Everyone has Divinity embedded in them, as well as Truth and sweetness. The only issue is one does not know how to manifest that Divinity, how to realise that Truth, and taste that sweetness. So, one carries the twin burdens of joy and grief tied to the ends of a single pole slung across his shoulders. Courage is the tonic for getting both physical as well as mental health and strength. Give up doubt, hesitation, and fear. Do not give any chance for these to strike root in your mind. By means of their inner divine strength, people can achieve anything; they can even become God. To help you give up fear and doubt, keep the Name of the Lord always on your tongue and in your mind, and dwell on the endless forms of the Lord and His limitless glory. Attach yourself to Him; then your attachment for these temporary objects will fall off; or at least, you will start seeing them in their proper proportion as having only relative reality.
Setiap orang memiliki sifat ke-Tuhanan yang melekat dalam diri mereka, sama halnya dengan kebenaran dan rasa manis. Satu-satunya isu yang setiap orang tidak ketahui adalah bagaimana mewujudkan ke-Tuhanan itu, bagaimana menyadari kebenaran itu, dan merasakan rasa manis itu. Jadi, seseorang membawa beban kembar yaitu suka dan duka cita yang terikat pada ujung satu galah yang melintang di bahunya. Keberanian adalah obat penguat untuk bisa mendapatkan keduanya yaitu kekuatan serta kesehatan pada fisik dan mental. Lepaskan keraguan dan ketakutan. Jangan memberikan kesempatan apapun bagi keduanya ini untuk mengganggu dasar dari pikiranmu. Dengan kekuatan dari ke-Tuhanan yang ada di dalam diri mereka, manusia dapat mencapai apapun; mereka bahkan dapat menjadi Tuhan. Untuk membantumu melepaskan rasa takut dan keraguan, tetap jaga nama Tuhan untuk selalu di lidah dan pikiranmu, dan tenggelam dalam wujud Tuhan yang tanpa akhir serta kemuliaan-Nya yang tanpa batas. Buatlah dirimu terikat pada Tuhan; kemudian keterikatanmu untuk benda-benda yang sepele akan jatuh dan rontok; atau setidaknya, engkau akan mulai melihat objek-objek yang sepele itu dengan proporsi yang tepat karena hanya memiliki kenyataan yang sementara. (Divine Discourse, Sep 02, 1958)
-BABA
No comments:
Post a Comment