Thursday, October 31, 2024

Thought for the Day - 31st October 2024 (Thursday)

Just as the sun's rays can burn a heap of cotton if the rays are concentrated by passing through a lens, the rays of the intellect will destroy one's bad qualities only when they are passed through the lens of Divine love. Although man has come from Madhava (God), he is enveloped in a Bhrama (delusion) which obscures the Brahma (Divinity) within him. So long as one is in the grip of this delusion one cannot understand God. Because of this delusion, one gets attached to the body and develops limitless desires. This leads to the growth of the asura (demonic) nature in him. In the word 'Nara' (man), 'na' means no and 'ra' means destruction. So, the term 'nara' describes man as one without destruction (that is, one who is eternal). When the letter 'ka' is added to 'nara' it becomes 'Naraka’, meaning, ‘hell’, which is the opposite of heaven. When one descends to the demonic level, he forgets divinity and follows the path to hell. The Divine is realised by pursuing the spiritual path (the Atmic path). According to the Puranic story, Narakasura is said to have been destroyed on this day of Deepavali (Naraka Chaturdasi). Narakasura was a demon filled with attachment to bodily pleasures. 


- Divine Discourse, Oct 24, 1992.

To dispel the darkness of ignorance, you need to have vairagya (renunciation), the container; love, the oil; one pointed concentration, the wick; and tatwa-jnana (spiritual wisdom), the matchbox.



Seperti halnya sinar matahari yang dapat membakar setumpuk kapas jika sinar tersebut dipusatkan dengan melalui sebuah lensa, sinar dari kecerdasan akan menghancurkan sifat-sifat buruk seseorang hanya ketika sinar tersebut dipusatkan melalui lensa kasih Tuhan. Walaupun manusia berasal dari Madhava (Tuhan), namun manusia juga dibungkus dalam Bhrama (khayalan) yang mana mengaburkan Brahma (Tuhan) di dalam dirinya. Selama seseorang masih dalam cengkaraman khayalan ini maka seseorang tidak bisa memahami Tuhan. Karena kyahalan ini, seseorang menjadi terikat pada badan jasmani dan mengembangkan keinginan yang tanpa batas. Hal ini menuntun pada berkembangnya sifat-sifat raksasa (asura) di dalam diri manusia. Dalam kata 'Nara' (manusia), 'na' berarti tidak dan 'ra' berarti kehancuran. Jadi, istilah 'nara' menggambarkan manusia sebagai seseorang yang tanpa kehancuran (artinya seseorang yang abadi). Ketika huruf 'ka' ditambahkan pada kata 'nara' maka ini menjadi 'Naraka’, berarti, ‘neraka’, yang mana kebalikan dari surga. Ketika seseorang jatuh ke dalam level raksasa, maka dia melupakan keilahian dan mengikuti jalan menuju neraka. Tuhan dapat disadari dengan menapaki jalan spiritual (jalan Atma). Sesuai dengan kisah dalam purana, disebutkan Narakasura dihancurkan pada perayaan Deepavali atau disebut dengan Naraka Chaturdasi. Narakasura adalah raksasa yang diliputi dengan keterikatan pada kesenangan tubuh jasmani. 


- Divine Discourse, 24 Oktober 1992.

Untuk melenyapkan kebodohan, engkau perlu memiliki _vairagya_ (tanpa keterikatan) sebagai wadahnya; kasih sebagai minyaknya; konsentrasi terpusat sebagai sumbunya; dan _tatwa-jnana_ (kebijaksanaan spiritual) sebagai korek apinya.



Wednesday, October 30, 2024

Thought for the Day - 30th October 2024 (Wednesday)

There are three doorways to hell for man - kama (lust), krodha (hatred) and lobha (greed). Desires tend to get out of bounds. Hence it is essential to try to curb them as much as possible. The process of controlling desires is called sadhana. The literal meaning of sadhana is the effort you make to achieve the object you desire or to reach the goal you have in view. Sadhana is thus the primary means to realise your aim or objective. A second meaning of the term is Sa-dhana, that is wealth that is associated with Divinity. Dhana (wealth) is described in three ways as Aishwarya (opulence), Sampada (prosperity) and Dhana (material wealth). All of them refer to the same thing. Wealth will not accompany us when we give up the body. If wealth is lost, it can be regained. If strength is lost, it may be recovered. But if life is lost it cannot be got back. Hence, while life still remains, one must strive to acquire the divine wealth that is imperishable and everlasting. Your conduct constitutes this divine wealth. It is only by the way we live that we can acquire this divine wealth. 


- Divine Discourse, May 29, 1988.

The real wealth is love, grace, and blessings of God. Once you acquire this wealth, it will never leave you.


Ada tiga gerbang ke neraka bagi manusia - kama (nafsu), krodha (amarah) dan lobha (rakus). Keinginan cendrung melampaui batas. Karena itu adalah mendasar untuk mencoba mengendalikannya sebisa mungkin. Proses dalam mengendalikan keinginan disebut dengan sadhana. Makna harfiah dari sadhana adalah usaha yang engkau lakukan untuk mendapatkan objek dari keinginan atau mencapai tujuan yang diputuskan. Dengan demikian sadhana adalah sarana utama untuk menyadari tujuanmu. Makna kedua dari istilah ini adalah Sadhana, adalah kekayaan yang dihubungkan dengan keilahian. Dhana (kekayaan) dijelaskan dalam tiga cara sebagai Aishwarya (kemewahan), Sampada (kesejahtraan) dan Dhana (kekayaan material). Ketiganya itu mengacu pada hal yang sama. Kekayaan tidak akan mengiringimu ketika engkau menanggalkan tubuh jasmani. Jika kekayaan hilang, maka kekayaan masih bisa dicari. Jika kekuatan hilang, maka Kesehatan dapat dipulihkan kembali. Namun jika hidup sudah hilang maka hidup tidak bisa didapatkan kembali. Karena itu, semasih kita hidup, seseorang harus berusaha untuk mendapatkan kekayaan Ilahi yang tidak bisa dimusnahkan dan bersifat abadi ini. Tingkah lakumu merupakan kekayaan Ilahi ini. Hanya melalui cara kita hidup maka kita bisa mendapatkan kekayaan ilahi. 


- Divine Discourse, 29 Mei 1988.

Kekayaan sejati adalah kasih, karunia, dan berkah Tuhan. Sekali engkau mendapatkan kekayaan ini, maka kekayaan ini tidak akan pernah meninggalkanmu.



Tuesday, October 29, 2024

Thought for the Day - 29th October 2024 (Tuesday)

Note down all the things for which you have cried so far. You will find that you have craved only for paltry things, for momentary distinctions, for fleeting fame; you should cry only for God, for your own cleansing and consummation. You should weep, wailing for the six cobras that have sheltered themselves in your mind, poisoning it with their venom: Lust, anger, greed, attachment, pride and malice. Quieten them as the snake charmer does with his swaying flute. The music that can tame them is the singing aloud of the Name of God. And when they are too intoxicated to move and harm, catch them by the neck and pull out their fangs as the charmer does. Thereafter, they can be your playthings; you can handle them as you please. When these are laid low, you will gain equanimity. You will be unaffected by honour or dishonour, profit or loss, joy or grief. 


- Divine Discourse, Mar 26, 1968.

Without the extinction of desire, man cannot become Divine.


Catatlah semua hal yang mana engkau telah tangisi. Engkau akan mendapatkan bahwa engkau hanya menginginkan hal-hal yang remeh, pencapaian sementara, ketenaran sesaat; engkau seharusnya hanya mendambakan Tuhan, untuk pembersihan dan penyempurnaan dirimu. Engkau seharusnya menangis, meratapi enam ular kobra yang telah menyembunyikan dirinya di dalam pikiranmu, meracuni pikiranmu dengan racunnya seperti: nafsu, amarah, tamak, keterikatan, kesombongan dan iri hati. Tenangkan keenam ular kobar itu seperti pawang ular yang meniup serulingnya. Musik yang bisa menjinakkan mereka adalah nyanyian nama suci Tuhan dengan lantang. Dan ketika keenam ular kobra itu begitu aktif dan membahayakan, tangkap lehernya dan cabut taringnya seperti yang dilakukan pawang. Setelah itu, mereka dapat menjadi mainanmu; engkau dapat mengatur mereka separti yang engkau inginkan. Ketika mereka direndahkan, engkau akan mendapatkan ketenangan hati. Engkau tidak akan terpengaruh oleh rasa hormat atau penghinaan, keuntungan atau kerugian, suka atau duka cita. 


- Divine Discourse, 26 Maret 1968.

Tanpa padamnya keinginan, manusia tidak bisa mencapai keilahian.



Monday, October 28, 2024

Thought for the Day -28th October 2024 (Monday)


Valmiki, by meditating on the glory of Rama, was able to mould himself into the immortal poet who composed the Ramayana. He became an embodiment of that glory, and therefore, he could create that great epic. When we decide on writing a letter, we gather in our minds the facts to be communicated, the manner in which it has to be written, and then, we start writing it. When we decide on building a house, we build it first in our minds - the drawing room here, the dining hall there, the kitchen at this end, etc., and then, draw the plan on paper. What we do is to project an ideal into action, into a concrete program. The external action or achievement is only a reflection of the Inner Being, which frames the ideas and concepts. So, the transformation and refinement have to be done in the inner region of the mind. Constant reflection on the glory of God helps to transmute the body, mind and spirit. 


- Divine Discourse, Mar 23, 1984.

Command the mind and regulate your conduct, so that the goal is won.


Valmiki dengan meditasi pada kemuliaan Sri Rama, mampu untuk membentuk dirinya menjadi penyair abadi yang menggubah Ramayana. Valmiki menjadi seorang perwujudan dari kemuliaan tersebut, dan karenanya, dia dapat menciptakan epos yang agung itu. Ketika kita memutuskan untuk menulis sebuah surat, kita mengumpulkan di dalam pikiran kita fakta-fakta yang akan dikomunikasikan, cara penulisannya dan kemudian mulai untuk menulis. Ketika kita memutuskan untuk membangun sebuah rumah, kita menggambarkan rumah itu di dalam pikiran kita – ruang tamu disini, ruang makan disana, dapur di ujung sana, dsb, dan kemudian menggambarkan rencana itu di atas kertas. Hal yang kita lakukan adalah memproyeksikan idealisme itu ke dalam tindakan, ke dalam sebuah program yang nyata. Tindakan ekternal atau pencapain hanyalah pantulan dari batin di dalam diri, yang mana membingkai ide dan konsep. Jadi, perubahan dan penyempurnaan harus dilakukan pada bagian dalam dari pikiran. Perenungan secara terus menerus pada kemuliaan Tuhan membantu untuk mengubah tubuh, pikiran dan jiwa. 


- Divine Discourse, 23 Maret 1984.

Kendalikan pikiran dan aturlah tingkah lakumu, sehingga tujuan dapat dicapai.





Saturday, October 26, 2024

Thought for the Day - 26th October 2024 (Saturday)

On one occasion, when Radha was travelling to Mathura in the evening, she was alone. All the other Gopikas who saw this started following her. By the time she reached Yamuna, it became dark. The Gopikas cautioned Radha and said that she should not go to Mathura in the darkness; but if she had to go, they would accompany her. With the feeling that Brindavan belongs to all and Govinda also belongs to all, she agreed to take them along. They took turns in rowing the boat so that no single individual got tired. Although they were rowing all night, they did not reach Mathura. As the day dawned, residents of Gokulam were coming to the river. The boat had been rowed all night but they found that they were still near Gokulam. They found that they had not removed the rope which tied the boat to the post at the bank. In spite of the fact that the boat was being rowed, and in spite of the fact that water was there, and they had the strength to move the boat, the boat did not move at all. In the same manner, without removing the bondage in regard to our senses and organs, we will not be able to move forward at all. 


- Ch 12, Summer Showers 1976.

When you reduce worldly desires, spiritual desires will increase.


Pada suatu kejadian, ketika Radha sedang melakukan perjalanan seorang diri ke Mathura di malam hari. Semua para Gopika yang melihat hal ini mulai mengikutinya. Pada saat Radha mencapai sungai Yamuna, hari sudah gelap. Para Gopika memperingatkan Radha dan berkata bahwa dia seharusnya tidak pergi ke Mathura dalam keadaan gelap; namun jika Radha harus pergi, maka para Gopika akan menemaninya. Dengan perasaan bahwa Brindavan adalah milik semuanya dan Govinda juga adalah milik semuanya, Radha setuju untuk mengajak mereka. Mereka secara bergantian mendayung perahu sehingga tidak ada satu orangpun yang merasa capek. Walaupun mereka mendayung sepanjang malam, mereka belum sampai di Mathura. Ketika fajar menyingsing, pada penduduk Gokulam mulai berdatangan ke sungai. Perahu telah di dayung sepanjang malam namun mereka mendapatkan bahwa mereka masih berada dekat dengan Gokulam. Mereka mendapati bahwa mereka belum melepaskan tali yang mengikat perahu pada tiang yang ada di tepi sungai. Sekalipun pada kenyataannya perahu telah di dayung, dan sekalipun kenyatannya sungai ada disana, dan mereka memiliki kekuatan untuk menggerakkan perahu, namun perahu itu sama sekali tidak bergerak. Sama halnya, tanpa melepaskan ikatan terhadap indria dan organ kita, maka kita sama sekali tidak akan mampu untuk bergerak maju. 


- Ch 12, Summer Showers 1976.

Ketika engkau mengurangi keinginan duniawi, maka keinginan spiritual akan meningkat.



Thursday, October 24, 2024

Thought for the Day - 24th October 2024 (Thursday)


Among the five senses of perception, the eyes are endowed with immense power. They have 40 lakhs of light rays in them. Today man is putting his senses to misuse and as a result, his body is becoming weaker day by day. His life span is being reduced by his unsacred vision and the sensual pleasures that he is indulging in. Lakhs of light rays in his eyes are being destroyed because of his unsacred vision. That is the reason man is developing eye defects. Today many people undergo cataract operations to set their vision right. The doctors may say that man develops eye defects because of the cataract, but in fact, it is the result of unsacred vision. So, one should have proper control over one’s vision. Whatever the spiritual practices that one may undertake, one cannot derive their benefit without having control over one’s vision. All the Sadhanas like japa, tapa and dhyana confer only temporary satisfaction. These practices cannot help you to have control over your vision. In fact, the entire srushti (creation) is based on your drishti (vision). The netras (eyes) are verily the shastras (sacred texts). 

- Divine Discourse, Jul 05, 2001.
Constant examination of the purity of one's vision, speech and action is a spiritual exercise. It is this that helps to refine the heart.


Diantara kelima indria persepsi, mata diberkati dengan kekuatan yang besar sekali. Mata memiliki 8000 ribu sinar cahaya di dalamnya. Hari ini manusia menyalahgunakan indrianya dan sebagai hasilnya tubuh manusia menjadi semakin lemah dari hari ke hari. Masa hidup manusia telah berkurang karena penglihatannya yang tidak suci dan kesenangan sensual yang dinikmatinya. Berjuta-juta sinar cahaya di matanya hancur karena penglihatannya yang tidak suci. Itu adalah alasan manusia mengalami kerusakan mata. Hari ini banyak orang mengalami operasi katarak untuk memperbaiki penglihatannya. Dokter mungkin mengatakan bahwa seseorang mengalami kerusakan mata karena katarak, namun sebenarnya ini adalah akibat dari penglihatan yang tidak suci. Jadi, seseorang seharusnya memiliki kendali yang benar terhadap penglihatannya. Apapun latihan spiritual yang seseorang lakukan, seseorang tidak bisa mendapatkan manfaat tanpa memiliki pengendalian pada penglihatan. Semua sadhana (latihan spiritual) seperti japa, tapa dan dhyana hanya memberikan kepuasan sementara. Latihan spiritual ini tidak bisa membantumu untuk memiliki kendali pada penglihatanmu. Sejatinya, seluruh ciptaan (srushti) didasarkan pada penglihatanmu (drishti). Mata (Netra) sejatinya adalah naskah suci (shastra). 

- Divine Discourse, 5 Juli 2001.
Pemeriksaan secara terus menerus pada kesucian penglihatan, perkataan dan perbuatan seseorang adalah sebuah latihan spiritual. Ini adalah yang membantu memurnikan hati.

Tuesday, October 22, 2024

Thought for The Day - 22nd October 2024 (Tuesday)


While we live in the normal world taking things as they come, we must take great care of spiritual aspects as well. We cannot forget them. Whatever work you may undertake, if you have your attention on Divinity, then God will take care of you. One example: A mother puts her baby to sleep. After the baby is asleep, she goes to the first floor and attends to her work. All the while, her attention will be on the baby, and her thoughts are always about when the baby will get up. Even if she is engaged in urgent and pressing work, her attention will be on the baby and as soon as she hears the cry of baby, she will come running. She will not stop to consider what tune and beat the baby is crying in. Just as a mother runs from her work as soon as she hears the baby cry, so also, if man cries to the Lord from the depths of his heart, even if the Lord is busy, He will come and help the devotee. God does not ask what path the devotee is adopting or what bhajans are being sung by him, etc. He will only look at the sincerity with which the devotee has cried out. 

- Ch 7, Summer Showers 1976.
When you look at others with love, God will also look at you with love.


Meskipun kita hidup di dunia normal dengan menerima segala sesuatu, kita juga harus sangat memperhatikan aspek spiritual. Kita tidak bisa melupakannya. Apapun pekerjaan yang engkau lakukan, jika engkau memiliki perhatianmu pada Tuhan, kemudian Tuhan akan menjagamu. Salah satu contoh: seorang ibu menidurkan bayinya. Setelah bayinya tertidur, sang ibu pergi ke lantai satu untuk melakukan pekerjaannya. Sepanjang waktu, perhatian sang ibu ada pada bayinya, dan pikirannya selalu mengarah kapan bayinya akan bangun. Walaupun ibu tersebut sedang melakukan perkejaan yang penting dan mendesak, perhatiannya akan ada pada bayinya dan saat ketika ibu itu mendengar bayinya menangis, ibu tersebut akan cepat bergegas untuk datang. Ibu tersebut tidak akan berhenti mempertimbangkan nada dan ketukan tangisan bayinya. Seperti halnya seorang ibu berlari dari pekerjaannya begitu mendengar bayinya menangis, begitu juga, jika manusia menangis pada Tuhan dari kedalaman hatinya, bahkan jika Tuhan sedang sibuk, Tuhan akan datang dan menolong bhakta tersebut. Tuhan tidak menanyakan apa jalan yang ditempuh bhakta itu atau lagu bhajan apa yang dilantunkan olehnya, dsb. Tuhan hanya akan melihat ketulusan yang ditunjukkan oleh bhakta tersebut pada saat berdoa. 

- Ch 7, Summer Showers 1976.
Ketika engkau memandang orang lain dengan kasih, Tuhan juga akan memandangmu dengan kasih

Sunday, October 20, 2024

Thought for the Day - 20th October 2024 (Sunday)

All divine personalities make their advent for some definite purposes. They will not deviate from them in any circumstance. Swami's Prematatva (essential nature of Love) is of the same character. Swami's love has no trace of self-interest in it. It is absolutely pure. Swami knows only how to give, not how to receive. Swami's hand is held above for conferring something, not stretched for seeking anything. Moreover, once Swami has declared, "You are Mine", whatever wrong ways they may pursue, Swami will not abandon them. When I have given a word to anyone, even if they turn against Me I will not bear any ill-will towards them. Even if they revile Me, I shall continue to love them. I will stand up to My pledge right up to the end. Some day they will return to the right path. Owing to the compulsion of circumstances some changes may take place. They are not permanent. I will not change My course because of such happenings. This is My second resolve. The third resolve is: When I undertake anything because I feel it is for the welfare of all and that it is good for society as a whole, I will not give it up, come what may. Even if the whole world is against Me, I will not turn back, I will only go forward. 


- Divine Discourse, Jul 13, 1984.

I have not come to guard your jewels and your ‘valuables’. I have come to guard your virtue and holiness and guide you to the Goal.


Semua inkarnasi Tuhan menjadikan kehadiran-Nya ke dunia untuk beberapa tujuan tertentu. Mereka tidak akan menyimpang dari tujuan tersebut dalam keadaan apapun. Sifat kasih yang mendasar dari Swami (Prematatva) memiliki karakter yang sama. Kasih Swami tidak mengandung sifat mementingkan diri sendiri di dalamnya. Kasih Swami sepenuhnya adalah murni. Swami hanya mengetahui bagaimana untuk memberi, dan tidak untuk bagaimana menerima. Tangan Swami selalu menengadah ke bawah untuk memberikan sesuatu, dan bukan menengadah ke atas untuk meminta sesuatu. Terlebih lagi, Swami telah menyatakan, "engkau adalah milik-Ku ", apapun jalan salah yang mereka tempuh, Swami tidak akan pernah meninggalkan mereka. Ketika Aku telah menyampaikan kata-kata-Ku kepada siapapun, bahkan jika mereka berbalik menentang-Ku, Aku tidak pernah memiliki kehendak buruk pada mereka. Bahkan sekalipun mereka mencaci-Ku, Aku akan tetap untuk menyayangi mereka. Aku akan menjaga janji dan kata-kata-Ku sampai akhir. Suatu hari nanti mereka akan kembali ke jalan yang benar. Karena keadaan yang memaksa beberapa perubahan mungkin terjadi. Namun semuanya itu tidak bersifat permanen. Aku tidak akan mengubah jalur-Ku karena kejadian-kejadian seperti itu. Ini adalah tekad kedua-Ku. Tekad-Ku yang ketiga adalah: ketika Aku melakukan sesuatu karena Aku merasa bahwa ini adalah untuk kesejahtraan semuanya dan itu adalah baik untuk seluruh masyarakat, Aku tidak akan menghentikannya, apapun yang terjadi. Walaupun seluruh dunia menentang-Ku, Aku tidak akan mundur, Aku hanya akan terus maju. 


- Divine Discourse, 13 Juli 1984.

Aku datang bukan untuk menjaga permatamu dan ‘harta benda’mu. Aku telah datang untuk menjaga kebaikan dan kesucianmu serta menuntunmu pada tujuan.

Saturday, October 19, 2024

Thought for the Day - 19th October 2024 (Saturday)

You are all entitled to broader realms of joy, deeper springs of joy, and joy that is eternal. Your real dharma, the purpose for which you have taken human birth, is to earn and enjoy that bliss which no external contact can change or diminish. To earn it is quite easy. It can be done by everyone who sits calmly and examines themselves and their mind, unaffected by likes and dislikes. One then discovers that life is a dream and everyone has a calm refuge of peace inside one’s own heart. One learns to dive into its cool depths, forgetting and ignoring the buffets of luck, both good and ill. The doctor first diagnoses the disease. Then he prescribes the course of treatment. So too, you must submit yourself to the diagnosis of your illness, viz. misery, travail, and pain. Investigate fearlessly and with care, and you will find that while your basic nature is bliss, you have falsely identified yourself with the temporary, frivolous, and paltry and that attachment brings about all the sorrow.


- Divine Discourse, Nov 23, 1961.

Realise that both joy and sorrow are passing phases, like white or dark clouds across the blue sky, and learn to treat both prosperity and adversity with equanimity!


Engkau semua berhak untuk alam suka cita yang lebih besar, sumber suka cita yang lebih dalam, dan suka cita yang bersifat kekal. Dharmamu yang sejati, merupakan tujuan dimana engkau telah mengambil kelahiran sebagai manusia, adalah untuk mendapatkan dan menikmati suka cita yang mana tidak bisa diubah atau dikurangi oleh hubungan eksternal apapun. Untuk mendapatkan hal ini adalah cukup mudah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapapun juga yang duduk dengan tenang dan memeriksa diri mereka sendiri dan pikiran mereka, tidak terpengaruh oleh rasa suka dan tidak suka. Seseorang kemudian mengungkapkan bahwa hidup adalah sebuah mimpi dan setiap orang memiliki sebuah tempat berlindung yang damai di dalam hatinya. Seseorang belajar untuk menyelami kedalamannya yang sejuk, melupakan dan mengabaikan sajian keberuntungan, keduanya yaitu kebaikan dan keburukan. Pertama dokter akan melakukan diagnosa pada penyakit. Kemudian menuliskan resep obat. Begitu juga, engkau harus tunduk pada diagnosis penyakitmu, seperti : penderitaan, kesengsaraan dan rasa sakit. Selidiki dengan tanpa rasa takut dan hati-hati, maka engkau akan mendapatkan bahwa walaupun hakikat sifat dasarmu adalah kebahagiaan, engkau telah salah mengidentifikasi dirimu dengan hal yang bersifat sementara, remeh, tidak penting, dan keterikatan itu yang mendatangkan semua bentuk penderitaan. 


- Divine Discourse, 23 November 1961.

Sadarilah bahwa keduanya yaitu suka dan duka cita adalah fase yang berlalu, seperti awan putih dan awan hitam yang melintasi langit biru, serta belajarlah untuk memperlakukan keduanya yaitu kesejahtraan dan kesulitan dengan ketenangan hati!


Friday, October 18, 2024

Thought for the Day - 18th October 2024 (Friday)

In a piece of cloth, when the threads are taken out, only the cotton remains and if the cotton is burnt the cloth ceases to exist. Similarly, when desires are eliminated, the "I" and the Mind will go. It has been said that the destruction of the mind is the means to the realisation of the Divine. The cessation of the mind can be brought about by the gradual elimination of desires, like the removal of threads from a cloth. Finally, the desires have to be consumed in the fire of Vairagya (detachment). Look upon life as one long railway journey. In this journey, it is not good to carry heavy luggage. There are stations on the way like Arti (suffering), Artharti (desire for objects), Jignasu (yearning for understanding) and Jnani (Self-realisation). The lesser the luggage one carries, the more easily and quickly one can get through various stages and reach the destination. The primary requisite, therefore, is the eradication of desires.


- Divine Discourse, Oct 12, 1983.

Everything that is not 'you' is an object; it is luggage for the journey; the less of it, the more comfortable the journey.


Dalam sehelai kain, ketika benangnya ditarik maka hanya kapas yang masih tersisa dan jika kapas tersebut dibakar maka keberadaan kain itu akan lenyap. Sama halnya, ketika keinginan-keinginan dihilangkan, maka "aku" dan pikiran akan lenyap. Telah disampaikan bahwa penghancuran pikiran adalah sarana untuk menyadari Tuhan. Penghentian pikiran secara teratur dapat melenyapkan keinginan, seperti halnya melepaskan benang dari sehelai kain. Pada akhirnya, keinginan harus dibakar dalam nyala api tanpa keterikatan (Vairagya). Pandanglah hidup sebagai sebuah perjalanan keretap api yang panjang. Dalam perjalanan ini, adalah tidak baik untuk membawa barang bawaan yang berat. Ada stasiun di jalan seperti Arti (penderitaan), Artharti (keinginan pada objek), Jignasu (mendambakan pemahaman) dan Jnani (kesadaran diri sejati). Semakin sedikit barang bawaan yang dibawa, maka semakin mudah dan cepat seseorang dapat melewati berbagai jenis tahapan dan mencapai tujuan.  Maka dari itu syarat utama adalah pelenyapan keinginan.


- Divine Discourse, 12 Oktober 1983.

Segala sesuatu yang bukan ‘dirimu’ adalah sebuah objek; ini adalah barang bawaan untuk perjalanan; semakin sedikit barang bawaan, semakin nyaman perjalanan.


Thursday, October 17, 2024

Thought for the Day - 17th October 2024 (Thursday)

When you surrender yourself to God's Will, He will take care of you. Do not develop a superiority complex. Give up ego and pomp. Pray silently and sincerely. If your prayers are not answered, you can certainly question Me. God is not confined to a place somewhere in a distant corner. He always resides in your heart. He can accomplish anything. He is ever ready to perform any task, be it big or small for the sake of His devotees. All are His children. Hence, He will certainly answer your prayers. Embodiments of Love! Love is the quintessence of Swami's discourses. His love is power. There is nothing greater than love. When you develop love, you can face the challenges of life with ease and emerge victorious. God will always be with you, in you, and around you and will take care of you. Any mighty task can be accomplished through prayer. However, your prayers should be sincere. There should be unity of thought, word, and deed. Develop firm faith that Swami is in you and that He always listens to your prayers. If you think that Swami is outside, how will your prayers reach Him? 


- Divine Discourse, Dec 25, 2004.

Esteeming love as the essence of divinity, you have to engage yourselves in loving service to society.


Ketika engkau berserah diri kepada kehendak Tuhan, maka Tuhan akan menjagamu. Jangan mengembangkan sebuah rasa superioritas. Lepaskan rasa ego dan kesombongan. Berdoalah dengan tenang dan tulus. Jika engkau doamu tidak terjawab, maka engkau tentu bisa mempertanyakan-Ku. Tuhan tidak terbatas di suatu tempat yang jauh. Tuhan selalu bersemayam di dalam hatimu. Tuhan dapat melakukan apa saja karena Tuhan selalu siap untuk melakukan apapun juga, baik besar maupun kecil bagi bahkta-Nya. Semuanya adalah anak-anak Tuhan. Karena itu, Tuhan pastinya akan menjawab doa-doamu. Perwujudan kasih! Kasih adalah inti dari semua wejangan Swami. Kasih Swami adalah kekuatan. Tidak ada yang lebih hebat daripada kasih. Ketika engkau memupuk kasih, engkau dapat menghadapi tantangan hidup dengan mudah dan keluar sebagai pemenang. Tuhan akan selalu bersamamu, di dalam dirimu, dan di sekitarmu dan akan menjagamu. Tugas besar apapun dapat diselesaikan melalui doa. Bagaimanapun juga, doa-doamu seharusnya tulus. Harus ada kesatuan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Kembangkan keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa Swami ada di dalam dirimu dan Swami selalu mendengarkan doa-doamu. Jika engkau berpikir bahwa Swami ada di luar dirimu, bagaimana doa-doamu akan mencapai-Nya? 


- Divine Discourse, 25 Desember 2004.

Memandang kasih sebagai intisari dari keilahian, engkau harus melibatkan dirimu dalam pelayanan kasih pada masyarakat.


Wednesday, October 16, 2024

Thought for the Day - 16th October 2024 (Wednesday)

Anxiety, grief and unrest cannot approach Sai, not even as near as millions of miles. Believe it or not, Sai does not have the slightest experience of anxiety, for Sai is ever aware of the formation and transformation of objects and the antics of time and space and of the incidents therein. Those who have no knowledge of these and those who are affected by circumstances are affected by sorrow. Those who are caught in the coils of time and space become the victims of grief. Though Sai is involved in events conditioned by time and space, Sai is ever established in the principle that is beyond both time and space. Sai is not conditioned by time, place or circumstance. Therefore, you must all recognise the uniqueness of the Will of Sai, the Sai Sankalpa. Know that this Sankalpa is Vajrasankalpa - it is irresistible Will. You may ignore its expression as weak and insignificant but, once the will is formed, whatever else undergoes change, it cannot change. 


- Divine Discourse, Oct 08, 1981.

Sathya Sai Prabhu (Lord) and the Sathya Sai Sevaks are inseparably bound by Love and Loyalty. Sai exists for you and you exist for Sai.


Kecemasan, kesedihan dan kegelisahan tidak bisa mendekati Sai, walaupun bahkan jika jaraknya jutaan mil. Percaya atau tidak, Sai tidak pernah merasa cemas sedikitpun, karena Sai selalu menyadari perkembangan dan perubahan pada objek dan tingkah laku dari waktu dan ruang serta kejadian yang terjadi di dalamnya. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan tentang hal ini dan mereka yang terpengaruh oleh keadaan, akan terpengaruh oleh penderitaan. Mereka yang terjerat dalam lilitan waktu dan ruang menjadi korban kesedihan. Walaupun Sai terlibat dalam kejadian yang dikondisikan oleh waktu dan ruang, namun Sai selalu teguh dalam prinsip yang melampaui waktu dan ruang. Sai tidak terkondisikan oleh waktu, tempat atau keadaan. Maka dari itu, engkau semua harus menyadari keunikan dari kehendak Sai (Sai Sankalpa). Ketahuilah bahwa Sankalpa ini adalah Vajrasankalpa – ini adalah kehendak yang kuat. Engkau mungkin mengabaikan ekspresinya sebagai yang lemah dan tidak penting, namun begitu kehendak terbentuk maka apapun yang lainnya mengalami perubahan, kehendak itu tidak dapat diubah. 


- Divine Discourse, 8 Oktober 1981.

Sathya Sai Prabhu (Sad Guru) dan para Sevadhal Sathya Sai terikat erat oleh kasih dan kesetiaan. Sai ada untukmu dan engkau ada untuk Sai.

Tuesday, October 15, 2024

Thought for the Day - 15th October 2024 (Tuesday)

If you have steady and resolute love, concentration becomes intense and unshakeable. Faith develops into love, and love results in concentration. Prayer begins to yield fruit under such conditions. Pray using the Name as a symbol of the Lord. Pray keeping all the waves of the mind stilled. Pray as the performance of a duty for your very real existence, as the only justification for your coming into the world as a human. ‘Mine’ and ‘yours’ — these attitudes are only for identification. They are not real; they are temporary. ‘His’ — that is the truth, the eternal. It is like the headmaster of a school being in temporary charge of the furniture of the school. He must hand over the items when he is transferred or retired. Treat all things with which you are endowed, just as the headmaster treats the furniture. Be always aware that the final checking-up is imminent. Wait for that moment with joy. Be ready for that event. Have your accounts up to date and the balance already calculated to be handed over. Treat all things entrusted to you with care and diligence. 


- Divine Discourse, Nov 23, 1961.

By means of the name, love is developed; through love, meditation of the Lord can be practised.


Jika engkau memiliki kasih yang teguh dan mantap, konsentrasi menjadi kuat dan tidak tergoyahkan. Keyakinan berkembang menjadi kasih, dan kasih menghasilkan konsentrasi. Doa mulai membuahkan hasil dalam kondisi seperti itu. Berdoalah dengan menggunakan Nama sebagai simbul dari Tuhan. Berdoalah agar semua bentuk gelombang pikiran tetap tenang. Berdoalah sebagai pelaksanaan kewajiban untuk keberadaanmu yang sejati, sebagai satu-satunya alasan kedatanganmu ke dunia sebagai manusia. ‘Milikku’ dan ‘Milikmu’-- kedua bentuk sikap ini hanyalah untuk identifikasi. Keduanya tidaklah nyata; keduanya bersifat sementara. ‘Milik-Nya’ – itu adalah kebenaran, bersifat abadi. Hal ini seperti kepala sekolah yang sementara bertanggung jawab atas perlengkapan yang ada di sekolah. Dia harus menyerahkan perlengkapan tersebut saat dia dipindahkan atau pensiun. Perlakukan semua hal yang dipercayakan kepadamu, seperti halnya kepala sekolah memperlakukan perlengkapan sekolah itu. Selalulah untuk sadar bahwa pengecekan terakhir semakin dekat. Tunggulah saat itu dengan suka cita. Bersiaplah untuk momen tersebut. Sudahkah laporanmu diperbaharui dan saldonya sudah dihitung untuk diserahkan. Perlakukan semua yang dipercayakan kepadamu dengan hati-hati dan ketekunan. 


- Divine Discourse, 23 November 1961.

Dengan sarana Nama Tuhan, kasih dipupuk; melalui kasih, meditasi pada Tuhan dapat dilakukan.

Monday, October 14, 2024

Thought for the Day - 14th October 2024 (Monday)

All education today is related to the physical world. It will not serve to reveal the Divine. It was this which impelled Shankaracharya to teach a pandit who was learning by rote Panini's grammar that at the moment of death, only the Lord's name will save him and not the rules of grammar. Though this teaching has been propagated for centuries, very few practise it. Many read the Ramayana as a daily ritual. But how many carry out the commands of their fathers? How many practise the virtue of fraternal affection and love proclaimed in the Ramayana? Is there anyone standing for the gospel of Dharma as upheld by Sri Rama? Of what use is it endlessly to listen to discourses without putting anything into practice? The Gita is being read and expounded all the time. Is a single precept from it being put into practice? Not at all. The Gita shows the path to God realisation. But simply reciting the Gita is valueless. Follow the Gita and tread the path indicated by it. Only then you will reap the reward. 


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

Mere textual knowledge without practical knowledge becomes ‘allergy’. When bookish knowledge is transformed into practical knowledge, it becomes ‘energy’


Semua Pendidikan hari ini dikaitkan dengan dunia fisik atau materi. Hal ini tidak akan mampu mengungkapkan Tuhan. Hal inilah yang mendorong Shankaracharya untuk mengajar seorang pandit yang sedang belajar menghafal tata bahasa Panini bahwa pada saat kematian, hanya nama suci Tuhan yang akan menyelamatkannya dan bukan aturan dalam tata bahasa. Walapun ajaran ini telah disebarluaskan selama berabad-abad, hanya sedikit yang menjalankannya. Banyak yang membaca Ramayana sebagai ritual harian. Namun berapa banyak yang menjalankan perintah ayahnya? Berapa banyak yang menjalankan nilai luhur dari kasih persaudaraan dan kasih yang disampaikan dalam Ramayana? Apakah ada yang menjunjung tinggi ajaran Dharma sebagaimana yang dijalankan oleh Sri Rama? Apa gunanya mendengarkan ceramah tanpa henti namun tanpa menjalankannya? Bhagavad Gita dibaca dan dijabarkan sepanjang waktu. Apakah ada satupun ajaran dalam Bhagavad Gita yang dijalankan? Tidak sama sekali. Bhagavad Gita memperlihatkan jalan pada kesadaran Tuhan. Namun hanya dengan membaca Bhagavad Gita adalah tidak ada nilainya. Ikuti Bhagavad Gita dan telusuri jalan yang ditunjukkannya. Hanya dengan demikian engkau akan mendapatkan hasilnya. 


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994.

Hanya sebatas pengetahuan teks tanpa adanya pengetahuan praktek maka pengetahuan itu menjadi ‘alergi’. Ketika pengetahuan dari buku diubah ke dalam pengetahuan praktek, maka pengetahuan itu menjadi ‘energi’ 


Saturday, October 12, 2024

Thought for the Day - 12th October 2024 (Saturday)

Fill your heart with sweetness. Do not avoid those who need your help, on the contrary always wait for an opportunity to serve. This spirit of sacrifice (tyaga bhava) can alone confer on you true happiness (bhoga). Today we are celebrating the sacred festival of Vijayadasami. People perform various rituals during the nine days of the Navaratri festival. We should hope and pray that every day of our life should be as sacred as these nine days. Let us all move together, let us all grow together, let us all stay united and share our knowledge, let us live together with friendship and without disharmony. Live in unity, make proper use of your intelligence, and give happiness to your parents. When you lead your lives in this manner, every day will be a day of festivity and celebration. The whole world will rejoice. I wish that you put into practice all that you have learnt during these nine days.


- Divine Discourse, Oct 23, 2004.

To realise the One, the Universal Absolute, which personalises itself into God and Creation, there is no discipline more valuable and more effective than Seva.


Penuhilah hatimu dengan keindahan. Jangan menghindari mereka yang membutuhkan bantuanmu, sebaliknya selalulah untuk menunggu kesempatan untuk melayani. Hanya dengan semangat pelayanan (tyaga bhava) yang dapat menganugerahkan padamu kebahagiaan yang sejati (bhoga). Hari ini kita sedang merayakan perayaan suci Vijayadasami. Orang-orang melakukan berbagai jenis ritual selama sembilan hari pada perayaan Navaratri. Kita seharusnya berharap dan berdoa bahwa setiap harinya dalam hidup kita menjadi suci seperti halnya kesucian selama sembilan hari. Mari kita semua bergerak bersama-sama, mari kita semua tumbuh bersama-sama, mari kita semua bersatu dan berbagi pengetahuan kita, mari kita hidup bersama-sama dengan persahabatan dan tanpa adanya perselisihan. Hidup dalam persatuan, gunakan kecerdasanmu dengan baik, dan berikan kebahagiaan kepada orang tuamu. Ketika engkau menjalani hidupmu dengan cara ini, setiap hari akan menjadi hari yang suci dan penuh perayaan. Seluruh dunia akan menjadi penuh suka cita. Swami berharap bahwa engkau menjalankan semua yang telah engkau pelajari selama sembilan hari ini. 


- Divine Discourse, 23 Oktober 2004.

Untuk menyadari Yang Esa bersifat Absolut Universal, yang mempersonalisasikan diri-Nya menjadi Tuhan dan ciptaan, tidak ada disiplin yang lebih bernilai dan efektif daripada Seva.


Friday, October 11, 2024

Thought for the Day - 11th October 2024 (Friday)

The significance of Durga, Lakshmi and Saraswati must be rightly understood. These three represent three kinds of potencies in man. Ichcha Shakti (Will power), Kriya Shakti (power of action), and Jnana Shakti (power of discrimination). Saraswati is manifest in man as the power of Vak (speech). Durga is present in the form of dynamism, the power of action. Lakshmi is manifest in the form of Will power. The body indicates Kriya Shakti. The mind is the repository of Ichchaa Shakti. The Atma is Jnana Shakti. Kriya Shakti comes from the body, which is material. The power that activates the body that is inert and makes it vibrant is Ichchaa Shakti. The power that induces the vibrations of Ichchaa Shakti is Jnana Shakti, which causes radiation (of energy). These three potencies are represented by the mantra: "Om Bhur-Bhuvah-Suvah." Bhur represents Bhuloka (Earth). Bhuvah represents the Life force (also known as Conscience in man), Suvah represents the power of radiation. All these three are present in you. Thus, Durga, Lakshmi and Saraswati dwell in your human heart!


- Divine Discourse, Oct 09, 1994

When people worship Durga, Lakshmi and Saraswati externally in pictures or icons, they are giving physical forms to the subtle potencies that are within them.


Makna penting dari Durga, Lakshmi dan Saraswati harus dimengerti dengan benar. Ketiga perwujudan Dewi ini adalah melambangkan tiga jenis potensi dalam diri manusia. Ichcha Shakti (kekuatan kehendak), Kriya Shakti (kekuatan berbuat), dan Jnana Shakti (kekuatan membedakan yang benar dan salah). Saraswati adalah perwujudan dalam diri manusia sebagai kekuatan perkataan (Vak). Durga adalah perwujudan dari dinamisme, kekuatan berbuat. Lakshmi adalah perwujudan dari kekuatan kehendak. Tubuh melambangkan Kriya Shakti. Pikiran adalah tempat penyimpanan Ichchaa Shakti. Atma adalah Jnana Shakti. Kriya Shakti muncul dari tubuh yang mana bersifat material. Kekuatan yang mengaktifkan tubuh yang bersifat materi dan menjadikannya bergetar adalah Ichchaa Shakti. Kekuatan yang menimbulkan getaran pada Ichchaa Shakti adalah Jnana Shakti, yang mana sebagai sebab dari radiasi (energi). Ketiga potensi ini dilambangkan dengan lantunan mantra: "Om Bhur-Bhuvah-Suvah." Bhur melambangkan Bhuloka (bumi). Bhuvah melambangkan kekuatan hidup (juga dikenal sebagai hati nurani dalam diri manusia), Suvah melambangkan kekuatan radiasi. Semua ketiga bagian ini ada di dalam dirimu. Jadi, Durga, Lakshmi dan Saraswati bersemayam di dalam hati manusia!


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994

Ketika manusia memuja Durga, Lakshmi dan Saraswati secara eksternal dalam bentuk gambar atau arca, mereka memberikan wujud fisik pada potensi halus yang ada di dalam diri mereka.

Wednesday, October 9, 2024

Thought for the Day - 9th October 2024 (Wednesday)

The words ‘yajna’ and ‘yaga’ are both translated as sacrifice; that is their primary purpose! You sacrifice riches, comfort, and power (all that promotes ego) and merge in the Infinite. That is the attainment and the end. Yajnas are useful because they support the ideal of sacrifice, and condemn acquisition. They emphasise discipline, rather than distraction. They insist on the concentration of the mind, tongue and hands on Godhead. Cynics count the bags of grain, kilograms of ghee, and hundredweights of fuel, and ask for more bags and kilograms and hundredweights of contentment and happiness in return! The effects of yajna on the character and consciousness cannot be measured or weighed in metres or grams. It is something immeasurable, though actual and experienceable. Moreover, cynics do not calculate the ghee, grain, and fuel they themselves have consumed, with no compensating joy! The grain and ghee offered in the sacred fire to the accompaniment of Vedic formulae give returns, thousandfold; they will cleanse and strengthen the atmosphere all over the world! Otherwise, the Avatar will not encourage or revive these Yajnas!


- Divine Discourse, Oct 07, 1970.

Offer yourself to God; then God will grant you jewels of limitless bliss.


Kata ‘yajna’ dan ‘yaga’ keduanya diterjemahkan sebagai pengorbanan; itu adalah yang menjadi tujuan utamanya! Engkau mengorbankan kekayaan, kenyamanan dan kekuasaan (semuanya itu yang meningkatkan ego) dan menyatu dalam yang tidak terbatas. Itu adalah yang menjadi pencapaian dan tujuan akhirnya. Yajna adalah berguna karena karena Yajna mendukung idealisme pengorbanan dan mencela kepemilikan. Yajna menekankan pada disiplin, daripada kekacauan. Yajna menegaskan pada konsentrasi pikiran, lidah dan tangan pada keilahian. Kaum sinis menghitung berapa banyak karung gandum, berkilo-kilo ghee, beratus kilogram bahan bakar, dan meminta lebih banyak dan berkilo-kilo dan beratus-ratus kepuasan dan kebahagiaan sebagai balasannya! Dampak dari yajna pada karakter dan kesadaran tidak bisa diukur atau ditimbang dengan ukuran meter atau gram. Hal ini adalah tidak terhitung, meskipun nyata dan dapat dialami. Selain itu, mereka yang sinis tidak menghitung ghee, gandum, dan bahan bakar yang telah mereka konsumsi sendiri, tanpa mendapatkan suka cita yang sepadan! Gandum dan ghee dipersembahkan dalam api suci yang diiringi dengan lantunan mantra Weda memberikan dampak seribu kali lipat; Yajna ini akan membersihkan dan menguatkan atmosfer seluruh dunia! Jika tidak, Avatar tidak akan mendorong atau menghidupkan kembali pelaksanaan Yajna ini!


- Divine Discourse, 7 Oktober 1970.

Dedikasikan dirimu pada Tuhan; kemudian Tuhan akan memberkatimu dengan permata kebahagiaan yang tidak terbatas.


Tuesday, October 8, 2024

Thought for the Day - 8th October 2024 (Tuesday)

Resolve this day to cleanse the mind of impurities so that you can imbibe the inspiration! Aspirants for mental peace must reduce the luggage they have to care for; the more the luggage, the greater the bother. Objective possessions and subjective desires, both are handicaps in the race for realisation. A house cluttered with lumber will be dark and dusty, and without free movement of fresh air, it will be stuffy and suffocating. The human body too is a house; do not allow it to be cluttered with curios, trinkets, trash, and superfluous furnishings. Let the breeze of holiness blow as it wills through it; let not the darkness of blind ignorance desecrate it. Life is a bridge over the sea of change; pass over it, but do not build a house on it. Hoist the Prasanthi Flag, on the temple, that is your heart. Follow the prescription it teaches - subdue the six enemies that undermine natural bliss in man, ascend the Yoga stage when agitations are stilled and allow the splendour of the Divinity within to shine forth, embracing all, at all times!


- Divine Discourse, Oct 12, 1969.

Search for the pearl, not the shell; the gem, not the tinsel.


Tetapkan hari ini untuk membersihkan pikiran dari ketidakmurnian sehingga engkau dapat menyerap inspirasi! Para pencari kedamaian batin harus mengurangi beban yang mereka harus pikul; semakin banyak bebannya, semakin besar juga kerepotannya. Kepemilikan pada benda dan keinginan yang berbeda-beda, keduanya ini adalah hambatan dalam usaha untuk realisasi diri. Sebuah rumah yang dipenuhi dengan tumpukan kayu akan menjadi gelap dan berdebu, dan tidak adanya pergerakan aliran udara segar, maka rumah itu akan menjadi pengap dan sesak. Tubuh manusia juga seperti sebuah rumah; jangan biarkan tempat ini dipenuhi dengan barang-barang aneh, pernak-pernik, sampah dan perabotan yang tidak diperlukan lagi. Berikan ruang bagi udara kesucian berhembus dengan bebas; jangan biarkan kegelapan kebodohan menodainya. Hidup adalah jembatan di atas lautan perubahan; lewati jembatan itu dan jangan membangun rumah diatasnya. Kibarkan bendera Prasanthi diatas tempat suci yaitu hatimu. Ikutilah resep yang diajarkannya – taklukkan enam musuh yang merusak kebahagiaan alami di dalam diri manusia, naiklah ke tahapan Yoga ketika keresahan telah reda dan kemegahan keilahian di dalam diri bersinar keluar, merangkul semuanya, sepanjang waktu!


- Divine Discourse, 12 Oktober 1969.

Carilah mutiara dan bukan cangkangnya; carilah permata dan bukan hiasan murahan.

Monday, October 7, 2024

Thought for the Day - 7th October 2024 (Monday)

Do not think that the Yajna is only the ceremony performed in this enclosure, marked out as specially holy, attended by readings and recitals from sacred texts and the chanting of Vedic hymns, and nothing other than this. No. Yajna is a continuous process; everyone who lives in the constant presence of God, and does all acts as dedicated to God is engaged in Yajna. Three processes go together in spiritual discipline, as laid down by the sages: Yajna, Dana and Tapas (Sacrifice, Charity and Self-control). They cannot be partitioned and particularised thus. Charity and self-control are integral parts of Yajna. That is why Yajna is translated as sacrifice, for, the process of charity or Dana is essential in Yajna. So is Tapas, that is to say, strict regulation of emotions and thought processes, to ensure peace and faith.


- Divine Discourse, Oct 11, 1972.

Yajna should not be performed for attaining selfish ends. It should be performed for the welfare of the entire world.


Jangan berpikir bahwa Yajna hanyalah upacara yang dilaksanakan di tempat ini, ditandai sebagai tempat khusus yang suci, yang diiringi dengan pembacaan dari naskah-naskah suci serta melantunkan kidung suci Weda, dan tidak ada yang lainnya selain ini. Tidak. Yajna adalah sebuah proses yang berkelanjutan; setiap orang yang hidup dalam kehadiran Tuhan yang konstan, dan melakukan semua perbuatan sebagai pengabdian pada Tuhan adalah terlibat dalam Yajna. Ada tiga proses yang berjalan bersamaan dalam disiplin spiritual, seperti yang sudah dibentangkan oleh para guru-guru suci: Yajna, Dana dan Tapa (pengorbanan, derma, dan pengendalian diri). Namun ketiganya tidak bisa dipisahkan dan dirinci seperti itu. Derma dan pengendalian diri adalah bagian integral dari Yajna. Itulah sebabnya mengapa Yajna diterjemahkan sebagai pengorbanan, karena proses untuk derma atau Dana sangat mendasar dalam Yajna. Begitu juga dengan Tapa, yang berarti pengaturan dengan ketat emosi dan proses pikiran untuk memastikan kedalamaian dan keyakinan.


- Divine Discourse, 11 Oktober 1972.

Yajna tidak boleh dilakukan untuk tujuan kepentingan diri sendiri. Yajna harus dilakukan untuk kesejahtraan seluruh dunia. 

Saturday, October 5, 2024

Thought for the Day - 5th October 2024 (Saturday)

Everything is subject to change and decay in this world. Whether it be physical objects or individuals, all are transient and impermanent. Nothing is lasting. Only your purity is permanent. Purity is the essential nature of man. But if man leads a polluted life, he is degrading himself. Man's purity is manifest when human relations are based on heart-to-heart and love-to-love. Love has the form of a triangle with three arms. Prema (divine love) does not seek any return. Where an individual offers love in expectation of a return, fear overtakes him. The one who loves with no expectation of any return is totally free from fear. Love knows only to give, not to receive. Such a love is free from fear. For true love, love is its own reward. Thus, love seeks no return, is free from fear and is its own reward. These are the basic features of true love. Love today is based on desire for a return benefit. It is filled with fear and anxiety. Thus love is motivated. When love is based on a desire for transient and perishable objects, life will be futile. Love must be its own reward.


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

It is only by fostering love you can win the grace of God.


Segala sesuatu di dunia dapat berubah dan mengalami kehancuran. Baik objek fisik atau individu, semuanya bersifat sementara dan tidak kekal. Tidak ada yang bersifat abadi. Hanya kesucianmu yang bersifat kekal. Kesucian adalah sifat mendasar dari manusia. Namun jika manusia menjalani hidup yang tercela, dia sedang merendahkan dirinya sendiri. Kesucian manusia terwujud ketika hubungan manusia didasarkan dari hati ke hati dan dari kasih ke kasih. Kasih memiliki wujud segitiga dengan tiga lengan. Prema (kasih Tuhan) bersifat tidak mencari balasan atau imbalan. Saat seseorang menawarkan kasih dalam pengharapan untuk mendapatkan balasan, maka ketakutan akan menguasainya. Seseorang yang mengasihi dengan tanpa mengharapkan balasan adalah sepenuhnya bebas dari rasa takut. Kasih hanya tahu memberi, dan tidak menerima. Kasih yang seperti itu adalah bebas dari rasa takut. Karena kasih sejati, kasih itu sendiri adalah sebagai imbalannya. Jadi, kasih tidak mengharapkan balasan, bebas dari rasa takut dan kasih itu sendiri adalah imbalannya. Itu adalah ciri-ciri dari kasih yang sejati. Kasih yang ada pada saat sekarang didasarkan pada keinginan untuk imbalan yang menguntungkan. Kasih ini diliputi dengan rasa takut dan kecemasan. Jadi kasih itu dilandasi adanya motif. Ketika kasih didasarkan pada keinginan untuk objek yang sementara dan cepat hancur, hidup akan menjadi sia-sia. Kasih harus menjadi balasannya sendiri.


- Divine Discourse, 12 Juli 1988.

Hanya dengan memupuk kasih maka engkau bisa mendapatkan karunia Tuhan.

Thursday, October 3, 2024

Thought for the Day - 3rd October 2024 (Thursday)

The celebration of the Dasara festival is meant to purify actions performed by the dasendriyas (5 senses of action and 5 senses of perception). Every human being in this world must perform some kind of karma (action). The presiding deity or the driving force behind these actions is Devi (also called Durga), who is the personification of energy. She is the bestower of all kinds of energy to perform various karma by the human beings. Goddess Lakshmi bestows various kinds of wealth like money, food grains, gold, different kinds of objects, vehicles for movement, etc., to human beings so that they lead a happy life in this world. The third facet of the divine female principle is Saraswati, the goddess of learning and intellect. Thus, the Trinity of Durga (goddess of energy), Lakshmi (goddess of wealth) and Saraswati (goddess of learning and intellect) are worshipped during this festival of Dasara. This is the principle of worshipping the Trinity of Durga, Lakshmi, and Saraswathi during this 9-day (Navaratri) festival. It is essential that people worship all these three facets of the divine Principle.


- Divine Discourse, Oct 09, 2008.

The observance of the Navaratri celebration is to get rid of the darkness in which man is enveloped, by cultivating the triple purity of thought, word and deed.


Perayaan hari suci Dasara diperuntukkan dalam memurnikan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan dasendriya (5 indria tindakan dan 5 indria persepsi). Setiap manusia di dunia ini harus melakukan beberapa jenis karma (tindakan). Tuhan sebagai penghuni dalam diri manusia atau kekuatan penggerak dibalik semua tindakan adalah Dewi (juga disebut Durga), yang merupakan perwujudan dari energi. Dewi Durga menganugerahkan semua bentuk energi dalam melakukan berbagai jenis karma oleh manusia. Dewi Lakshmi menganugerahkan berbagai jenis kesejahtraan seperti uang, biji-bijian, emas, berbagai jenis benda, kendaraan untuk bergerak, dsb kepada manusia sehingga manusia dapat menjalani hidup yang bahagia di dunia ini. Aspek ketiga dari prinsip Dewi adalah Saraswati, Dewi yang merupakan perwujudan dari pembelajaran dan kecerdasan. Jadi, perwujudan dari tiga Dewi yaitu Dewi Durga (perwujudan energi), Dewi Lakshmi (perwujudan kesejahtraan) dan Dewi Saraswati (perwujudan pembelajaran dan kecerdasan) dipuja selama perayaan Dasara. Ini adalah prinsip pemujaan pada tiga Dewi yaitu Durga, Lakshmi, dan Saraswathi selama perayaan 9 hari (Navaratri). Adalah mendasar dan penting bagi manusia untuk memuja tiga aspek dari prinsip Tuhan ini.


- Divine Discourse, 9 Oktober 2008.

Perayaan hari suci Navaratri diperuntukkan dalam melenyapkan kegelapan yang menyelimuti manusia, dengan memupuk tiga jenis kesucian dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Wednesday, October 2, 2024

Thought for the Day - 2nd October 2024 (Wednesday)

A person may have outstanding physical beauty, may have the sparkle of robust youth, may boast of a high noble lineage, and maybe a famed scholar. But if the person lacks the virtues that spiritual discipline can ensure, the person is to be reckoned only as a beautiful flower with no fragrance. When quite young, Mohandas Karamachand Gandhi witnessed along with his mother a drama on Sravana and his devotion to his parents, and he resolved that he must also become Sravana. He witnessed a play on Harischandra, and it impressed him so deeply that he resolved to become as heroically devoted to virtue as Harischandra himself. These transformed him so much that he became a great soul (mahatma). Gandhi had a teacher who taught him the wrong paths. But Gandhi did not adopt his advice. As a consequence, he was able to bring freedom to the country. In this land of Bharat, there are thousands and thousands of prospective great souls. The examples we have to hold before them are the men and women who have learned and practised spiritual education (Atma-vidya). 


- Ch 7, Vidya Vahini.

The king is honoured only inside his kingdom. But the virtuous man is honoured and adored in all countries.


Seseorang mungkin memiliki keindahan tubuh yang begitu istimewa, mungkin memiliki semangat muda yang berkobar, mungkin berasal dari keturunan yang mulia, dan mungkin seorang cendekiawan yang terkenal. Namun jika orang tersebut kurang memiliki keluhuran budi yang dapat diperoleh dari disiplin spiritual, maka orang tersebut hanya dianggap sebagai bunga yang indah tanpa keharuman. Pada saat masih kecil, Mohandas Karamachand Gandhi menonton bersama dengan ibunya sebuah drama tentang tokoh Sravana dan kualitas bhaktinya pada orang tuanya, dan Gandhi kecil menetapkan hati bahwa dia harus juga menjadi seperti Sravana. Gandhi juga menonton drama tentang Harischandra, dan hal ini membuatnya terkesan begitu dalam sehingga dia bertekad untuk menjadi seheroik mungkin mengabdi pada kebajikan seperti halnya Harischandra. Tontonan drama ini begitu berdampak padanya sehingga dia menjadi seorang yang berjiwa agung (mahatma). Gandhi memiliki seorang guru yang mengajarinya jalan yang salah, dan Gandhi tidak mengikuti jalan salah yang ditunjukkan. Sebagai hasilnya, Gandhi mampu membawa kemerdekaan bagi bangsanya. Di tanah Bharat ini, ada ribuan dan ribuan jiwa-jiwa hebat di masa yang akan datang. Teladan yang harus kita tunjukkan pada mereka adalah laki-laki dan perempuan yang telah mempelajari dan menjalani Pendidikan spiritual (Atma-vidya). 


- Ch 7, Vidya Vahini.

Raja dihormati hanya di dalam kerajannya. Namun seseorang yang memiliki keluhuran budi akan dihormati dan dihargai di seluruh negeri.

Tuesday, October 1, 2024

Thought for the Day - 1st October 2024 (Tuesday)

By their penance, meditation and intuition, ancient sages recognised two things: One is Akshara (the alphabet) and the other is Sankhya (numbers). In the alphabet, the primal letter is ‘Om’. All other letters have emerged from the Pranava (Om). ‘Om’ is the first letter among all letters. It comprehends within itself all other letters of the alphabet. During bhajans, when the harmonium is played, the bellows are pressed and the reeds are manipulated, we have the musical notes, ‘Sa, ri, ga, ma, pa, da, ni’. What is the source of these seven notes? It is the same air that produces the notes. That air is filled with Omkara. And it is that ‘Om’ which produces the separate notes. Likewise, among numbers, we start with one and go to nine, ten, etc.. In all the numbers, ‘one’ is the primary number. All the other numbers are multiple variations of one. If you take away one from nine you have eight. If you add one to eight, it becomes nine. What comes and goes is one alone. What remains is also one. From this, the sages inferred that the beginning and the end are One, which is the Divine. They declared that this One is the beejam (seed) of the cosmos. 


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

The Divine is present in all things as their essence like sugar in sugarcane and butter in milk.


Melalui pengendalian diri, meditasi dan intuisi, para guru suci jaman dahulu menyadari dua hal: pertama adalah Akshara (abjad) dan kedua adalah Sankhya (angka). Dalam abjad, huruf utamanya adalah ‘Om’. Semua huruf yang lainnya muncul dari Pranava (Om). ‘Om’ adalah huruf pertama diantara semua huruf. ‘Om’ mengandung dalam dirinya semua huruf lainnya dalam abjad. Pada saat bhajan, ketika alat musik harmonium dimainkan, bagian pompa penghasil udara ditarik dan buluh tembaga dimainkan, maka kita bisa mendengarkan nada-nada musik, ‘Sa, ri, ga, ma, pa, da, ni’. Apa yang menjadi sumber dari ketujuh nada-nada musik itu? Ini adalah udara yang samalah yang menghasilkan nada-nada itu. Udara itu diliputi dengan Omkara. Adalah ‘Om’ yang menghasilkan nada-nada terpisah. Sama halnya, diantara angka, kita mulai dengan satu dan lanjut menuju sembilan, sepuluh, dst.. dalam semua angka, ‘satu’ adalah angka utama. semua angka lainnya adalah variasai penjumlahan dari angka satu. Jika engkau mengeluarkan satu dari sembilan maka engkau mendapatkan angka delapan. Jika engkau menambahkan satu pada delapan, maka angka itu menjadi sembilan. Apa yang datang dan pergi adalah hanya angka satu. Apa yang tersisa juga angka satu. Dari hal ini, para guru suci menyimpulkan bahwa permulaan dan akhir adalah ‘Satu’, yang mana ‘Satu’ itu adalah Tuhan. Para guru suci menyatakan bahwa ‘Satu’ ini adalah sebagai beejam (benih) dari semesta. 


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

Tuhan hadir di dalam segala sesuatu sebagai intisari dalam diri mereka seperti halnya gula dalam tebu dan mentega dalam susu.