Sunday, May 18, 2025

Thought for the Day - 18th May 2025 (Sunday)




Heads bloat only through ignorance; if the Truth be known, all men will become as humble as Bhartrihari. He was a mighty emperor who ruled from sea to sea; his decree was unquestioned; his will prevailed over vast multitudes of men. Yet, when he realised in a flash that life is but a short sojourn here below, he renounced his wealth and power, and assumed the ochre robes of the wandering monk. His countries and vassal princes shed genuine tears, for they loved and adored him. They lamented that he had donned the tattered robe of the penniless penitent and lived on alms. ‘What a precious possession you have thrown away? And, what a sad bargain you have made?’, they wailed. But, Bhartrihari replied, ‘Friends, I have made a very profitable bargain. This robe is so precious that even my empire is poor payment in exchange.’ That is the measure of the grandeur of the spiritual path that leads to God. The spirit of sacrifice is the basic equipment of the sevak. Without the inspiration of the sense of sacrifice, your seva will be hypocrisy, a hollow ritual.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Only through sacrifice can there be real enjoyment of what you acquire. What you earn with one hand, give away with the other.

 

Seseorang menjadi besar kepala hanya karena ketidaktahuan; jika kebenaran diketahui maka semua manusia akan menjadi rendah hati seperti halnya Bhartrihari. Dia adalah kaisar yang berkuasa dari laut ke laut; perintahnya tidak terbantahkan; kehendaknya ditaati oleh semua orang. Namun, ketika dia menyadari dalam sekejap bahwa hidup di dunia hanyalah perjalanan singkat, dia melepaskan kekayaan dan kekuasaannya, dan berkelana menjadi pertapa dengan mengenakan jubah berwarna oker. Negeri-negeri yang dia pimpin dan para pangeran bawahannya meneteskan air mata yang tulus karena mereka mencintai serta menghormatinya. Mereka meratapi bahwa kaisar mereka telah mengenakan jubah yang compang camping milik fakir miskin dan hidup dari sedekah. Mereka menangis, ‘Betapa berharga milik yang engkau lepaskan? Dan, betapa menyedihkan pertukaran yang engkau telah lakukan?’. Namun, Bhartrihari menjawab, ‘para sahabatku, aku telah membuat pertukaran yang sangat menguntungkan. Jubah ini adalah begitu berharga dimana bahkan kerajaanku pun tidak mampu untuk membayarnya.’ Begitulah agungnya jalan spiritual yang menuntun pada Tuhan. Semangat berkorban adalah perlengkapan utama dan mendasar dari pelayan sejati (sevak). Tanpa dorongan dari jiwa berkorban maka pelayananmu akan menjadi kemunafikan, ritual yang tanpa makna.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Hanya melalui pengorbanan seseorang bisa benar-benar menikmati apa yang dia peroleh. Apa yang engkau dapatkan dengan satu tangan maka kita berikan dengan tangan yang lain. 

Saturday, May 17, 2025

Thought for the Day - 17th May 2025 (Saturday)




There are four modes of writing, dependent on the material on which the text is inscribed. The first is writing on the water; it is washed out even while the finger moves. The next is writing on sand. It is legible until the wind blows it into mere flatness. The third is the inscription on rocks; it lasts for centuries, but it too is corroded by the claws of Time. The inscription on steel can withstand the wasting touch of Time. Have this so inscribed on your heart – the axiom that ‘serving others is meritorious, that harming others or remaining unaffected and idle while others suffer, is a sin.’ God is Love and can be won only through the cultivation and exercise of Love. He cannot be trapped by any trick; He yields grace only when His commands are followed – commands to love all, to serve all. When you love all and serve all, you are serving yourself most, yourself whom you love most! For God’s grace envelops you then, and you are strengthened beyond all previous experience.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969.

Service broadens your vision. Widens your awareness. Deepens your compassion.


Ada empat cara menulis yang mana tergantung dari material tempat naskah itu ditulis. Cara pertama adalah menulis di atas air; dimana tulisan itu akan terhapus bahkan saat jari digerakkan. Cara kedua adalah menulis di atas pasir. Tulisan itu masih bisa dibaca sampai angin berhembus menghapusnya menjadi datar dan tidak berbekas. Cara ketiga adalah menulis di atas batu; tulisan itu akan bertahan selama berabad-abad, namun tulisan itu juga akan terkikis oleh sapuan waktu. Sedangkan tulisan di atas baja dapat menahan dari sentuhan waktu yang melemahkan. Tuliskan ini di dalam hatimu – sebuah aksioma bahwa ‘melayani orang lain adalah hal yang mulia, sedangkan menyakiti orang lain atau tetap diam dan tidak peduli saat orang lain menderita adalah sebuah dosa.’ Tuhan adalah kasih dan hanya bisa diraih melalui memupuk dan menjalani kasih. Tuhan tidak bisa dicapai dengan tipu daya apapun; Tuhan hanya mencurahkan anugerah-Nya ketika perintah-Nya dijalani  – yaitu perintah untuk mengasihi semuanya, melayani semuanya. Ketika engkau mengasihi semua dan melayani semuanya, sejatinya engkau sedang melayani dirimu sendiri, dirimu sendiri yang paling engkau sayangi! Karena kasih Tuhan menyelubungimu dan engkau dikuatkan melampaui semua pengalamanmu sebelumnya.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Pelayanan memperluas pandanganmu. Memperlebar kesadaranmu. Memperdalam kasih sayangmu.

Friday, May 16, 2025

Thought for the Day - 16th May 2025 (Friday)




Life is a four-storied mansion. For any edifice to be strong, the foundation has to be strong. The mansion is visible to the beholders. Its architecture is attractive and pleasing. But the foundation has no such attractions. Nevertheless, the safety of the mansion depends on the strength of the foundation. Every part of the mansion may have its own attractive feature. But the foundation has no feeling of pride about being the base on which the mansion stands, nor does it desire that anyone should take notice of it. The foundation is unaffected by praise or blame. The first floor of the mansion (of life) is brahmacharya (celibacy). The second floor is the grihastha (householder) stage. The third is vanaprastha (recluse). The fourth is the stage of sannyasa (renunciant). Many persons pass through all four stages. Some go through only three of them, and some others only two. But irrespective of the number of stages, the foundation is the base. The first stage (or floor) is that of brahmacharya. Students who are in the first floor of the mansion of life have to ensure the firmness of the foundation. This foundation consists of humility, reverence, morality, and integrity. The strength of the foundation depends on these four constituents.


- Divine Discourse, Feb 20, 1992.

In everyone’s life, childhood and youth are extremely important. This period of life should be regulated by practising purity and tranquillity.


Hidup itu adalah sebuah rumah besar dengan empat lantai. Untuk membuat bangunan apapun dengan kokoh maka pondasinya haruslah kuat. Rumah besar itu dapat dilihat oleh setiap orang. Arsitekturnya indah dan menyenangkan untuk dipandang. Namun pondasinya tidak memiliki daya tarik seperti itu. Meskipun begitu, keamanan dari rumah besar itu sangat tergantung dari kekuatan pondasinya. Setiap bagian dari rumah itu mungkin memiliki keunikan yang menawan. Namun pondasi tidak bangga dengan menjadi dasar dari tempat rumah itu berdiri, dan tidak juga memiliki keinginan agar siapapun memperhatikannya. Pondasi tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan. Lantai pertama dari rumah hidup itu adalah brahmacharya (selibat atau masa belajar). Lantai kedua adalah grihastha (masa berumah tangga). Lantai ketiga adalah vanaprastha (menarik diri dari kehidupan duniawi). Lantai keempat adalah sannyasa (melepaskan ikatan duniawi). Banyak orang menjalani keempat tahapan ini. Beberapa lainnya hanya menjalani tiga tahap, dan beberapa lainnya hanya menjalani dua tahap saja. Namun berapapun jumlah tahapan yang dijalani, pondasinya adalah sama. Tahap atau lantai pertama adalah brahmacharya. Para pelajar yang ada di tahap pertama rumah hidup ini harus memastikan bahwa pondasi mereka benar-benar kuat. Pondasi ini terdiri dari kerendahan hati, penghormatan, moralitas, dan integritas. Kekuatan pondasi tergantung dari empat bagian penyusunnya ini.


- Divine Discourse, 02 Februari 1992.

Dalam hidup setiap orang, masa anak-anak dan masa muda adalah benar-benar sangat penting. Pada masa hidup ini harus diatur dengan menjalankan kesucian dan ketenangan.

Thursday, May 15, 2025

Thought for the Day - 15th May 2025 (Thursday)




The Cosmos should be regarded as the all-pervading form of God. Only by realising the feeling of unity in diversity can individuals and nations be redeemed. Today, divisive tendencies are rampant. There is discord between man and man. The world is turning into a kind of madhouse. All nations seem to be afflicted with some kind of lunacy. To kill one man, they are prepared to sacrifice a hundred lives. They have no regard for life. Men desire the fruits of good deeds, but do not perform good deeds. Men want to avoid the consequences of sinful actions, but are engaged in sinful deeds. How is this possible? It is not easy to escape from the consequences of one’s actions. But there is no need for despair. If one earns even a grain of grace from the Divine, a mountain of sins can be reduced to ashes. If one feels genuinely penitent, seeks God’s forgiveness, and takes refuge in God, all of one’s actions will get transformed. But without heartfelt penitence, this will not happen!


- Divine Discourse, Aug 24, 1991.

Spirituality is not living alone in solitude. Spirituality connotes having equal vision for all, living among all and serving all with Ekatma Bhava (feeling of oneness).


Alam semesta harus dipandang sebagai Tuhan yang meliputi segalanya. Hanya dengan menyadari perasaan kesatuan dalam keragaman maka individu dan bangsa dapat diselamatkan. Hari ini, kecendrungan memecah belah sedang merajalela. Ada perselisihan diantara satu manusia dengan manusia lainnya. Dunia sedang berubah menjadi seperti rumah sakit jiwa. Semua bangsa kelihatannya terjangkit kegilaan. Untuk menghabiskan satu orang, mereka siap untuk mengorbankan seratus nyawa. Mereka tidak menghargai kehidupan. Manusia menginginkan buah dari perbuatan baik, namun tidak melakukan perbuatan baik. Manusia ingin menghindari akibat dari perbuatan dosa, namun manusia terlibat dalam perbuatan penuh dosa. Bagaimana bisa seperti itu? Adalah tidak mudah untuk melepaskan diri dari akibat atas perbuatan yang dilakukan. Namun tidak perlu untuk putus asa. Jika seseorang mendapatkan bahkan sedikit karunia dari Tuhan maka segunung dosa dapat direduksi menjadi abu. Jika seseorang merasa benar-benar bertobat, mencari pengampunan pada Tuhan, dan berlindung pada Tuhan, maka seluruh perbuatan dari seseorang akan berubah. Namun tanpa pertobatan yang sepenuh hati maka hal ini tidak akan terjadi!


- Divine Discourse, 24 Agustus 1991.

Spiritualitas tidak berarti hidup dalam kesendirian. Spiritualitas berarti memandang semua dengan pandangan yang setara, hidup diantara semuanya dan melayani semuanya dengan perasaan kesatuan jiwa (Ekatma Bhava).

Wednesday, May 14, 2025

Thought for the Day - 14th May 2025 (Wednesday)




Nowadays, there is an inevitable pair of accessories in almost all vanity bags of ladies and even in gents’ pockets: a mirror and a comb. You dread that your charm is endangered when your hair is in slight disarray, or when your face reveals patches of powder; so you try to correct the impression immediately. While so concerned about this fast-deteriorating personal charm, how much more concerned should you really be about the dust of envy and hate, the patches of conceit and malice that desecrate your mind and hearts? Have a mirror and a comb for this purpose, too! Have the mirror of Bhakti (devotion), to judge whether they are clean and bright and winsome; have the comb of Jnanam or wisdom, for wisdom earned by discrimination straightens problems, resolves knots, and smoothens the tangle to control and channelise the feelings and emotions that are scattered wildly in all directions.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969

Just as food and drink are needed to keep the body strong, contemplation of the Lord is needed to give strength to the mind.


Pada saat sekarang, ada sepasang alat rias yang selalu ada dan dibawa kemana-mana di dalam tas kosmetik wanita dan dalam saku pria yaitu cermin dan sisir. Engkau takut bahwa daya tarikmu menjadi memudar ketika rambutmu sedikit berantakan, atau ketika bedak di wajahmu tampak belang-belang; jadi engkau mencoba dengan segera memperbaiki keadaan itu. Sementara engkau begitu peduli dengan pesona diri yang cepat memudar ini, berapa banyak kepedulian yang seharusnya engkau berikan pada debu-debut seperti iri hati dan kebencian, bercak-bercak kesombongan dan kedengkian yang mengotori pikiran dan hatimu? Sediakan juga dua alat rias yaitu cermin dan sisir untuk tujuan ini! Sediakan cermin berupa Bhakti (pengabdian), untuk menilai apakah pikiran dan hati bersih dan bersinar serta menarik; sediakan sisir berupa Jnanam atau kebijaksanaan, karena kebijaksanaan diperoleh dari kemampuan membedakan dalam merapikan masalah, menyelesaikan simpul-simpul yang rumit, dan menata kekusutan untuk mengendalikan serta menyalurkan perasaan dan emosi yang tersebar liar ke segala arah.


- Divine Discourse, 26 Juni 1969

Seperti halnya makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh tetap kuat, kontemplasi pada Tuhan dibutuhkan untuk memberikan kekuatan pada pikiran.

Tuesday, May 13, 2025

Thought for the Day 13th May 2025 (Tuesday)




Man today must understand how he can develop courage like Prahlada. Though they are quite capable of developing courage, yet youth and adults are full of fear today. It is necessary for man to develop courage and fortitude to overcome fear! He can get courage only from God. For this, he must develop faith in and devotion to God. You must face the world with courage. In the present situation of the world, our true strength is in courage and fortitude. When you cultivate devotion to God, you can face challenges of the world with confidence and courage. Life is a Challenge, Meet it. Life is a Game, Play it. You become a victim of fear because of lack of courage. So, develop the courage to face all the challenges of the world. Education does not mean merely the ability to read and write. What is vidya (education)? Sa vidya ya vimuktaye (True education is that which liberates). True education develops courage and fortitude in the learner. It is the need of the hour that we should lead our lives with courage, without faltering at any step to achieve success in all walks of life!


- Divine Discourse, Jun 2, 2003

If man knows his real nature, he will give no room for weakness or cowardice.


Manusia pada hari ini harus memahami bagaimana caranya agar dia bisa mengembangkan keberanian seperti halnya Prahlada. Meskipun manusia cukup mampu untuk mengembangkan keberanian, namun para pemuda dan orang dewasa pada hari ini penuh dengan ketakutan. Adalah perlu bagi manusia untuk mengembangkan keberanian dan ketabahan untuk mengatasi ketakutan! Manusia bisa mendapatkan keberanian hanya dari Tuhan. Karena inilah, manusia harus mengembangkan keyakinan dan bhakti pada Tuhan. Engkau harus menghadapi dunia dengan keberanian. Dalam keadaan saat sekarang di dunia, kekuatan kita sebenarnya ada pada keberanian dan ketabahan. Ketika engkau memupuk rasa bhakti pada Tuhan, engkau dapat menghadapi tantangan dunia dengan kepercayaan diri dan keberanian. Hidup adalah tantangan, hadapilah. Hidup adalah permainan, mainkanlah. Engkau menjadi korban dari ketakutan karena kurangnya keberanian. Jadi, kembangkan keberanian untuk menghadapi semua tantangan dunia. Pendidikan tidak berarti hanya kemampuan dalam membaca dan menulis. Apa itu Pendidikan (vidya)? Sa vidya ya vimuktaye (Pendidikan sejati adalah yang memberikan pembebasan). Pendidikan sejati mengembangkan keberanian dan ketabahan pada diri pelajar. Ini adalah kebutuhan saat ini dimana kita harus menjalani hidup dengan keberanian, tanpa adanya kebimbangan dalam langkah apapun untuk mencapai keberhasilan dalam semua aspek kehidupan!


- Divine Discourse, 02 Juni 2003

Jika manusia mengetahui jati dirinya, maka manusia tidak akan memberikan ruang bagi kelemahan atau sifat pengecut.

Thursday, May 8, 2025

Thought for the Day - 8th May 2025 (Thursday)




Your blood, food, head and money are gifts of your mother and father only. You should therefore offer due respect to them and be ever grateful to them. This is how you should love them. Give due respect to your parents; be grateful to them. But reserve your heart only for God. All worldly relations are transient like water bubbles. When you focus your mind on God, you should lovingly explain this to your mother. Then she will surely understand your mind and heart. The mother always wishes the welfare of her children. She always prays that her children should be good; should attain higher positions in life and receive God’s grace. When her child prostrates, she blesses saying, “Dear! Live for a hundred years; may you live happily with good health, prosperity and reputation!” Even though mother blesses, it is God who grants her prayer saying, Tathastu (so be it)! Without God’s grace, even mother’s prayers and blessings become futile! You may have a good number of bulbs all around you, but they are useless in the absence of the current. And there is no use of the current when there are no bulbs. Similarly, both mother’s blessings and God’s grace are what you should attain.


- Divine Discourse, May 6, 1997

Even great mothers cannot help their children when God’s grace is lacking. That is why the mothers pray to God for the welfare of their children


Darah, makanan, kepala dan uangmu semata-mata adalah pemberian dari ibu dan ayahmu. Maka dari itu engkau harus memberikan penghormatan yang benar kepada mereka dan selalu berterima kasih pada mereka. Begitulah seharusnya engkau menyayangi mereka. Hormati orang tuamu dan bersyukurlah pada mereka. Namun simpanlah hatimu hanya untuk Tuhan saja. Semua bentuk hubungan duniawi adalah bersifat sementara seperti halnya gelembung air. Ketika engkau memusatkan pikiranmu pada Tuhan, engkau harus menjelaskan dengan sopan dan kasih kepada ibumu. Kemudian ibumu pastinya akan memahami pikiran dan hatimu. Ibu selalu mendoakan kesejahtraan anak-anaknya. Ibu selalu berdoa agara anak-anaknya menjadi anak yang baik; dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam hidup dan mendapatkan karunia Tuhan. Ketika anak-anaknya bersujud, ibunya akan memberkatinya dengan berkata, “anakku tersayang! Hiduplah untuk seratus tahun; semoga engkau hidup dengan kesehatan, kesejahtraan dan reputasi yang baik!” walaupun sang ibu memberkati, adalah Tuhan yang mengabulkan doanya dengan berkata, Tathastu (terjadilah)! Tanpa adanya karunia Tuhan, bahkan doa dan berkat ibu menjadi sia-sia saja! Engkau bisa saja memiliki bola lampu yang masih bagus di sekelilingmu, namun semuanya itu menjadi tidak berguna jika tidak adanya arus yang mengalir di dalamnya. Dan tidak ada gunanya arus jika tidak ada bola lampu. Sama halnya, adalah keduanya yaitu berkat ibu dan karunia Tuhan adalah yang engkau harus dapatkan.


- Divine Discourse, 6 Mei 1997

Bahkan ibu yang hebat tidak bisa menolong anak-anak mereka ketika tidak adanya karunia Tuhan. Itulah sebabnya mengapa ibu berdoa pada Tuhan untuk kesejahtraan anak-anaknya. 

Wednesday, May 7, 2025

Thought for the Day - 7th May 2025 (Wednesday)


The Chaitanyam (Atmic consciousness) that is present in the Divine is also present in living beings. If this is the case, a doubt may arise. What is the need for giving a unique place to God? When you look at an array of electric bulbs, they may all look alike. But there are differences in wattage amongst them according to the filament in them. The wattage may vary from 40 to 5000 watts. Likewise, in all human beings, the five elements, the five organs of action, the five organs of perception, and other organs are common. But in their thoughts and fancies, there are differences. The sacred and remarkable Divine potency in each of them is also different. It is because this Divine potency is present in God in infinite measure that the uniqueness of God is recognised.


- Divine Discourse, Nov 23, 1992

There is fire of wisdom in every human being. As you neglect this fire of wisdom, it gets covered by the ash of ego, attachment and hatred.


Chaitanyam (kesadaran Atma) yang ada pada Tuhan juga ada dalam makhluk hidup. Jika demikian halnya, keraguan akan bisa muncul. Apa perlunya memberikan tempat Istimewa bagi Tuhan? Ketika engkau memandang deretan bola lampu listrik maka semuanya kelihatan sama. Namun ada perbedaan daya (watt) diantara bola lampu tersebut sesuai dengan filamen yang digunakan didalamnya. Daya pada lampu mungkin berbeda-beda dan bervariasi dari 40 sampai 5000 watt. Sama halnya, dalam semua manusia, lima unsur, lima organ tindakan, lima organ persepsi, dan organ-organ lainnya adalah bersifat normal. Namun pikiran dan imajinasi mereka adalah berbeda. Potensi Ilahi yang bersifat suci dan luar biasa dalam diri setiap orang adalah juga berbeda. Karena potensi ilahi yang ada dalam Tuhan dalam ukuran yang tidak terbatas maka keagungan Tuhan dapat dikenali.


- Divine Discourse, 23November 1992

Ada nyala api kebijaksanaan dalam diri setiap manusia. Jika engkau mengabaikan api kebijaksanaan ini, maka api itu akan tertutupi abu egoisme, keterikatan dan kebencian. 


Monday, May 5, 2025

Thought for the Day - 5th May 2025 (Monday)



When we look at the Narasimha Avatar, we get a feeling of terror. Reflecting on the story of Prahlada and Narasimha, we will realise that when Narasimha was giving darshan  to Prahlada, he showed great kindness. But it looked as if Prahlada was standing in a corner full of fear. At that time, Narasimha looked at Prahlada and asked him if he was afraid of the fearsome figure which had come to punish his father; Prahlada explained he was not afraid of the Lord, as it was the sweetest form one can comprehend! He said he was indeed happy to see the Lord. Narasimha then asked why Prahlada was afraid. To this, Prahlada replied that he was afraid because the divine vision which he was then seeing was likely to disappear in a few moments, and he would soon be left alone! The fear which troubled Prahlada was that God would leave him in this world and disappear. Prahlada wanted to ask God not to leave him. God’s divine vision and divine beauty are such that only his devotees can appreciate them! 


- Divine Discourse, May 22, 1976.

God alone knows to whom, in what circumstances, at what time, to what extent, and in what form His grace should be showered.


Ketika kita melihat perwujudan dari Narasimha Avatar, kita merasakan perasaan yang takut. Jika kita merenungkan kisah dari Prahlada dan Narasimha, kita akan menyadari bahwa ketika Narasimha sedang memberikan darshan kepada Prahlada, Narasimha memperlihatkan kebaikan yang begitu besar. Namun nampaknya seakan-akan Prahlada berdiri di sudut dengan penuh ketakutan. Pada waktu itu, Narasimha memandang ke arah Prahlada dan menanyakannya apakah dia takut dengan sosok yang menakutkan yang telah datang untuk memberikan hukuman pada ayahnya; Prahlada menjelaskan bahwa dia tidak merasa takut pada Tuhan karena itu adalah wujud yang paling indah yang dapat dipahami oleh seseorang! Prahlada berkata bahwa dia benar-benar senang dapat melihat perwujudan Tuhan. Narasimha kemudian menanyakan mengapa Prahlada tidak merasa takut. Atas pertanyaan ini, Prahlada menjawab bahwa dia takut karena darshan dari Tuhan yang dia saksikan kemungkinan akan hilang dalam beberapa saat, dan dia akan ditinggalkan sendirian! Rasa takut yang mengganggung Prahlada adalah bahwa Tuhan akan meninggalkannya di dunia ini dan menghilang. Prahlada memohon pada Tuhan agar tidak meninggalkannya. Penglihatan pada wujud Tuhan dan keindahan dari Tuhan adalah sesuatu yang hanya bisa dihargai oleh bhakta-Nya! 


- Divine Discourse, 22 Mei 1976.

Hanya Tuhan mengetahui kepada siapa, dalam keadaan apa, kapan waktunya, sampai sejauh mana, dan dalam wujud apa rahmat Tuhan harus dicurahkan.

Sunday, May 4, 2025

Thought for the Day - 4th May 2025 (Sunday)




The mind is agitated, and so, you too are led into passions and emotions. When the plank on which you sit moves, you too move; when the train runs fast with you sitting in the compartment, you feel that the trees too move with you. On the other hand, the mind makes you feel stationary on the earth, though the earth revolves fast on its own axis and also around the Sun. These are all tricks of the mind, hiding the truth and imposing its own illusions on your experience. The real truth is different from the picture of truth that the mind presents. To ascribe joy and grief that one passes through in life to the nature of the Individual Soul is an act of ignorance. One must dissociate one from the other. Elation and depression, pleasure and pain, joy and grief are modifications of the mind, not of the jivi (individual soul). It is the mind that reacts to external objects and events and pronounces them as desirable and undesirable, good and bad. This explains why the control of the waywardness of the mind is to be achieved! 


- Divine Discourse, Jan 04, 1974.

A mind without agitations, a joyous and unblemished outlook, these are the marks of a person in whom Shanti (peace) has taken root.


Pikiran yang gelisah membuatmu terbawa dalam gejolak hasrat dan emosi. Ketika papan tempatmu duduk bergerak maka dirimu juga ikut bergerak; ketika kereta api bergerak cepat dimana engkau sedang duduk di dalamnya, engkau merasakan bahwa pepohonan di luar juga ikut bergerak. Sebaliknya, pikiran membuatmu merasa diam di bumi, walaupun bumi berputar cepat dalam orbitnya dan juga berputar mengelilingi matahari. Semuanya ini adalah tipuan dari pikiran, menyembunyikan kebenaran dan menggantinya dengan ilusinya sendiri pada pengalamanmu. Kebenaran yang sejati adalah berbeda dari gambar kebenaran yang pikiran tampilkan. Menganggap suka dan duka cita yang seseorang lewati dalam hidup sebagai sifat alami dari jiwa adalah bentuk dari ketidaktahuan. Seseorang harus memisahkan satu dengan lainnya. Kegembiraan dan kesedihan, kesenangan dan penderitaan, suka dan duka cita adalah modifikasi dari pikiran, dan bukan dari jiwa. Adalah pikiran yang memberikan reaksi pada objek dan kejadian di luar diri kemudian memberikan penilaian apakah hal itu diinginkan atau tidak, baik atau buruk. Hal ini menjelaskan mengapa pengendalian terhadap ketidakstabilan pikiran harus dicapai! 


- Divine Discourse, 04 Januari 1974.

Pikiran tanpa kegelisahan, pandangan yang ceria dan tanpa noda, ini adalah tanda seseorang yang kedamaian (shanti) telah mengakar dalam dirinya.

Thursday, May 1, 2025

Thought for the Day - 1st May 2025 (Thursday)



God is Mahashakti (supreme energy) and jeeva (individual being) is Mayashakti (deluding power); He is the genuine, the jiva is but the shadow, the appearance, the delusion. Even I have to put on Mayashakti to come into your midst, like the policeman who is compelled to wear the dress of the thief, so that he can get entry into the gang of thieves to apprehend them and bring them to book! The Lord cannot come down with His Mahashakti unimpaired; He has to come with diminished splendour and limited effulgence, so that He can become the object of Bhakti and dedicated service. In this world, which is impermanent and ever-transforming, the immanent power of the Lord is the only permanent and fixed entity. To realise the eternal and the true, one must attach oneself to that source and sustenance. There is no escape from this path. It is the destiny of one and all, irrespective of age or scholarship, clime or caste, gender or status. 


- Divine Discourse, Aug 01, 1956

Fill your thoughts with love and proceed on the path of sacrifice. Then you will never be affected by Maya. 


Tuhan adalah Mahashakti (energi tertinggi) dan jeeva (makhluk individu) adalah Mayashakti (kekuatan ilusi); Tuhan adalah sejati, sedangkan jiva hanyalah bayangan, penampakan, ilusi. Bahkan Aku pun harus menggunakan Mayashakti untuk hadir di tengah-tengah kalian, seperti halnya seorang polisi yang harus menyamar memakai pakaian pencuri sehingga polisi tersebut dapat menyusup ke dalam gerombolan pencuri untuk menangkap dan membawa mereka ke pengadilan! Tuhan tidak bisa datang ke dunia dengan Mahashakti-Nya yang utuh; Tuhan harus datang dengan keagungan yang dikurangi dan kecemerlangan-Nya yang dibatasi, sehingga Tuhan dapat menjadi objek bhakti dan pelayanan yang berdedikasi. Dalam dunia yang bersifat fana dan selalu berubah ini, kekuatan Tuhan yang meresapi semuanya adalah satu-satunya entitas yang bersifat kekal dan abadi. Untuk menyadari entitas yang bersifat kekal dan sejati maka seseorang harus melekatkan dirinya pada sumber dan penopang itu. Tidak ada jalan keluar dari jalan ini. Ini merupakan takdir dari semuanya, tanpa memandang usia atau kesarjanaan, tempat atau kasta, gender atau status. 


- Divine Discourse, 01 Agustus 1956

Isilah pikiranmu dengan kasih dan berjalan di jalan pengorbanan. Kemudian engkau tidak akan pernah terpengaruh oleh Maya.

Wednesday, April 30, 2025

Thought for the Day - 30th April 2025 (Wednesday)




Kama, the God of lust, is responsible for our birth; and Kala, the God of time, is responsible for our death. Rama is responsible for our life and all the good therein. If by our conduct, we can deserve the grace of Rama, kama and kala (desire and time) are not going to trouble us very much. Like fire covered by ash, like water covered by a precipitate, like the eye covered by a cataract, our wisdom lies dormant, covered by kama. It is necessary for us to enquire into the source and nature of kama. Till we are able to do so, we will not be able to distinguish between what is lasting and what is only temporary, what is right and what is wrong. Kama increases our attachments and thereby weakens our memory and intelligence. Once the intelligence becomes weak, we will become inhuman. Thus, kama has the capacity to ruin our life. If we understand the nature of kama well, it will go away from us in one moment. If we give a high place to it without understanding, then that will get the upper hand and will begin to dance on our heads.


- Divine Discourse, Jun 09, 1973

As you develop your willpower and reduce your desires, your power of discrimination will also increase. That is why it is said - less luggage, more comfort.


Kama sebagai majikan dari nafsu adalah yang bertanggung jawab pada kelahiran kita; dan Kala, majikan dari waktu adalah bertanggung jawab pada kematian kita. Rama adalah yang bertanggung jawab pada hidup kita dan semua kebaikan yang ada di dalamnya. Jika dengan tingkah laku kita bisa layak mendapatkan Rahmat dari Rama, maka kama dan kala (keinginan dan waktu) tidak akan terlalu mengganggu kita. Seperti halnya api yang ditutupi oleh abu, seperti air yang ditutupi oleh endapan, seperti mata yang ditutupi oleh katarak, kebijaksanaan kita tertidur tertutupi oleh kama. Adalah penting bagi kita untuk menyelidiki sumber dan sifat alami dari kama. Sebelum kita mampu untuk melakukan hal ini maka kita tidak akan mampu untuk membedakan antara apa yang bersifat kekal dan apa yang hanya bersifat sementara, apa yang benar dan apa yang salah. Kama meningkatkan keterikatan kita dan dengan demikian melemahkan daya ingat dan kecerdasan kita. Sekali kecerdasan kita menjadi lemah maka kita akan menjadi tidak manusiawi. Jadi, kama memiliki kemampuan dalam menghancurkan hidup kita. Jika kita memahami sifat alami dari kama dengan baik, maka kama akan menjauh dari kita saat itu juga. Jika kita memberikan tempat tinggi pada kama dengan tanpa memahaminya, kemudian kama akan menguasai kita dan akan mulai menari di atas kepala kita. 


- Divine Discourse, 9 Juni 1973

Saat engkau memupuk keteguhan hati dan mengurangi keinginanmu, kekuatan membedakan juga akan meningkat. Itu sebabnya dikatakan – sedikit barang bawaan, menjadi lebih menyenangkan.

Monday, April 28, 2025

Thought for the Day - 28th April 2025 (Monday)



Revere knowledge as you revere your father, adore love as you adore your mother, move fondly with dharma, as your own brother; confide in compassion as your dearest friend; have calmness as your better half; and treat fortitude, as your own beloved son. These are your genuine kith and kin. Move with them, live with them, do not forsake or neglect them. Arjuna asked Krishna how the ever-restless mind could be controlled. Living with these kinsmen is the best recipe. That is the best atmosphere to ensure discipline and detachment needed for mind control. Mere prayer will not do. You must swallow and digest the morsel that’s put into the mouth; repetition of the name of the dish is of no use! Hearing discourses and nodding approval or clapping in appreciation are not enough. The mother feeds lovingly, but the child must take it in with avidity and relish. When this earthly mother has so much love, who can estimate the love of the Mother of all beings, the Jagat-janani?


- Divine Discourse, Oct 9, 1964

Anxiety is removed by faith in the Lord, the faith that tells you that whatever happens is for the best and that the Lord’s will be done. 


Hormatilah ilmu pengetahuan sebagaimana engkau menghormati ayahmu, muliakanlah kasih sebagaimana engkau memuliakan ibumu, jalanilah dharma dengan penuh kasih seperti halnya saudara kandungmu sendiri; percayalah pada welas asih sebagai teman terdekatmu; miliki ketenangan sebagai pasangan hidupmu; dan perlakukan ketabahan sebagai putra kesayanganmu sendiri. Semuanya ini adalah kerabat dan keluargamu yang sesungguhnya. Bergeraklah bersama mereka, hiduplah dengan mereka dan jangan tinggalkan atau abaikan mereka. Arjuna bertanya pada Krishna bagaimana cara mengendalikan pikiran yang selalu gelisah. Hidup bersama dengan keluarga dan kerabat ini adalah resep yang terbaik. Itu adalah suasana yang terbaik dalam memastikan disiplin serta tanpa keterikatan yang dibutuhkan untuk pengendalian pikiran. Berdoa saja tidak akan berhasil. Engkau harus menelan dan mencerna makanan yang dimasukkan ke dalam mulut; dengan mengulang-ulang nama makanan tidak ada gunanya! Mendengarkan ceramah dan menganggukkan kepala tanda setuju atau bertepuk tangan sebagai penghargaan adalah tidak cukup. Sang ibu menyusui anaknya dengan penuh kasih, namun sang anak harus menerimanya dengan antusias dan menikmati. Jika seorang ibu duniawi memiliki kasih yang begitu besar, siapa yang dapat mengukur kasih dari Ibu semua makhluk, sang Jagat-janani?


- Divine Discourse, 9 Oktober 1964

Kecemasan dihilangkan dengan keyakinan pada Tuhan, keyakinan memastikanmu bahwa apapun yang terjadi adalah yang terbaik dan bahwa kehendak Tuhanlah yang terjadi.

Sunday, April 27, 2025

Thought for the Day - 27th April 2025 (Sunday)



You toiled hard, earned money, and deposited it in a bank for safety and security. No doubt that money belongs to you, but the Bank Manager will not give it to you on your mere asking for it. There are certain rules and regulations for the withdrawal of money from the bank. You can withdraw the money only when you sign the cheque and surrender it to the Bank Manager. Likewise, you have deposited the 'money' of meritorious deeds with God, the Divine Bank Manager. Though God is the embodiment of sacrifice, and the money belongs to you, there is a proper procedure to get it. God is the Manager of the Bank of Love. You have deposited your money in His bank. In order to withdraw money from this bank, you have to submit the cheque of sacrifice with the signature of love. Anything may happen, but your love for God should not change. Only through such love can you follow the path of sacrifice and withdraw 'money' from the Divine Bank. Here 'money' does not mean currency notes. It is the 'money' of grace, wisdom, and righteousness.


- Divine Discourse, May 07, 2001.

Knock, the doors of Grace will open. Open the door; the sun’s rays waiting outside will flow silently in and flood the room with light. 


Engkau bekerja keras, mendapatkan uang dan menyimpannya di bank untuk keamanan dan keselamatan. Tidak diragukan lagi bahwa uang itu adalah milikmu, namun manajer bank tidak akan memberikan uang itu padamu hanya karena engkau memintanya. Ada aturan dan syarat tertentu yang harus dilakukan untuk menarik uang dari bank. Engkau bisa menarik uang hanya ketika engkau menandatangi cek dan menyerahkannya pada manajer bank. Sama halnya, engkau telah menyimpan ‘uang’ berupa perbuatan-perbuatan baik pada Tuhan sebagai manajer bank Ilahi. Walaupun Tuhan adalah perwujudan dari pengorbanan, dan uang itu adalah milikmu, ada prosedur yang tepat untuk mendapatkannya. Tuhan adalah manajer bank dari kasih. Engkau telah menyimpan uangmu pada bank Tuhan. Untuk menarik uang dari bank Tuhan maka engkau harus menyerahkan cek berupa pengorbanan dengan membubuhkan tanda tangan kasih. Apapun bisa terjadi, namun kasihmu pada Tuhan seharusnya tidak berubah. Hanya dengan kasih seperti itu maka engkau dapat menapaki jalan pengorbanan dan menarik ‘uang’ dari bank Ilahi. Dalam hal ini ‘uang’ tidak berarti mata uang. Ini adalah ‘uang’ berupa Rahmat, kebijaksanaan dan kebajikan.


- Divine Discourse, 07 Mei 2001.

Ketuklah, pintu Rahmat akan terbuka. Buka pintunya; karena cahaya matahari sedang menunggu di luar dan akan masuk dalam keheningan dan menerangi ruangan dengan terang cahaya.

Saturday, April 26, 2025

Thought for the Day - 26th April 2025 (Saturday)



When you are driving a car, the car is your God. When you are doing business in market, the market is your God. According to the culture of Bharat, we first make obeisance to the work we have to do. Before undertaking any work, we should regard that work as God. Tasmai Namah Karmane - Upanishads teach us this: “The work I have to do, I regard as God and make obeisance to God in that form”. Let us see the person who plays on tabla. Before he begins to play on it, he pays obeisance to tabla. The harmonium player will make obeisance to the harmonium before he starts. A dancer, before she begins her dance, will make obeisance to her ghunghru (musical anklets). Even a driver who is going to drive a lifeless car, before he holds the steering wheel, makes namaskaram (salutations) to the steering wheel! You do not have to go so far. While driving, if the car hits another person, immediately we make namaskaram to that person. The significance of all this is the faith and belief that God is present in all things. Thus, to regard the entire creation as the form of God and to perform your duty in that spirit is meditation.


- Divine Discourse, May 12, 1981.

Consider every work as God’s work. Then your work will be transformed into worship.

 

Ketika engkau sedang mengemudikan mobil, mobil itu adalah Tuhanmu. Ketika engkau sedang menjalankan bisnis di pasar maka pasar itu adalah Tuhanmu. Sesuai dengan budaya Bharat, kita pertama memberikan penghormatan pada pekerjaan yang harus kita lakukan. Sebelum melakukan kerja apapun, kita harus memandang kerja itu sebagai Tuhan. Tasmai Namah Karmane – Upanishad mengajarkan kita hal ini: “kerja yang harus aku lakukan, aku menganggapnya sebagai Tuhan dan memberikan penghormatan pada Tuhan dalam wujud kerja itu”. Mari kita lihat seseorang yang memainkan alat musik tabla. Sebelum dia mulai memainkan tabla, maka dia memberikan penghormatan pada tabla tersebut. Pemain harmonium akan memberikan penghormatan pada harmonium sebelum mulai memainkannya. Seorang penari, sebelum dia mulai tariannya maka dia akan memberikan penghormatan pada ghunghru (gelang kakinya yang berbunyi). Bahkan seorang sopir yang akan mengemudikan sebuah mobil yang tidak bernyawa, sebelum dia memegang kemudi maka dia memberikan penghormatan dalam bentuk namaskaram pada kemudi tersebut! Engkau tidak perlu melakukan sejauh itu. Pada saat lagi mengemudi, jika mobil menabrak orang lain, segera kita melakukan namaskaram pada orang itu. Makna dari semuanya ini adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan bersemayam pada semuanya. Jadi, sadarilah seluruh ciptaan sebagai wujud Tuhan dan menjalankan kewajibanmu dalam semangat itu adalah meditasi.


- Divine Discourse, 12 Mei 1981.

Pandanglah bahwa setiap pekerjaan sebagai pekerjaan Tuhan. Kemudian pekerjaanmu akan berubah menjadi ibadah.

Thursday, April 24, 2025

Thought for the Day - 24th April 2025 (Thursday)



Fill your hearts with love and let love be the guiding principle in all your activities. When you have love in your heart, you need not worry about anything. God will always be with you, in you, around you and will look after you in all respects. When you say, “Krishna, I will follow You,” it means that Krishna is separate from you. It is possible that you will lose your way. Hence, you should pray, “Krishna, please be with me always.” In fact, He is always in you. When you enquire deeply, you will experience this truth. It is impossible to be away from Him. Many devotees proclaim, “Oh God, I am in you, I am with you and I am for you.” They repeat these words like parrots, but do not say from the depths of their heart. Actually, God is never separate from you. Pray to Him wholeheartedly with the conviction that He is always in you, with you, above you, below you, and around you. When you offer such a prayer to God, He will certainly redeem your life!


- Divine Discourse, Apr 13, 2005.

You may think that Swami is somewhere and does not know what is happening, but Swami is here, there and everywhere as the principle of the Atma. 


Isilah hatimu dengan kasih dan jadikan kasih menjadi prinsip penuntun dalam segala aktifitasmu. Ketika engkau memiliki kasih di dalam hatimu, engkau tidak perlu merasa cemas tentang apapun juga. Karena Tuhan akan selalu bersamamu, di dalam dirimu, di sekitarmu dan akan menjagamu dalam segala hal. Ketika engkau berkata, “Krishna, aku akan mengikutimu,” itu berarti bahwa Krishna adalah terpisah dari dirimu. Maka ada kemungkinan engkau akan kehilangan arah. Karena itu, engkau harus berdoa, “Krishna, tolonglah agar selalu bersamaku.” Sejatinya, Tuhan ada selalu di dalam dirimu. Ketika engkau menyelidiki lebih dalam, engkau akan mengalami kebenaran ini. Adalah tidak mungkin untuk bisa menjauh dari Tuhan. Banyak bhakta menyatakan, “Oh Tuhan, aku ada di dalam diri-Mu, aku ada bersama-Mu dan aku ada untuk-Mu.” Mereka mengulang perkataan ini seperti burung beo, namun tidak dikatakan dari kedalaman lubuk hati mereka. Sesungguhnya, Tuhan tidak pernah terpisah darimu. Berdoalah pada Tuhan sepenuh hati dengan keyakinan bahwa Tuhan selalu ada di dalam dirimu, bersamamu, diatasmu, dibawahmu, dan disekitarmu. Ketika engkau mempersembahkan doa seperti itu kepada Tuhan, maka Tuhan pastinya akan menyelamatkan hidupmu!


- Divine Discourse, 13 April 2005.

Engkau mungkin berpikir bahwa Swami ada di suatu tempat dan tidak mengetahui apa yang sedang terjadi, namun Swami ada disini, disana dan dimana-mana sebagai prinsip dari Atma.

Tuesday, April 22, 2025

Thought for the Day - 22nd April 2025 (Tuesday)



God never asks anything from anyone. But when people give to Him with a full heart, He returns a thousand-fold. You know the story of Kuchela. For the gift of a fistful of dry rice, Krishna granted him lifelong prosperity. Rukmini Devi was able to win Krishna for herself by offering Him just a single Tulasi leaf. So, whenever God accepts anything from anyone, He grants unending bounty in return. That is why it is said, Patram Pushpam Phalam Toyam - a leaf, a flower, a fruit or some water. At least these must be offered to God. Why? Only when we offer, we become eligible to receive. If you go to a bank and simply ask for your money, they will not give it to you although you have every right over it. You need to fill a withdrawal slip and sign it. Only then can you claim your money. So, you must give something first, in order to receive. This is Divine Law. Even if it is tiny or insignificant, it must be offered to God.


- Summer Showers, May 28, 1995.

God offers Himself to His devotees in exactly the same manner in which devotees offer themselves to Him.

 

Tuhan tidak pernah meminta apapun dari siapapun. Namun ketika manusia memberikan pada-Nya dengan sepenuh hati, Tuhan mengembalikannya seribu kali lipat. Engkau mengetahui kisah tentang Kuchela. Untuk pemberian segenggam beras kering, Krishna memberikannya kesejahtraan seumur hidup. Rukmini Devi mampu mendapatkan Krishna bagi dirinya hanya dengan mempersembahkan selembar daun Tulasi kepada Krishna. Jadi, kapanpun Tuhan menerima apapun dari siapapun, Tuhan memberikan karunia yang tidak terbatas padanya. Itulah sebabnya mengapa disebutkan, Patram Pushpam Phalam Toyam - daun, bunga, buah atau air. Setidaknya keempat ini harus dipersembahkan kepada Tuhan. Mengapa? Hanya ketika kita mempersembahkan, kita menjadi layak untuk menerima. Jika engkau pergi ke bank dan hanya meminta uangmu, pihak bank tidak akan memberikannya kepadamu walaupun engkau memiliki hak pada uang itu. Engkau harus mengisi berkas penarikan uang dan menandatanginya. Hanya setelah itu engkau dapat mengklaim uangmu. Jadi, engkau harus memberikan sesuatu awalnya, dalam upaya untuk menerima. Ini adalah hukum Tuhan. Bahkan pemberian itu bersifat kecil atau tidak berarti, ini harus dipersembahkan pada Tuhan.


- Wacana Musim Panas, 28 Mei 1995.

Tuhan mempersembahkan diri-Nya sendiri pada bhakta-Nya dengan cara yang sama seperti bhakta mempersembahkan dirinya pada Tuhan.

Monday, April 21, 2025

Thought for the Day - 21st April 2025 (Monday)



The greatest obstacle on the path of surrender is ahankara (egoism) and mamakara (mineness or possessiveness). It is something that has been inherent in your personality since ages, sending its tentacles deeper and deeper with the experience of every succeeding life. It can be removed only by the twin detergents of discrimination and renunciation. Bhakti is the water to wash away this dirt of ages and the soap of japam, dhyanam, and yoga (repetition of God’s name, meditation, and communion) will help to remove it quicker and more effectively. The slow and the steady will surely win this race; walking is the safest method of travel, though it may be condemned as slow. Quicker means of travel mean disaster; the quicker the means, greater the risk of disaster. You should eat only as much as you feel hunger, for more will cause disorder. So, proceed step by step in Sadhana (spiritual effort), making sure of one step before you take another. Do not slide back two paces, when you go one pace forward. But, even the first step will be unsteady, if you have no faith. So, cultivate faith.


- Divine Discourse, Aug 01, 1956.

When the Sun is over your head, there will be no shadow; similarly, when faith is steady in your head, it should not cast any shadow of doubt. 


Rintangan terbesar dalam jalan berserah diri adalah ahankara (egoisme) dan mamakara (rasa kepemilikan). Keduanya ini telah melekat dalam kepribadianmu sejak dari jaman dahulu, menancapkan tentakelnya lebih dalam dan lebih dalam lagi seiring dengan pengalaman hidup yang bertambah. Kedua rintangan ini hanya dapat dilepaskan dengan sabun cuci ganda yaitu kemampuan memilah dan tanpa keterikatan. Bhakti adalah air yang dipakai dalam membersihkan kotoran yang melekat sejak lama dan sabun berupa japam, dhyanam, dan yoga (pengulangan nama suci Tuhan, meditasi dan pergaulan spiritual) akan membantu untuk melepaskan kotoran ini lebih cepat dan lebih efektif. Mereka yang melangkah pelan namun mantap pastinya akan memenangkan perlombaan ini; berjalan adalah metode yang paling aman dalam menempuh perjalanan, walaupun berjalan dianggap sebagai lambat. Menempuh perjalanan lebih cepat berarti bencana; semakin cepat berarti semakin besar resiko bencana. Engkau hanya bisa makan sebanyak engkau merasa lapar, makan lebih banyak lagi akan menyebabkan gangguan. Jadi, lakukan sadhana (latihan spiritual) secara bertahap langkah demi langkah, pastikan satu langkah sebelum melangkah pada langkah selanjutnya. Jangan mundur dua langkah ketika engkau melangkah satu langkah ke depan. Namun, bahkan satu langkah menjadi tidak mantap jika engkau tidak memiliki keyakinan. Jadi, tingkatkan keyakinan.


- Divine Discourse, 01 Agustus 1956.

Ketika matahari ada tepat di atas kepalamu, maka tidak akan ada bayangan; sama halnya, ketika keyakinan begitu mantap dalam kepalamu maka tidak akan ada bayangan keraguan. 

Sunday, April 20, 2025

Thought for the Day - 20th April 2025 (Sunday)



It is the destiny of man to journey from humanity to Divinity. In this pilgrimage, he is bound to encounter various obstacles and trials. To illumine the path and help him overcome these troubles, sages, seers, realised souls, divine personalities, and Incarnations of God take birth in human form. They move among the afflicted and the seekers who have lost their way or strayed into the desert and lead them into confidence and courage. Certain personalities are born and live out their days for this very purpose. They can be called karana-janmas, for they take on the janma (birth) for a karana (cause, purpose). Of course, there are many aspirants who by their devotion, dedication and disciplined lives, attain the vision of the Omnipresent, Omnipotent, and Omniscient One. They are content with the bliss they have won for themselves. There are others who go out to share this bliss with those beyond the pale; they guide and lead and are blessed thereby. They teach that multiplicity is a delusion and that unity is the reality. Jesus was a karana-janma, a Master born with a purpose, the mission of restoring love, charity, and compassion in the heart of man.


- Divine Discourse, Dec 25, 1978.

A lover of God is a messenger of God. The one whom God loves is a “Son of God.” When one experiences both of these, he becomes one with God. 


Merupakan takdir dari manusia melakukan perjalanan dari kemanusiaan menuju keilahian. Dalam perjalanan suci ini, manusia terikat menghadapi berbagai jenis rintangan dan cobaan. Untuk menerangi jalan ini dan membantu manusia mengatasi rintangan-rintangan ini maka para guru suci, orang bijak dan jiwa yang tercerahkan, kepribadian Ilahi, dan inkarnasi Tuhan mengambil kelahiran sebagai manusia. Para guru-guru suci ini bergerak diantara orang-orang yang menderita dan para pencari spiritual yang kehilangan arah atau tersesat di gurun pasir dan menuntun mereka menuju keyakinan dan keberanian. Kepribadian tertentu lahir dan menjalani hari-harinya untuk tujuan khusus ini. Mereka dapat disebut dengan karana-janmas, karena mereka lahir (janma) untuk sebuah tujuan (karana). Tentu saja, ada banyak peminat spiritual dengan bhakti, dedikasi dan kehidupan disiplin mereka, mencapai pandangan dari Tuhan yang ada dimana-mana, Tuhan yang Maha Kuasa dan Tuhan yang Maha Tahu. Mereka puas dengan kebahagiaan yang mereka dapatkan untuk diri mereka sendiri. Sedangkan ada yang lainnya yang hadir untuk berbagi kebahagiaan ini dengan mereka yang berada di luar batas; mereka ini menuntun serta mengarahkan dan karenanya diberkati. Mereka mengajarkan bahwa keberagaman adalah khayalan dan kesatuan itu adalah kenyataan sejati. Yesus adalah seorang karana-janma, guru suci yang lahir dengan sebuah tujuan, dengan misi untuk memulihkan kasih, kedermawanan, dan welas asih dalam hati manusia.


- Divine Discourse, 25 Desember 1978.

Seorang yang mengasihi Tuhan adalah seorang utusan Tuhan. Seseorang yang Tuhan kasihi adalah seorang “putra dari Tuhan.” Ketika seseorang mengalami keduanya ini maka dia menjadi satu dengan Tuhan. 

Saturday, April 19, 2025

Thought for the Day - 19th April 2025 (Saturday)



Once a wealthy man decided to go on a pilgrimage of sacred places. To escape the trouble of carrying too much luggage, he tied only very essential items in a bedroll and embarked on his journey. As the saying goes, ‘less luggage, more comfort makes travel a pleasure’, he could conveniently see all the sacred places of pilgrimage such as Kashi, Mathura, Brindavan, etc. During the day, he saw many temples, worshipped beautiful idols of various deities in them, took bath in sacred rivers and performed various acts of merit. After spending the whole day thus, he became tired at night and lay down on his bed to sleep. But he did not get even a wink of sleep. Though he performed noble deeds at physical level, he did not attain mental peace. What was the reason? The reason was that there were numerous bedbugs in the bed he brought with him. Due to the biting of these bedbugs, he could not get any sleep at night. The same is the condition of man today. At physical level, he has amassed many comforts and conveniences and appears to be quite happy. But he harbours within himself the bedbugs of bad qualities, evil thoughts and wicked motives which destroy his peace. As long as he gives room to negative feelings and thoughts, he cannot attain peace.


- Divine Discourse, Jun 24, 1996.

Peace is not available in the world outside. Outside, there are only pieces! True peace is that which comes from within you. 


Suatu hari seorang yang kaya memutuskan untuk pergi melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci. Untuk bebas dari masalah membawa begitu banyak barang bawaan maka dia memutuskan hanya mengikat barang-barang yang sangat penting pada kasur gulung dan memulai perjalanannya. Seperti kata pepatah, ‘sedikit barang bawaan, membuat perjalanan menjadi lebih nyaman dan menyenangkan’, dia dapat dengan nyaman mengunjungi semua tempat-tempat suci seperti Kashi, Mathura, Brindavan, dsb. Pada siang hari, dia mengunjungi banyak tempat suci, memuja arca perwujudan Tuhan yang indah ada di sana, mandi di sungai-sungai yang suci dan melakukan berbagai tindakan yang luhur. Setelah menghabiskan sepanjang hari seperti itu, dia merasa letih di malam hari dan berbaring untuk tidur. Namun dia tidak bisa tidur sedetikpun. Walaupun dia telah melakukan perbuatan yang luhur di level fisik, namun dia tidak mendapatkan kedamaian di level batin. Apa alasannya? Alasannya ada banyak kutu busuk di dalam kasur gulung yang dia bawa. Karena digigit oleh kutu busuk itu, dia tidak bisa tidur di malam hari. Keadaan yang sama terjadi pada manusia saat sekarang. Pada level fisik, manusia telah mengumpulkan banyak kenyamanan dan kemudahan yang kelihatannya menjadi begitu bahagia. Namun, manusia menyimpan dalam dirinya kutu busuk berupa sifat-sifat buruk, pikiran jahat dan niat jahat yang mana menghancurkan kedamaiannya. Selama manusia memberikan ruang bagi perasaan dan pikiran negatif maka manusia tidak bisa mencapai kedamaian.


- Divine Discourse, 24 Juni 1996.

Kedamaian tidak tersedia di dunia luar. Hanya ada kepingan saja di dunia luar! Kedamaian sejati muncul dari dalam dirimu. 

Friday, April 18, 2025

Thought for the Day - 18th April 2025 (Friday)



When the nails were being driven into Jesus to fix him on the cross, Jesus heard the voice of the Father saying, "All life is one, My dear Son. Be alike to everyone," and he pleaded that those who were crucifying him may be pardoned for they knew not what they did. Jesus sacrificed himself for the sake of mankind. Carols and candles, readings from the Bible and acting out the incidents that surrounded His Birth, are not enough to celebrate the birth of Jesus. Jesus said that the bread taken in the 'last supper' was his flesh, and the wine, his blood. He meant that all beings alive with flesh and blood are to be treated as he himself and that no distinction should be made of friend or foe, we or they. Everybody is his body, sustained by the bread; every drop of blood flowing in the veins of every living being is his, animated by the activity that the wine imparted to it. That is to say, every man is Divine and has to be revered as such!


- Divine Discourse, Dec 25, 1978.

You work as a messenger or servant; later, you worship, as a son does his father, and finally, you achieve the wisdom that You and He are One. That is the spiritual journey Jesus has shown in clear terms.

 

Ketika paku-paku ditancapkan pada tubuh Yesus pada saat disalibkan, Yesus mendengar suara dari Bapa di Surga berkata, "Semua hidup adalah satu, putra-Ku yang terkasih. Jadilah sama terhadap setiap orang," dan Yesus memohon agar mereka yang menyalibnya dapat diampuni karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Yesus mengorbankan dirinya sendiri untuk kepentingan umat manusia. Nyanyian pujian dan lilin, membaca alkitab dan memerankan kejadian-kejadian sekitar kelahiran Yesus, adalah tidak cukup untuk merayakan kelahiran Beliau. Yesus berkata bahwa roti yang dimakan pada ‘penjamuan terakhir’ adalah dagingnya dan anggur yang diminum adalah darahnya. Maksud dari perkataan Yesus adalah bahwa semua makhluk hidup yang memiliki daging dan darah harus diperlakukan sama seperti dirinya dan tidak boleh ada perbedaan diantara teman atau musuh, kami atau mereka. Setiap orang adalah tubuhnya, dirawat oleh roti; setiap tetes darah mengalir dalam pembuluh darah setiap makhluk hidup adalah miliknya, digerakkan dengan aktifitas yang diberikan anggur padanya. Dengan kata lain, setiap manusia adalah Ilahi dan harus dihormati seperti itu!


- Divine Discourse, 25 Desember 1978.

Engkau berkerja sebagai utusan atau pelayan; kemudian, engkau memuja, seperti putra memuja ayahnya, dan akhirnya, engkau mencapai kebijaksanaan bahwa dirimu dan Tuhan adalah satu. Itu adalah perjalanan spiritual yang Yesus perlihatkan dengan jelas. 

Thursday, April 17, 2025

Thought for the Day - 17th April 2025 (Thursday)



Bhakti and shraddha (devotion and faith) are the two oars, with which you can take the boat across the sea of worldly life (samsara). A child told its mother, when it went to bed at night, "Mother! Wake me up, when I get hungry." The mother answered, "There is no need. Your hunger will itself wake you." So too, when the hunger for God comes, it will itself activate you and make you seek the food you need. God has endowed you with hunger and He supplies the food; He has endowed you with illness and He grows the specifics you need. Your duty is to see that you get the proper hunger and the right illness and use the appropriate food or drug! Man must be yoked to samsara (worldly life) and broken; that is the training, which will teach that the world is unreal; no amount of lectures will make you believe it is a snake unless you actually experience it. Touch fire and get the sensation of burning; there is nothing like it to teach you that fire is to be avoided. Unless you touch it, you will be aware only of its light. It is light and heat both; just as this world is both true and false, that is to say, unreal. 


- Divine Discourse, Mahashivaratri, 1955.

More than the knowledge that you can get from reading the scriptures, you should value the wisdom that you can get from experience.

 

Bhakti dan shraddha (pengabdian dan keyakinan) adalah dua dayung yang mana dapat menggerakkan perahu menyebrangi lautan kehidupan duniawi (samsara). Seorang anak mengatakan kepada ibunya pada saat tidur di malam hari, "Ibu! nanti bangunkan aku ketika aku lapar." Ibunya menjawab, "Tidak perlu ibu membangunkanmu karena rasa laparmu akan membangunkanmu sendiri." Begitu juga, ketika rasa lapar pada Tuhan datang maka rasa lapar ini yang akan membangunkan dan membuatmu mencari makanan yang engkau butuhkan. Tuhan telah memberimu dengan rasa lapar dan Tuhan menyediakan makanan untuk rasa lapar itu; Tuhan juga memberikanmu penyakit dan Tuhan menumbuhkan hal-hal khusus yang engkau butuhkan. Kewajibanmu adalah untuk memastikan bahwa engkau mendapatkan rasa lapar yang tepat dan penyakit yang benar serta menggunakan makanan dan obat yang sesuai! Manusia harus terikat dengan samsara (kehidupan duniawi) dan selanjutkan keterikatan itu dihancurkan; itu adalah latihan yang akan mengajarkanmu bahwa dunia ini adalah tidak nyata; tidak ada banyak ceramah yang akan membuatmu percaya bahwa ini adalah ular kecuali engkau benar-benar mengalaminya. Sentuh api dan dapatkan sensasi dari rasa terbakar; tidak ada yang bisa mengajarkanmu bahwa api harus dihindarkan selain engkau merasakannya. Jika engkau tidak menyentuh api itu maka engkau hanya tahu cahayanya saja. Api itu adalah keduanya yaitu cahaya dan panas; seperti halnya dunia ini yang merupakan kebenaran dan kepalsuan, maka dari itu disebut tidak nyata. 


- Divine Discourse, Mahashivaratri, 1955.

Lebih daripada pengetahuan yang engkau dapat peroleh dari membaca naskah suci, engkau harus menghargai kebijaksanaan yang dapat engkau peroleh dari pengalaman. 

Wednesday, April 16, 2025

Thought for the Day - 16th April 2025 (Wednesday)



The world today has achieved great progress in the fields of science and worldly knowledge. But it is regressing in the fields of morality and humanness. What is the reason? The reason is selfishness and self-interest of modern man. Whatever work man performs today, he does it with a selfish motive. All his thoughts and actions are motivated by self-interest. In fact, he has become a puppet of selfishness. He looks at everything with an eye of selfishness. He is, in fact, bound in the fetters of selfishness. The moment he changes his motive of life from selfishness to social welfare, he will experience the essence of true education. It is therefore necessary that man should get rid of his selfishness and self-interest and fill his heart with noble thoughts of welfare and progress of society. In this way, he should make his heart pure with sacred feelings and curb the unsteadiness of his mind. Whatever work you do with a pure heart, steady mind and selfless attitude, it will take you towards the path of victory in your spiritual journey. 


- Divine Discourse, Jun 24, 1996.

Develop the faith that your welfare is bound up with the welfare of the society. Develop your social consciousness. 


Dunia pada saat sekarang telah mencapai kemajuan yang hebat dalam bidang sains dan pengetahuan duniawi. Namun dunia mengalami kemunduran dalam bidang moralitas dan kemanusiaan. Apa penyebab dari keadaan ini? Penyebabnya adalah sifat egosime dan kepentingan diri pada manusia modern. Apapun yang manusia kerjakan pada hari ini, manusia melakukannya dengan motif mementingkan diri sendiri. Semua pikiran dan perbuatannya didorong oleh kepentingan diri. Sejatinya, manusia telah menjadi boneka dari sifat egoisme. Manusia memandang segala sesuatu dengan pandangan mementingkan diri sendiri. Akhirnya manusia terbelenggu oleh belenggu egoisme. Pada saat manusia mengganti motif dalam hidupnya dari egoisme mengarah pada kesejahtraan sosial, maka manusia akan mengalami intisari dari pendidikan yang sejati. Maka dari itu adalah perlu bagi manusia untuk melepaskan sifat egoisme dan kepentingan diri serta mengisi hatinya dengan pikiran yang luhur tentang kesejahtraan dan kemajuan masyarakat. Dengan cara ini, manusia harus membuat hatinya menjadi murni dengan perasaan yang suci dan mengendalikan pikirannya yang tidak stabil. Apapun pekerjaan yang engkau lakukan dengan hati yang suci, pikiran yang stabil dan sikap tanpa mementingkan diri sendiri, maka hal ini akan membawamu pada jalan keberhasilan dalam perjalanan spiritual. 


- Divine Discourse, 24 Juni 1996.

Pupuklah keyakinan bahwa kesejahtraanmu terkait erat dengan kesejahtraan masyarakat. Kembangkan kesadaran sosial di dalam dirimu. 

Monday, April 14, 2025

Thought for the Day - 14th April 2025 (Monday)



God is not an external contrivance or convenience like the air cooler. He is the Antaryamin, the Inner Director, the Inner Reality, the Unseen Basis on which all this seeable world is built. He is like the fire-principle that is latent in wood, which can be made manifest when one piece is rubbed vigorously against another. The heat that is produced consumes the wood in the fire! Satsang (Company of the good and the godly) makes you meet with other souls (individuals) of a like nature, and creates the contact that manifests the inner fire. Satsang means meeting the Sat, the Sat which is spoken of while extolling God as Sat-Chit-Ananda. Sat is the Existence Principle, the 'IS' that is the basic truth of the Universe. Align with the Truth, the Sat in you, the Satya (reality) on which the mitya (false) is imposed by minds that do not see light. By dwelling in that Sat, the flame is lit, light dawns, darkness flees and Jnana-bhaskara (the Sun of Realisation) rises. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

We must acquire the company of Godly thoughts, and thereby, the company of God Himself

 

Tuhan bukanlah alat atau kenyamanan bersifat ekternal seperti pendingin ruangan. Tuhan adalah Antaryamin yaitu pengarah batin, realitas batin, dasar yang tidak terlihat dimana seluruh dunia yang dapat dilihat ini dibangun diatasnya. Tuhan adalah seperti prinsip api dimana bersifat terpendam dalam kayu dan dapat menghasilkan api ketika satu kayu digosokkan dengan kayu lain dengan kuat. Panas yang dihasilan membakar kayu dalam api! Satsang (pergaulan suci) membuatmu bertemu dengan jiwa-jiwa lain (individu) lain yang memiliki sifat yang sama dan menciptakan keterhubungan yang mewujudkan api di dalam batin. Satsang berarti bertemu dengan Sat, Sat yang dibicarakan saat sedang memuliakan Tuhan sebagai Sat-Chit-Ananda. Sat adalah prinsip dari keberadaan yang merupakan kebenaran mendasar dari semesta. Selaraskan diri dengan kebenaran yaitu Sat yang ada di dalam dirimu, Satya (kenyataan sejati) agar tidak terperangkap oleh mitya (khayalan) yang diciptakan oleh pikiran yang tidak tercerahkan oleh cahaya. Dengan merenung pada Sat itu, maka nyala api itu dihidupkan, cahaya mulai muncul, kegelapan lenyap dan Jnana-bhaskara (matahari kenyataan diri sejati) muncul. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

Kita harus memperoleh pergaulan suci, dan dengan demikian mendapatkan pergaulan dengan Tuhan sendiri

Sunday, April 13, 2025

Thought for the Day - 13th April 2025 (Sunday)



When there is hard rock below, you have to bore deeper for tapping the underground perennial pure water. The softer the subterranean soil, the quicker the success. Make your heart soft; then, success is quick in sadhana. Talk soft, talk sweet, talk only of God – that is the process of softening the subsoil. Develop compassion, sympathy; engage in service, understand the agony of poverty, disease, distress and despair; share both - tears and cheers with others. That is the way to soften the heart, and help sadhana to succeed. Satsang is like quaffing pure crystal water. Dussang – the company of the vicious, the ungodly, the impure – is like quaffing saltwater from the sea; no amount of sugar added to it can make it quaffable! It increases thirst. 


- Divine Discourse, May 10, 1969.

If there is anything sweeter than all things sweet, more auspicious than all things auspicious, holier than all holy objects, verily, it is the name of the Lord — or the Lord Himself!

 

Ketika ada batu karang yang keras dibawah maka engkau harus melakukan pengeboran lebih dalam untuk bisa mendapatkan mata air murni bawah tanah yang abadi. Semakin lunak jenis tanah dibawah permukaan maka semakin cepat keberhasilan mendapatkan mata air. Maka dari itu, buatlah hatimu menjadi lembut; kemudian, keberhasilan akan cepat di dapat dalam sadhana. Berbicaralah dengan sopan, berkatalah dengan lembut, sampaikan hanya tentang Tuhan – itu adalah proses dalam melembutkan lapisan tanah. Kembangkan welas asih, simpati; libatkan diri dalam pelayanan, pahami penderitaan dari kemiskinan, penyakit, kesulitan dan keputusasaan; berbagilah keduanya yaitu air mata dan suka cita dengan yang lainnya. Itu adalah jalan untuk melembutkan hati, dan membantu sadhana untuk berhasil. Satsang adalah seperti meminum air kristal yang murni. Dussang – pergaulan dengan orang jahat, tidak baik, tidak murni – adalah seperti minum air laut yang asin; sebanyak apapun gula yang ditambahkan pada air laut yang asin itu tidak akan membuatnya bisa diminum! Itu justru menambah rasa haus. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

Jika ada sesuatu yang lebih manis dari segala yang manis, lebih berharga daripada semua yang berharga, lebih suci daripada semua yang suci, sejatinya itu adalah nama suci Tuhan – atau Tuhan itu sendiri!