan Tuhan dapat disebut dengan kehidupan, sedangkan sisanya tidak terhitung lagi. (Divine Discourse, Oct 10, 1964)

-BABA

Wednesday, October 11, 2017

Thought for the Day - 11th October 2017 (Wednesday)

The flower of ‘compassion to all living beings’ (Sarvabhute Daya Pushpam) is very dear to God. From the seed of Divinity grows the tree of creation. In this tree, the fruits are human beings who are Jeevatma. In each of these human fruits, Divinity is present as a seed. In Bhagavad Gita, Lord Krishna said, "Beejam Maam Sarva Bhutanam" (I am the seed in all living beings in the form of Atma, the soul). Recognising the truth that God is present in the form of Atma in all living beings, being compassionate to all is what God expects from you everyday. God loves the flower of forbearance (Kshama) very much. It is truly the highest quality of a human being. Often you develop narrow ideas, thinking of 'I', 'my family', and treat others as different from 'me'. When you truly love, you develop patience and forbearance. Expand your love to encompass all living beings, that will fructify as forbearance.


Bunga ‘cinta kasih kepada semua makhluk hidup’ (Sarvabhute Daya Pushpam) adalah yang sangat disenangi oleh Tuhan. Dari benih ke-Tuhan-an tumbuh menjadi pohon ciptaaan. Dalam pohon ini, buahnya yaitu umat manusia yang merupakan Jeevatma. Dalam setiap buah berupa umat manusia ini, ke-Tuhan-an hadir sebagai benihnya. Dalam Bhagavad Gita, Sri Krishna berkata, "Beejam Maam Sarva Bhutanam" (Aku adalah benih dalam semua makhluk hidup dalam wujud jiwa, Atma). Menyadari kebenaran ini bahwa Tuhan bersemayam dalam wujud Atma di dalam semua makhluk hidup, memiliki kasih sayang kepada semuanya adalah apa yang Tuhan harapkan kepadamu setiap harinya. Tuhan sangat mencintai bunga ketabahan (Kshama). Ini sejatinya adalah kualitas manusia yang tertinggi. Sering engkau mengembangkan pikiran yang sempit, memikirkan tentang 'aku', 'keluargaku', dan memperlakukan orang lain sebagai berbeda dari ‘aku’. Ketika engkau benar-benar mengasihi, engkau mengembangkan kesabaran dan ketabahan. Perluas kasihmu untuk meliputi semua makhluk hidup, itu akan menghasilkan yang namanya ketabahan. (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 10th October 2017 (Tuesday)

When you go to a temple, you see the idol, and very soon, your thoughts are with your footwear you left outside at the gate! This simple thought reveals the depth of concentration you have achieved. Unless you take care of every single aspect, you cannot experience the benefits from your spiritual practices (sadhana)! A water-filled-pot with one, a few or many holes is useless for carrying or storing water, isn’t it? Hence, you cannot achieve liberation by merely going to sacred places, or seeing, touching and conversing with great souls. You must put in your full and complete effort to follow the instructions and their directions. Following the path of Radha, Meera, Gouranga and Thukaram, you must feel an inseparable affinity with the Lord, as inseparable as the sea and the wave. Remember, you are really of the same essence, the same taste, the same quality as the sea, though you have the name and form of the wave.


Ketika engkau pergi ke tempat suci, engkau dapat melihat sebuah arca suci dan segera pikiranmu memikirkan sandalmu yang tertinggal di luar gerbang! Pikiran yang sederhana ini mengungkapkan kedalaman konsentrasi yang telah engkau capai. Jika engkau tidak memperhatikan setiap aspek, engkau tidak bisa mengalami keuntungan dari kemajuan latihan spiritualmu (sadhana)! Sebuah pot yang ada satu atau banyak lubang adalah tidak berguna untuk menyimpan air di dalamnya, bukan? Oleh karena itu, engkau tidak bisa mencapai kebebasan hanya dengan mengunjungi tempat suci atau melihat, menyentuh, dan bercakap-cakap dengan jiwa-jiwa yang hebat. Engkau harus memberikan usaha yang sepenuhnya untuk mengikuti instruksi dan arahan mereka. Mengikuti jalan dari Radha, Meera, Gouranga, dan Thukaram, engkau harus merasakan kedekatan yang terpisahkan dengan Tuhan, seperti halnya tidak terpisahnya antara lautan dan gelombangnya. Ingatlah, engkau sejatinya adalah intisari yang sama, rasa yang sama, kualitas yang sama dengan lautan, walaupun engkau memiliki nama dan wujud sebagai ombak. (Divine Discourse, Oct 10, 1964)

-BABA

Monday, October 9, 2017

Thought for the Day - 9th October 2017 (Monday)

Broadening your heart and making it bigger and bigger, you should make it as big as God Himself. A balloon, in its initial stage, is tiny. If you go on blowing air into it, it becomes bigger and bigger and later explodes. Though beginning with the ideas of 'I' and 'mine', if you ultimately move on to the place that, "all are mine and all are one”, gradually you will become broader in your vision, and then you burst and merge into God who is omnipresent. You should recognise the truth that your life should consist of making the journey from the position of 'I' to the position of 'We'. If all the time you simply stay in the place of 'I', you will remain where you are. This creation is like the bridge which connects man with God. 'I' is one hill. 'God' is another hill. The bridge between the two is the aspect of creation. If you break and destroy the bridge, you can never reach the destination. I am hoping that you plunge into society and do service, and thereby use the bridge to reach God.


Perluas hatimu dan buatlah menjadi semakin besar dan semakin besar, engkau seharusnya membuat hatimu sebesar Tuhan itu sendiri. Sebuah balon pada awalnya adalah sangat kecil. Jika engkau meniupkan udara ke dalam balon itu maka balon itu akan menjadi semakin besar dan semakin besar dan akhirnya meletus. Walaupun dimulai dengan pemikiran 'aku' dan 'milikku', jika engkau pada akhirnya bergerak pada tujuan yaitu, "semua adalah milikku dan semuanya adalah satu”, secara perlahan engkau akan memiliki pandangan yang lebih luas, dan kemudian engkau akan terbuka sepenuhnya dan menyatu dalam kualitas Tuhan yang ada dimana-mana. Engkau harus menyadari kebenaran bahwa hidupmu seharusnya terkait dalam perjalanan dari posisi 'aku' menuju pada posisi 'kita'. Jika seluruh waktu engkau tetap tinggal di posisi 'aku', engkau akan tetap di tempat engkau berada. Ciptaan ini adalah seperti jembatan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. 'aku' adalah satu bukit. 'Tuhan' adalah bukit yang lainnya. Jembatan diantara keduanya adalah aspek dari ciptaan. Jika engkau menghancurkan dan memutuskan jembatan itu maka engkau tidak akan pernah bisa mencapai tujuan. Aku berharap bahwa engkau terjun ke masyarakat dan melakukan pelayanan, dan dengan demikian menggunakan jembatan untuk mencapai Tuhan. (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Sunday, October 8, 2017

Thought for the Day - 8th October 2017 (Sunday)

A fatal weakness that most people fall for is ‘dambha’ (conceit, egoism or pride), the desire to be talked about, to be praised! People take delight in tom-tomming their achievements and capabilities. They desire that their names and deeds are published in daily newspapers in big bold letters for all to see. Don’t fall for this clamour! This actually makes one ludicrous and pitiable. Do not strive to get attention in the newspapers. Instead, you must strive to earn status in the realm of God; earn fame in the company of the good and godly, progress in humility, and in reverence of elders and parents. If you are forever stuck in the primary class repeating the alphabets, when will you understand the teaching of the scholars from the scriptures? Spiritual subject is beyond the reach of your senses and you must garner strength to listen and cherish them dearly in your minds. I desire that you practice them and live in joy!


Sebuah kelemahan yang fatal bahwa kebanyakan orang jatuh ke dalam ‘dambha’ (kecongkakan, egoisme, atau kesombongan), keinginan untuk dibicarakan dan dipuji! Orang-orang sangat senang dalam mengatakan prestasi dan kemampuan mereka pada banyak orang. Mereka ingin bahwa nama dan perbuatan mereka dimuat dalam harian surat kabar dengan huruf besar dan dicetak tebal agar semua orang dapat membacanya. Jangan jatuh dalam keriuhan ini! Hal ini sejatinya membuat seseorang menggelikan dan menyedihkan. Jangan berusaha untuk mencari perhatian dengan surat kabar. Malahan, engkau harus berusaha untuk mendapatkan status dalam kerajaan Tuhan; dapatkan nama baik di dalam pergaulan dengan yang baik dan saleh, melangkah maju dalam kemanusiaan, dan menghormati yang lebih tua dan juga orang tua. Jika engkau selamanya ada di kelas satu dan hanya belajar abjad saja, kapan engkau akan memahami ajaran dari para cendekiawan dalam naskah-naskah suci? Pelajaran spiritual adalah di luar jangkauan indriamu dan engkau harus mengumpulkan kekuatan untuk mendengarkan dan menikmatinya di dalam pikiranmu. Aku menginginkan bahwa engkau menjalankan semuanya itu dan hidup dalam suka cita! (Divine Discourse, Oct 10, 1964)

-BABA

Saturday, October 7, 2017

Thought for the Day - 7th October 2017 (Saturday)

Offer the flower of non-violence (ahimsa) to God. We regard ahimsa to mean not to cause harm and hurt to other living beings. The true meaning of ‘Ahimsa’ is to not cause hurt and harm through thoughts, words or deeds. The control of your sense organs is another flower that must be offered to God. Our senses run without any control. If running horses are not controlled, they pose a danger. God has created each organ of the human body for a specific purpose. It is only when we use these sensory organs along the right path for which they have been created will we be entitled to God's grace. Our inner strength will decrease rapidly with agitation or unnecessary sorrow; body also suffers illness due to mental agitations and distractions. One ages very quickly through excitement and sorrow. The reason for your not preserving this sacred instrument in sound condition is lack of control over these sensory organs. Hence the second flower of sensory control should be used for worshipping God.


Persembahkan Bunga tanpa kekerasan (ahimsa) kepada Tuhan. Kita menganggap ahimsa sebagai tidak menyebabkan penderitaan dan menyakiti makhluk lainnya. Arti yang sebenarnya dari ‘Ahimsa’ adalah tidak menjadi sebab akan penderitaan dan rasa sakit melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Pengendalian organ-organ indriamu adalah bunga lain yang harus engkau persembahkan kepada Tuhan. Indria kita bergerak dengan cepat tanpa pengendalian apapun juga. Jika kuda pacuan berlari tanpa kendali maka itu akan menjadi sebuah mara bahaya. Tuhan telah menciptakan setiap organ dalam tubuh manusia untuk tujuan khusus. Hanya ketika kita menggunakan organ-organ indria ini di jalan yang benar sesuai dengan tujuannya diciptakan maka kita berhak akan karunia Tuhan. Kekuatan dalam diri kita akan merosot dengan cepat melalui agitasi atau kesedihan yang tidak perlu; tubuh juga menderita penyakit karena pergolakan dan gangguan batin. Usia manusia sangat cepat melalui suka dan duka cita. Alasan bagimu untuk tidak menjaga alat yang suci ini adalah kurangnya pengendalian pada organ-organ indria. Oleh karena itu, bunga kedua adalah pengendalian indria harus digunakan untuk memuja Tuhan. (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA

Friday, October 6, 2017

Thought for the Day - 6th October 2017 (Friday)

In temples or homes, you may have seen people breaking coconuts to offer to God. If you try to break the nut just as it fell from the tree, will it break? No! The fibrous outer cover must be removed to first expose the shell. The fibre protects the shell and lets it grow, preventing blows from the environment. Liberation results from breaking the mind filled with vagaries and wishes. But how can you break it when the fibrous armour of sensual desires encompasses it? So, carefully and persistently, remove them and dedicate your mind to God! Smash it open in His presence. At that very moment, you are set free! The toughest fibre is anger; it is indeed the stickiest dirt! When you get angry, you forget everything and quickly descend to the lowest depth. You lose all discrimination during the agitation. Be Aware! Cultivate virtues assiduously. Virtue is your life-breath, character is the backbone.


Dalam tempat suci atau di rumah, engkau mungkin melihat orang-orang memecahkan kelapa untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Jika engkau mencoba untuk memecahkan kelapa sama halnya saat kelapa itu jatuh dari pohon, akankah kelapa itu pecah? Tidak! Serat luar yang membungkus kelapa itu harus dilepaskan pertama untuk menyingkapkan tempurungnya. Serat itu melindungi tempurungnya dan membiarkannya tumbuh, mencegah benturan dari lingkungan. Kebebasan diperoleh dari memecah pikiran yang diisi dengan ketidaktetapan dan keinginan. Namun bagaimana engkau dapat memecahkannya ketika serabut baju pelindungnya yaitu keinginan sensual menutupinya? Jadi, secara hati-hati dan terus menerus, lepaskan serabut itu dan dedikasikan pikiranmu kepada Tuhan! Hancurkan serabut itu dan buka tempurungnya di hadapan Tuhan. Pada saat itu juga, engkau dibebaskan! Serabut yang paling kuat adalah amarah; amarah adalah kotoran yang paling  lengket! Ketika engkau marah, engkau lupa segalanya dan dapat cepat jatuh pada level yang paling bawah. Engkau kehilangan semua kemampuan membedakanmu selama pergejolakan itu. Waspadalah! Tingkatkan kebajikan dengan tekun. Kebajikan adalah nafas hidupmu, karakter adalah tulang belakangmu. (Divine Discourse, Oct 10, 1964)

-BABA

Thursday, October 5, 2017

Thought for the Day - 5th October 2017 (Thursday)

Are the flowers you offer in worship created by you? You bring flowers which were created by the Will (sankalpa) of God on some tree or garden and offer it back to the Creator Himself. What is the greatness in offering flowers created by God and giving them back to God Himself? Many people bathe in the Ganges, take the water from the Ganges into their palms and offer it back to the Ganges itself. Is there any merit in this? Let me suggest a better alternative to offer to God. From the tree of your life, select the fruits that you have carefully nurtured and grown, blossoming in the form of good qualities from within, and offer them to God! There is some distinctiveness in that! To promote these good qualities, you may have had to undergo several troubles. But remember, it is through troubles these good qualities have grown and your mind now naturally acquires divine concentration!


Apakah engkau yang menciptakan bunga yang engkau persembahkan dalam pemujaan? Engkau mempersembahkan bunga yang diciptakan oleh kehendak Tuhan (sankalpa) dan tumbuh pada beberapa pohon atau kebun serta mempersembahkannya kembali kepada Tuhan sendiri. Apa kehebatan dalam mempersembahkan bunga yang diciptakan oleh Tuhan dan mempersembahkannya kembali kepada Tuhan? Banyak orang mandi di sungai Gangga, mengambil air dari sungai Gangga dengan tangan mereka dan kemudian mempersembahkan air itu kembali kepada sungai Gangga sendiri. Apakah ada kebaikan dalam hal ini? Aku sarankan sebuah alternatif yang lebih baik untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Dari pohon hidupmu, pilihlah buah yang telah dengan hati-hati engkau rawat dan tumbuh, merekah dalam kualitas yang baik dari dalam dan kemudian mempersembahkannya kepada Tuhan! Ada beberapa kekhasan dalam hal itu! Untuk mengembangkan kualitas yang baik ini, engkau mungkin telah mengalami beberapa masalah. Namun ingatlah, hanya melalui masalah kualitas baik ini dapat tumbuh dan pikiranmu sekarang secara alami mendapatkan fokus pada Tuhan! - Divine Discourse, May 12, 1981

-BABA

Wednesday, October 4, 2017

Thought for the Day - 4th October 2017 (Wednesday)

The world around is full of sorrow and strife; you are trying to avoid them and derive a little joy and peace somehow, overlooking the grief and disappointment. Your efforts are like digging a well in a sand heap. The deeper you dig, the faster it caves in, and then, you begin the whole process at a slightly different place! When piles of sensual desires overwhelm you and drag you down to grief, you think of a way out! The only way to get everlasting joy is through Bhakti (devotion); that is the best among the yuktis (the paths dictated by intelligence). That alone gives the shakti (the strength). The seed of devotion grows only in a well-prepared ground. The method of preparation is given in the Vedas. It clearly articulates the code of conduct, the method of living and the ideals to be followed. Adhere to the code of conduct. Even if you have not been able to study the Vedas, listen to the words of those who follow its teachings and have been overcome by the joy of that experience!


Dunia di sekitar kita adalah penuh dengan penderitaan dan perselisihan; engkau sedang mencoba untuk menghindari semuanya itu dan mendapatkan sedikit suka cita dan kedamaian, mengabaikan duka cita dan kekecewaan. Usahamu adalah seperti sedang menggali sebuah sumur di tumpukan pasir. Semakin dalam engkau menggalinya, semakin cepat sumur itu runtuh, dan kemudian engkau memulai keseluruhan proses di tempat yang sedikit berbeda! Ketika tumpukan keinginan sensual menguasaimu dan menarikmu jatuh dalam duka cita maka engkau memikirkan jalan keluarnya! Satu-satunya cara untuk mendapatkan suka cita yang kekal adalah melalui Bhakti; itu adalah yang terbaik diantara yukti (jalan diarahkan oleh kecerdasan). Hanya itu yang memberikan shakti (kekuatan). Benih bhakti hanya tumbuh pada tanah yang telah dipersiapkan dengan baik. Metode persiapannya diberikan dalam Weda. Dalam hal ini dengan jelas menyampaikan tentang pedoman perilaku, metode hidup dan ideal yang diikuti. Patuhi pedoman perilakunya. Bahkan jika engkau tidak mampu mempelajari Weda, dengarkan perkataan mereka yang mengikuti ajarannya dan telah dikuasai dengan suka cita dari pengalaman itu! (Divine Discourse, 10 Oct, 1964)

-BABA

Tuesday, October 3, 2017

Thought for the Day - 3rd October 2017 (Tuesday)

We worship God with flowers, offer ritual adoration (puja) and pay obeisance. There is something sacred and superior than this! It is to offer God a pure mind and good conduct. This is called Paraa Bhakti. By worshiping God with puja and flowers, the spiritual aspirant remains stationary in their journey to God; failing to rise to a higher position is unwise. The worldly flowers always fade, lose fragrance and develop unpleasant odours. Instead of worshipping with worldly, impermanent flowers and receiving transient rewards from God, worship Him with what is lasting to attain a much higher stage. The first flower to offer God is non-violence (ahimsa). The second is control of senses (dhama). The third is compassion to all living beings (daya). The fourth is forbearance (kshama). The fifth is peace (shanti). The sixth is tapas (penance). The seventh is meditation (Dhyana). And the eighth is the flower of Truth (Sathya).


Kita memuja Tuhan dengan bunga, mempersembahkan ritual pemujaan, dan memberikan penghormatan. Ada sesuatu yang suci dan lebih tinggi kedudukannya daripada ini! Yaitu mempersembahkan kepada Tuhan sebuah pikiran dan tingkah laku yang murni. Ini yang disebut dengan Paraa Bhakti. Dengan memuja Tuhan dengan sarana puja dan bunga, para peminat spiritual tetap tidak bergerak dalam perjalanan menuju Tuhan; dan gagal untuk naik pada posisi yang lebih tinggi adalah tidak bijak. Bunga duniawi selalu memudar, kehilangan wanginya dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Daripada memuja Tuhan dengan bunga dunia seperti itu yang bersifat tidak kekal, dan menerima penghargaan sementara dari Tuhan, kita seharusnya memuja Tuhan dengan yang bersifat kekal untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Bunga pertama yang dipersembahkan kepada Tuhan adalah tanpa kekerasan (ahimsa). Bunga kedua adalah pengendalian indria (dhama). Bunga ketiga adalah welas asih kepada semua makhluk (daya). Bunga keempat adalah ketabahan (kshama). Bunga kelima adalah kedamaian (shanti). Bunga keenam adalah tapa (penebusan dosa). Bunga ketujuh adalah meditasi (Dhyana). Dan bunga kedelapan adalah kebenaran (Sathya). (Divine Discourse, May 12, 1981)

-BABA