You may repeat like a parrot certain phrases like "Everything is the Lord's," "I am but a puppet; He pulls the strings and I dance as He wills," "Nothing is mine; I am just carrying out His will" and so on. But what do you usually do? When a praiseworthy act is done, you claim it to be your own; you shout from platforms till your throats get dry that you won by your own effort, honour, fame, status and standards, authority and position, property and possessions, and attainments and achievements. But when a blameworthy act is done, or when it comes to confessing your share in earning ill fame and defeat, or evil and wrong, you conveniently transfer the responsibility to the Lord, saying, "I am but an instrument in His hands, He is the master, I am but a tool." People swing from "I" to "He" like the pendulum of the clock. This very common habit, which is a fashion today, is sheer deceit; its hollow spiritual sham. Mind, word and act - all three must be filled with the belief that all is His play. That is the genuine path.
Engkau mungkin dapat mengulang-ulang frasa tertentu seperti burung beo "Segala sesuatu adalah milik Tuhan," "aku tidak lain hanyalah wayang, Dia menarik tali dan aku menari sesuai dengan kehendak-Nya," "Tidak ada sesuatupun yang merupakan milikku, aku hanya melaksanakan kehendak-Nya" dan seterusnya. Tetapi apa yang biasanya engkau lakukan? Ketika suatu hal yang baik/ terpuji dilakukan, engkau menyatakan bahwa hal itu terjadi karena dirimu sendiri; Engkau berteriak dari podium sampai tenggorokanmu menjadi kering bahwa apa yang telah dicapai karena usahamu sendiri, kehormatan, ketenaran, status dan standar, wewenang dan posisi, properti dan harta benda, serta pencapaian dan prestasi. Tetapi ketika sebuah tindakan tercela dilakukan, atau ketika engkau melakukan dosa, melakukan perbuatan yang salah, engkau dengan mudah melempar tanggung jawab pada Tuhan, dan mengatakan: "Aku tidak lain adalah instrument di tangan-Nya, Beliau adalah master, aku hanyalah alat-Nya. "Orang-orang berayun dari "aku" ke "Dia" seperti bandul jam. Ini kebiasaan yang sangat umum, yang menjadi kebiasaan saat ini, ini merupakan kebohongan belaka; kepura-puraan spiritual. Hendaknya pikiran, perkataan, dan perbuatan – ketiga-tiganya harus diisi dengan keyakinan bahwa semua adalah permainan-Nya. Itulah jalan sejati, yang sesungguhnya.
-BABA
Thursday, March 29, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment