Let your duties (karma) be suffused with devotion (bhakti), that is to say, with humility, love, compassion, and nonviolence. Without wisdom, devotion will be as light as a balloon that drifts along any gust of wind. Mere wisdom will make the heart dry; devotion softens it with empathy, and karma gives your hands useful work, so your every minute is sanctified. Hence devotion is referred to as upasana — dwelling near, feeling the presence, sharing the sweetness of the Divine. The yearning for this Upasana prompts you to do pilgrimages, construct and renovate temples, etc. The various rituals with which the Lord is worshipped with is for the satisfaction of the mind which craves for personal contact with the Supreme. These are karmas of high order that lead to spiritual wisdom. First start with the idea, “I am in the Light” then you experience, “The light is in me”, leading to the conviction, “I am the Light!” That is supreme wisdom!
Biarkan kewajibanmu (karma) diliputi dengan bhakti, artinya dengan kerendahan hati, kasih, welas asih, dan tanpa kekerasan. Tanpa kebijaksanaan, bhakti akan menjadi se-ringan balon udara yang dibawa terbang jauh oleh tiupan angin. Hanya kebijaksanaan saja akan membuat hati menjadi kering; bhakti melembutkannya dengan empati, dan karma memberikan tanganmu kerja yang berguna, sehingga setiap menit disucikan. Oleh karena itu bhakti disebut sebagai upasana — berada dekat, merasakan kehadiran, berbagi rasa manis dari Tuhan. Kerinduan pada Upasana ini mendorongmu melakukan perziarahan, membangun, dan memugar tempat suci, dsb. Berbagai jenis ritual dimana Tuhan dipuja untuk memuaskan pikiran yang sangat membutuhkan kontak pribadi dengan Yang Maha Agung. Ini adalah karma dari tatanan yang tinggi dalam menuntun pada kebijaksanaan spiritual. Pertama mulai dengan ide, “aku di dalam cahaya” kemudian engkau mengalami, “Cahaya di dalam diriku”, menuntun pada keyakinan, “aku adalah cahaya!” Itu adalah kebijaksanaan yang tetinggi! (Divine Discourse, July 7, 1963)
-BABA
No comments:
Post a Comment