True devotion consists not in merely chanting the name of Rama (the Lord) but in rendering help to the society and serving the needy. Only then can you become worthy of God's grace. Hanuman exemplified the ideal of implicit obedience to God's injunctions. True devotees should give no room for doubt. They must act with full faith in God. They must realise that everything belongs to God and should give up all senses of ‘I’ and ‘mine’. There is a basic difference between the attitude of the Gopikas (the simple cowherd womenfolk) towards Krishna and that of Yadavas of Dwaraka (relatives of Krishna). The Gopikas felt: "Krishna! We are Yours". While the Yadavas felt: "Krishna! You are ours." Their attitude was based on Ahamkara (sense of ego). That was responsible for their ultimate destruction.
Bhakti yang sejati tidak hanya terkait melantunkan nama Rama (Tuhan) namun memberikan bantuan kepada masyarakat dan melayani yang memerlukan. Hanya dengan demikian engkau akan layak untuk mendapatkan karunia Tuhan. Hanuman memberikan teladan yang ideal tentang kepatuhan yang sepenuhnya pada perintah Tuhan. Bhakta yang sejati seharusnya tidak memberikan ruang untuk keraguan. Mereka harus bertindak penuh keyakinan kepada Tuhan. Mereka harus menyadari bahwa segala sesuatunya adalah milik Tuhan dan seharusnya melepaskan semua perasaan tentang ‘aku’ dan ‘milikku’. Ada perbedaaan yang mendasar diantara sikap dari para Gopika (pengembala wanita yang sederhana) kepada Krishna dengan para Yadawa di Dwaraka (kerabat Krishna). Para Gopika merasa: "Krishna! Kami adalah milik-Mu ". sedangkan para Yadawa merasakan: "Krishna! Engkau adalah milik kita." Sikap mereka didasarkan pada Ahamkara (ego). Itu yang bertanggung jawab untuk kehancuran mereka yang terakhir. (Divine Discourse, Jan 23, 1997)
-BABA
No comments:
Post a Comment