Monday, June 30, 2025

Thought for the Day - 30th June 2025 (Monday)



Vedas assert that acquiring Jnana (wisdom) alone confers the eternally blissful freedom or liberation (moksha), which is the panacea for all ills, troubles and travails. To acquire this Jnana, there are many paths, and the chiefest of them is the path of Bhakti (love directed towards God). That is the reason why even great and noble men such as Vashishtha, Narada, Vyasa, Jayadeva, Gouranga adopted the path of Bhakti. As the oil is the basis to the flame in the lamp, devotion towards God is the basis to the flame of Jnana (wisdom). The heavenly tree of the joy of Jnana thrives on the refreshing waters of Bhakti. Understand this well! It is for this reason that Lord Krishna, who is the personification of love and who is saturated with the quality of mercy, declared in the Gita: Bhaktya mam abhijnanati (I am known by the means of Bhakti). Why was this declaration made? Because, in the path of Bhakti, there are no dangers. Young and old, high and low, man and woman, all are entitled to tread it.


- Ch 6, Jnana Vahini.

Realisation, which is not possible through logic, offering sacrifices, and through discussion and other disciplines, can be achieved only through love. 


Weda menegaskan bahwa hanya dengan memperoleh Jnana (kebijaksanaan) yang bisa memberikan kebebasan atau pembebasan (moksha) yang abadi dan penuh kebahagiaan, yang merupakan obat yang ampuh untuk semua penyakit berupa masalah dan penderitaan. Untuk bisa mendapatkan Jnana ini, ada banyak jalan dan jalan yang paling utama dari semuanya adalah jalan Bhakti (kasih yang diarahkan pada Tuhan). Itu adalah alasan mengapa bahkan jiwa-jiwa yang agung seperti Vashishtha, Narada, Vyasa, Jayadeva, Gouranga menggunakan jalan Bhakti. Seperti halnya minyak yang menjadi dasar dari nyala api pada lampu, bhakti yang diarahkan pada Tuhan adalah dasar dari nyala api kebijaksanaan (Jnana). Pohon surgawi kebahagiaan Jnana tumbuh subur dari air Bhakti yang menyegarkan. Pahamilah hal ini dengan baik! Adalah untuk alasan ini dimana Sri Krishna yang merupakan personifikasi dari kasih dan yang dipenuhi dengan kualitas belas kasihan, menyatakan dalam Bhagavad Gita: Bhaktya mam abhijnanati (Aku dapat diketahui dengan cara Bhakti). Mengapa penyataan ini disampaikan? Karena dalam jalan Bhakti, tidak ada bahaya. muda dan tua, tinggi atau rendah, laki-laki dan perempuan, semuanya berhak untuk menapaki jalan bhakti.


- Ch 6, Jnana Vahini.

Kesadaran diri sejati – yang tidak mungkin dicapai dengan logika, persembahan, diskusi dan disiplin lainnya, hanya dapat dicapai melalui kasih. 

Sunday, June 29, 2025

Thought for the Day - 29th June 2025 (Sunday)



Embodiments of Love! Lord Krishna declares in the Bhagavad Gita: Yada yada hi dharmasya glanir bhavati Bharata, Abhyutthanam adharmasya Tadatmanam Srijamyaham. (O Arjuna! Whenever there is a decline in Dharma and a rise in Adharma, I incarnate on earth.) God incarnates to teach Dharma (righteousness) to man and to raise him to the divine level. Dharma itself, therefore, takes human form. Devotion is most important in the life of man. Unflinching love for God is true Bhakti (devotion). But people waste their lives by their love for external worldly objects. Worldly love is not true love. This is sheer attachment, not love. Only love for God is true love. Intense love for God is real devotion. The outpouring of Prema (love) is Dharma. One who understands Dharma will foster Prema. A person who develops love for God can follow Dharma easily. Dharma and Prema are twins. But man today has lost both these qualities. Life without Dharma and Prema is barren like a wasteland.


- Divine Discourse, Apr 24, 1996.

Cultivate the quality of unbounded, selfless love. It is only then that real spiritual wisdom will dawn on you. 



Perwujudan kasih! Sri Krishna menyatakan dalam Bhagavad Gita: Yada yada hi dharmasya glanir bhavati Bharata, Abhyutthanam adharmasya Tadatmanam Srijamyaham. (O Arjuna! kapanpun terjadi kemerosotan dalam Dharma dan meningkatnya Adharma, Aku berinkarnasi ke dunia) Tuhan berinkarnasi untuk mengajarkan Dharma (kebajikan) pada manusia dan mengangkat manusia ke level ilahi. Oleh karena itu, Dharma sendiri mengambil wujud manusia. Bhakti adalah yang paling penting dalam hidup manusia. Kasih yang tidak tergoyahkan pada Tuhan adalah Bhakti sejati. Namun manusia menyia-nyiakan hidup mereka karena kasih mereka pada objek-objek duniawi di luar diri. Kasih duniawi bukanlah kasih sejati. Hal ini adalah keterikatan belaka dan bukan kasih. Hanya kasih pada Tuhan adalah kasih sejati. Kasih yang bersifat mendalam adalah bhakti yang sejati. Tindakan ekspresi yang begitu besar dari Prema (kasih) adalah Dharma. Seseorang yang memahami Dharma akan menguatkan Prema. Seseorang yang mengembangkan kasih untuk Tuhan dapat mengikuti Dharma dengan mudah. Dharma dan Prema adalah kembar. Namun manusia pada saat sekarang telah kehilangan kedua nilai-nilai ini. Hidup tanpa adanya Dharma dan Prema adalah gersang seperti tanah tandus.


- Divine Discourse, 24 April 1996.

Tingkatkan kualitas kasih yang tidak terbatas dan tidak mementingkan diri sendiri. Hanya kemudian kebijaksanaan spiritual sejati akan muncul dalam dirimu.

Saturday, June 28, 2025

Thought for the Day - 28th June 2025 (Saturday)



Krishna wanted to test the faith of Arjuna before the Mahabharata war. One day, while going to the forest, Krishna pointed towards a bird perched on a tree and asked, “Arjuna, on that tree, what bird is that? Is it a peacock?” “Yes, Krishna, it is a peacock”, said Arjuna. “No, no! It is a crow,” said Krishna. Then Arjuna said, “Yes Swami, it is a crow”. Krishna then said, “Oh mad man, you say ‘yes, yes’ to whatever I say. Don’t you have discrimination?” “Swami, what’s the use of my discrimination in front of You? If I say, it is not a peacock, you may transform it into a peacock. Whatever You say, is the truth.” Then Krishna said, “Now you have become deserving!” Only then Krishna imparted the knowledge of the Bhagavad Gita to Arjuna. Therefore, God’s teaching begins with faith. What did Arjuna ultimately say? He said, “I obey Your command”. You should have strong vishvasa. It is not vishvasa (faith), but your svasa (breath). With every breath, repeat So’ham, So’ham (That I am). Have this firm faith that you are God.


- Divine Discourse, Apr 26, 1993

Grow the twin wings of love and faith; then you can soar freely in the sky of the Lord’s grace.


Sri Krishna ingin menguji keyakinan Arjuna sebelum perang Mahabharata. Suatu hari, ketika sedang pergi ke dalam hutan, Krishna menunjuk ke arah burung yang sedang bertengger pada sebuah pohon dan bertanya, “Arjuna, burung apakah itu yang sedang bertengger di pohon? Apakah itu burung merak?” “Iya benar Krishna, itu adalah burung merak”, jawab Arjuna. “Bukan, bukan! Itu adalah burung gagak,” kata Krishna. Kemudian Arjuna berkata, “Iya benar sekali Swami, itu adalah burung gagak”. Krishna kemudian berkata, “Oh Arjuna yang labil, engkau mengatakan ‘iya, iya’ pada apapun yang Aku katakan. tidakkah engkau memiliki kemampuan membedakan?” “Swami, apakah gunanya kemampuan membedakan yang aku miliki di hadapan-Mu? Jika saya berkata itu bukanlah burung merak, Engkau dapat merubahnya menjadi burung merak. Apapun yang Engkau katakan adalah kebenaran.” Kemudian Sri Krishna berkata, “Sekarang engkau telah menjadi layak!” Baru kemudian Sri Krishna menyampaikan pengetahuan suci Bhagavad Gita kepada Arjuna. Maka dari itu ajaran-ajaran suci Tuhan dimulai dengan keyakinan. Apa yang akhirnya Arjuna sampaikan? Arjuna berkata, “saya mematuhi perintah-Mu”. Engkau harus memiliki vishvasa (keyakinan) yang kuat. Itu bukanlah vishvasa, namun merupakan svasa (nafasmu). Dengan setiap nafas, ulangi So’ham, So’ham (aku adalah Tuhan). Miliki keyakinana yang teguh bahwa engkau adalah Tuhan.


- Divine Discourse, 26 April 1993

Tumbuhkanlah sayap kembar yaitu kasih dan keyakinan; kemudian engkau dapat terbang tinggi dengan bebas di langit Rahmat Tuhan.

Friday, June 27, 2025

Thought for the Day - 27th June 2025 (Friday)



The most important element in man’s existence is sankalpa (thought). As are the thoughts, so is the speech. As is the speech, so are the actions. The harmony of these three will lead to the experience of Divinity. Words come out of the heart. They should be filled with compassion. The heart is the abode of compassion. It is the source of love. Hence, whatever emanates from the heart should be filled with love. That love should express itself in speech. The flow of love in speech should find concrete expression in action. The heart is the seat of the Paramatma (Supreme Self). The Ganga that flows from it is the river of Truth. Actions are the harvest that is reaped from the field watered by Truth. Hence, it is said that the high-souled beings are marked by harmony in thought, word and deed. Unfortunately, today people think in one way, speak in another way and act differently. As a result, humanness has been degraded today. To raise it to its proper level, the triune unity of thought, word and deed is essential. This is the penance for our times. This is the means to realise peace.


- Divine Discourse, Jul 09, 1995.

True education can be summed up in one word: Love, all-encompassing love. A life without love is worse than death.


Unsur yang paling penting dalam keberadaan manusia adalah sankalpa (gagasan pemikiran). Sebagaimana gagasan pemikirannya maka begitulah perkatannya. Sebagaimana perkataannya maka begitulah perbuatannya. Keharmonisan dari ketiga bagian ini akan menuntun pada pengalaman keilahian. Kata-kata muncul dari dalam hati yang mana harus diliputi dengan welas asih. Hati adalah tempat atau sumbernya dari welas asih. Oleh karena itu, apapun yang muncul dari hati harus diliputi dengan kasih. Kasih itu harus mengungkapkan dirinya dalam bentuk perkataan. Aliran dari kasih dalam perkataan harus menemukan ekpresi konkret dalam tindakan. Hati adalah tempat berstananya Paramatma (Diri sejati yang tertinggi). Aliran sungai Ganga yang mengalir darinya adalah sungai kebenaran. Perbuatan merupakan hasil panen yang diperoleh dari ladang yang diairi dengan kebenaran. Oleh karena itu, dikatakan bahwa jiwa-jiwa yang luhur ditandai dengan keselarasan antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Sangat disayangkan, pada hari ini manusia berpikir dengan satu cara, berbicara dengan cara yang lain dan berbuat yang berbeda. Sebagai hasilnya, kemanusiaan mengalami kemerosotan pada hari ini. Untuk mengangkat kemanusiaan pada tingkat yang seharusnya, maka kesatuan dari tri tunggal yaitu pikiran, perkataan dan perbuatan adalah bersifat mendasar. Ini adalah bentuk tirakat untuk jaman kita sekarang. Ini adalah sarana untuk menyadari kedamaian.


- Divine Discourse, 09 Juli 1995.

Pendidikan sejati dapat disimpulkan dalam satu kata: Kasih – kasih yang menyeluruh. Sebuah kehidupan tanpa kasih adalah lebih buruk daripada kematian.

Thursday, June 26, 2025

Thought for the Day - 26th June 2025 (Thursday)



It is necessary for man to perform good actions constantly in his daily life. As the proverb goes, “If you go on singing, you can sing well; if you go on chewing neem leaves, even they will taste sweet; if you go on rubbing stone, it will become smaller”. The value of a diamond increases after grinding and cutting. Similarly, Divinity shines forth in a person, after passing through trials and tribulations and upon constant practice. Fire is produced when two logs of wood are rubbed against each other. Soft butter comes out by churning of curd. Similarly, man can attain Divinity by constantly thinking of God. It is said, the more you rub the sandal log on stone, the more the fragrance it gives. When you crush the sugarcane hard, it gives only sweet juice. When gold is put on fire, it sheds all its dirt and shines brilliantly. Similarly, a spiritual aspirant should face all problems and difficulties, develop the spirit of renunciation and sacrifice and experience divinity!


- Divine Discourse, Apr 26, 1993

I set tests not as a punishment, or because I enjoy putting you into trouble, but just to give you the joy of passing! 


Manusia harus melakukan perbuatan-perbuatan yang baik secara tanpa henti dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti kata pepatah, “jika engkau terus bernyanyi, engkau bisa menyanyi dengan baik; jika engkau terus mengunyah daun mimba, daunnyapun akan terasa manis; jika engkau terus menggosok batu, batu itu akan mengecil”. Nilai dari sebuah berlian menjadi meningkat setelah digiling dan dipotong. Sama halnya, keilahian bersinar terang dalam diri manusia, setelah melewati cobaan dan penderitaan serta latihan terus menerus. Api dihasilkan ketika dua batang kayu digosokkan satu dengan lainnya. Mentega yang lembut dihasilkan dari dadih yang diaduk. Sama halnya, manusia dapat mencapai keilahian dengan tanpa henti memikirkan Tuhan. Seperti dikatakan bahwa semakin sering engkau menggosok kayu cendana pada batu, maka semakin wangi aroma yang dihasilkan. Ketika engkau meremukkan tebu dengan keras maka hanya sari tebu yang manis dihasilkan. Ketika emas ditaruh dalam api, emas akan membuang semua kotorannya dan bersinar secara cemerlang. Sama halnya, seorang peminat spiritual harus menghadapi semua masalah dan kesulitan, mengembangkan semangat tanpa keterikatan serta pengorbanan dan mengalami keilahian!


- Divine Discourse, 26 April 1993

Aku memberikan ujian bukan sebagai hukuman, atau karena Aku menikmati engkau ada dalam masalah, namun hanya untuk memberikanmu suka cita karena bisa melewatinya! 

Wednesday, June 25, 2025

Thought for the Day - 25th June 2025 (Wednesday)



Many of you might have read the story of Abraham Lincoln, who lived in penury during his student days. While other boys went to school in costly clothes, Lincoln could not afford even a proper dress when he went to school. One day, his friends made fun of him and humiliated him. He came home crying and told his mother how he was being insulted and humiliated. His mother consoled him, saying, “My dear son, do not get affected by praise or blame. Develop self-confidence. Have firm faith in God. Then everything will become good for you.” These words made a lasting impression on the tender heart of Lincoln. He acquired self-confidence with the encouragement of his mother. Ultimately, he rose to the position of the President of America. Nothing is impossible in this world for one with self-confidence and courage. He can accomplish anything and everything. Therefore, strengthen self-confidence. Don’t bother about what others say. Don’t be afraid, even if they make fun of you. Why should you have any fear when God is with you? He is the resident of your heart.


- Divine Discourse, Feb 14, 2009.

Society can be set right only by those who have firm faith in God. 


Banyak diantara dirimu telah membaca kisah dari Abraham Lincoln, yang hidup dalam kemiskinan pada saat masa-masa belajarnya sebagai murid. Sedangkan anak-anak yang lainnya pergi ke sekolah dengan pakaian yang mewah, Lincoln bahkan tidak mampu untuk membeli pakaian yang layak untuk pergi ke sekolah. Pada suatu hari, teman-temannya mengejek dan menghinanya. Lincoln pulang ke rumah sambil menangis dan berkata kepada ibunya bagaimana dia telah dihina dan direndahkan. Ibunya menenangkan Lincoln sambil berkata, “anakku tersayang, jangan terpengaruh dengan pujian dan ejakan. Kembangkan dalam dirimu kepercayaan diri. Miliki keyakinan yang teguh pada Tuhan. Kemudian segala sesuatu akan menjadi baik bagimu.” Kata-kata ini memberikan kesan yang abadi di dalam hati Lincoln yang lembut. Dia mendapatkan kepercayaan diri dengan dorongan dari ibunya. Pada akhirnya, dia berhasil mencapai kedudukan sebagai Presiden Amerika. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini bagi seseorang dengan kepercayaan diri dan keberanian. Dia dapat melakukan apa saja dan segalanya. Maka dari itu, perkuat kepercayaan diri. Jangan menjadi terganggu dengan apa yang orang lain katakan. Jangan menjadi takut, bahkan jika mereka menertawakanmu. Mengapa engkau harus memiliki rasa takut ketika Tuhan ada bersamamu? Tuhan ada bersemayam di dalam hatimu.


- Divine Discourse, 14 Februari 2009.

Masyarakat hanya dapat diperbaiki oleh mereka yang memiliki keyakinan yang teguh pada Tuhan. 

Tuesday, June 24, 2025

Thought for the Day - 24th June 2025 (Tuesday)



You draw a creeper with many flowers on a piece of paper. When the wind blows, the paper will flutter, but not the creeper drawn on the paper. Likewise, your mind may waver due to the influence of bad company, but your heart will remain steady when you are endowed with true love. Nobody can change the true love that is present in your heart. Love should find place not just in your mind, but in your heart. The mind is nothing but a bundle of thoughts. The love that is sustained in your mind by thoughts will be driven away by another current of thoughts. Therefore, you should preserve love and sacred feelings in your heart. True love has three qualities. First, it knows no fear. Second, it does not beg anything from anyone. Third, it is love for love's sake and not for any material gain. These three qualities are the very core of love. This type of sacred love is actually true love.


- Divine Discourse, Jun 20, 1996.

The bandage of humility, the ointment of faith, and the waters of love will be able to cure this disease that has erupted with this boil of ‘I’. 


Engkau menggambar sebuah tanaman merambat dengan banyak bunga pada secarik kertas. Ketika angin berhembus, kertas itu tertiup namun tidak dengan tanaman merambat yang terlukis di atas kertas. Sama halnya, pikiranmu bisa goyah karena pengaruh dari pergaulan yang buruk, namun hatimu akan tetap teguh ketika engkau dipenuhi dengan kasih sejati. Tidak ada seorangpun dapat merubah kasih sejati yang ada di dalam hatimu. Kasih tidak seharusnya hanya ada di pikiranmu, namun juga di dalam hatimu. Pikiran tiada lain hanyalah kumpulan dari gagasan pemikiran. Kasih yang dipelihara dalam pikiranmu oleh gagasan pemikiran akan tersapu oleh gagasan pemikiran lainnya. Maka dari itu, engkau harus menjaga kasih dan perasaan suci di dalam hatimu. Kasih sejati memiliki tiga kualitas. Pertama, kasih sejati tidak mengenal rasa takut. Kedua, kasih sejati tidak mengharapkan apapun dari siapapun juga. Ketiga, kasih sejati adalah untuk kepentingan kasih dan bukan untuk keuntungan material. Ketiga kualitas ini adalah intisari dari kasih. Jenis dari kasih suci seperti inilah yang benar-benar layak disebut kasih sejati.


- Divine Discourse, 20 Juni 1996.

Balut berupa kerendahan hati, obat salep keyakinan, dan air berupa kasih akan mampu menyembuhkan penyakit yang muncul akibat bisul dari ‘keakuan’.

Monday, June 23, 2025

Thought for the Day - 23rd June 2025 (Monday)



 It is really surprising that anyone should train people in concentration, for without concentration, no task can be accomplished by man. To drive a car, shape a pot on a wheel, weave a design, and weed a plot of land - all these jobs require single-minded attention. To walk along life’s highway, which is full of hollows and mounds, to talk to one’s fellowmen, who are of manifold temperaments – all these require concentration. The senses have to be reined in, so that they may not distract or disturb; the brain must not go wool-gathering; the emotions must not colour or discolour the objectives one seeks. That is the way to succeed in concentration. Yoga is chitta vritti nirodha - the cutting off all agitations on the lake of one’s inner consciousness. Nothing should cause a wave of emotion or passion on the calm surface or in the quiet depths of one’s awareness. This state of equanimity is the hallmark of Jnana (spiritual wisdom). Sadhana (spiritual discipline) is the drug, and Vichara (enquiry) is the regimen that will cure man of all waywardness and agitation.


- Divine Discourse, Jan 22, 1967.

Iron has to be beaten flat by iron alone. So too, the inferior, low mind has to be shaped better by the superior mind alone.


Adalah benar-benar mengejutkan dimana ada orang yang melatih orang lain untuk konsentrasi, karena tanpa adanya konsentrasi maka tidak ada tugas yang dapat diselesaikan oleh manusia. Untuk mengemudikan mobil, membentuk pot di atas putaran, menenun sebuah pola, dan mencabut rumput liar pada sebidang tanah – semua jenis kegiatan ini membutuhkan perhatian yang terpusat. Untuk berjalan di jalan besar kehidupan yang mana penuh dengan lubang dan gundukan, untuk bisa berbicara dengan sesama yang beragam sifat dan watak – semua ini membutuhkan konsentrasi. Indria harus dikendalikan agar tidak mengganggu atau membelokkan perhatian; pikiran tidak boleh melantur kemana-mana; emosi tidak boleh mewarnai atau mengaburkan tujuan yang seseorang hendak capai. Itu adalah jalan untuk berhasil dalam konsentrasi. Yoga adalah chitta vritti nirodha – penghentian semua gejolak pada danau kesadaran batin seseorang. Tidak boleh ada satupun gelombang emosi atau gairah pada permukaan tenang atau di kedalaman kesadaran yang hening. Keadaan keseimbangan batin ini adalah tanda dari Jnana (kebijaksanaan spiritual). Sadhana (disiplin spiritual) adalah obat dan Vichara (penyelidikan batin) adalah aturan yang akan menyembuhkan manusia dari semua jenis ketidakpatuhan dan kegelisahan.


- Divine Discourse, 22 Januari 1967.

Besi harus dibentuk rata hanya dengan besi. Begitu juga, pikiran rendahan hanya dapat dibentuk dan disempurnakan oleh pikiran yang lebih tinggi.

Sunday, June 22, 2025

Thought for the Day - 22nd June 2025 (Sunday)



You know the greatness of Hanuman, who was the symbol of selfless service. He was endowed with mighty power, valour, and strength, and was hailed as a great scholar of impeccable character. Yet, when the demons in Lanka questioned who he was, he never hesitated to reply that he was the servant of Sri Ramachandra. You should feel honoured to call yourself a servant of God and humanity. If you start serving with the attitude that service to man is service to God, you will find God there. You cannot experience the same in japa or dhyana. You must “shut your mind and open your heart,” which happens while doing seva. Some may ask, “While you are God, why worship God?” Even to realise you are divine, you must do certain things as part of your duty. According to the tradition of Bharat, you must do things to please God or in other words, transform work into worship. When you practise this, it becomes easier to realise God.


- Divine Discourse, July 19, 1997.

You can save yourselves from the clutches of ego when you perform service to society.


Engkau mengetahui kehebatan dari Hanuman, yang merupakan simbul dari pelayanan tanpa pamrih. Hanuman diberkati dengan kekuatan, keberanian, kemampuan yang luar biasa, serta dipuji sebagai cendekiawan hebat yang berkarakter sempurna. Namun, ketika raksasa di Lanka menanyakan siapa dirinya, Hanuman tidak pernah ragu-ragu untuk menjawab bahwa dia adalah pelayan dari Sri Ramachandra. Engkau harus merasa terhormat dengan menyebut dirimu sebagai pelayan Tuhan dan kemanusiaan. Jika engkau mulai melayani dengan sikap bahwa pelayanan pada manusia adalah pelayanan pada Tuhan, maka engkau akan menemukan Tuhan dalam pelayanan itu. Engkau tidak bisa mengalami hal yang sama dalam japa atau dhyana. Engkau harus “menutup pikiranmu dan membuka hatimu,” hal ini dapat terjadi ketika sedang melakukan seva. Beberapa orang bertanya, “ketika engkau adalah Tuhan, mengapa memuja Tuhan?” bahkan untuk menyadari bahwa engkau adalah Tuhan, engkau harus melakukan hal-hal tertentu sebagai bagian dari kewajibanmu. Sesuai dengan tradisi Bharat, engkau harus melakukan sesuatu untuk menyenangkan Tuhan atau dengan kata lain, merubah kerja menjadi ibadah. Ketika engkau menjalankan hal ini, maka akan menjadi lebih mudah untuk menyadari Tuhan.


- Divine Discourse, 19 Juli 1997.

Engkau dapat menyelamatkan dirimu dari cengkeraman ego ketika engkau melakukan pelayanan pada masyarakat.

Saturday, June 21, 2025

Thought for the Day - 21st June 2025 (Saturday)



What is required today is transformation, which can be effected by questioning oneself, ‘Who am I?’ Once you know the answer to this and reach the state of transformation, you need no further spiritual practices. This is possible only when you control your mind. Sage Patanjali has enunciated the same: “Yoga Chitta Vritti Nirodha” (controlling thoughts and aberrations of the mind is true Yoga). Yoga does not mean physical exercise. Yoga means ‘to unite with’ the Atma. There is no greater happiness than being one with the Atma. But today, no one is making any effort to attain the Atma, the final goal of life. The senses are above the body; the mind is above the senses; the intellect is above the mind; and Atma is above the intellect. Man does not travel even up to the level of the intellect. He travels only up to the level of the mind. As man is unable to control his mind and senses, he is subjected to confusion and depression. As a result, he forgets the Principle of the Atma.


- Divine Discourse, Nov 24, 1998.

Yoga Asanas (Yogic postures) are powerful in giving firmness to the body and enabling the mind to concentrate for a longer time in dhyana (meditation).

 

Apa yang dibutuhkan hari ini adalah perubahan yang mana dapat dilakukan dengan menanyakan diri sendiri, ‘siapakah aku?’ Sekali engkau mengetahui jawaban ini dan mencapai keadaan perubahan, engkau tidak perlu lagi melakukan latihan spiritual. Hal ini dimungkinkan hanya ketika engkau mengendalikan pikiranmu. Rsi Patanjali telah menyampaikan hal yang sama: “Yoga Chitta Vritti Nirodha” (mengendalikan gagasan pikiran dan penyimpangan pikiran adalah Yoga yang sesungguhnya). Yoga tidak berarti latihan fisik. Yoga berarti ‘penyatuan dengan’ Atma. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menjadi satu dengan Atma. Namun hari ini, tidak ada seorangpun yang melakukan usaha untuk mencapai Atma yang merupakan tujuan akhir dari hidup. Indra berada di atas tubuh; pikiran berada di atas indra; kecerdasan berada di atas pikiran; dan Atma berada di atas kecerdasan. Manusia tidak mencapai bahkan pada tingkat kecerdasan. Manusia hanya mampu mencapai pada tingkat pikiran. Ketika manusia tidak mampu mengendalikan pikiran dan indranya, maka manusia mengalami kebingungan dan depresi. Sebagai hasilnya, manusia lupa pada prinsip Atma.


- Divine Discourse, 24 November 1998.

Yoga Asanas (postur Yoga) sangatlah efektif dalam memberikan kekuatan pada tubvuh dan memungkinan pikiran terpusat dalam jangka waktu yang lama dalam dhyana (meditasi).

Friday, June 20, 2025

Thought for the Day - 20th June 2025 (Friday)



Everyone seeks to know what benefit one can derive from other individuals or from society. No one asks what good or benefit society derives from them. Start with rendering service to society. Today, due to the influence of the Kali Age, two kinds of diseases are seen. One is the insatiable thirst for wealth. In every city, there is a mad rush for making money. Everyone is caught up in this craze for money. No doubt money is necessary, but only up to a limit to meet one’s needs. Owing to excessive desire, people lose all sense of proportion. Men turn into demons in the pursuit of wealth. It may be asked whether they at least make good use of their immense wealth. No, ultimately, the money may fall in the hands of robbers or others. What you get from society, give it back to society. That is the primary value to be cherished by everyone. The second malady is the thirst for power. The thirst for power and position is unquenchable.


- Divine Discourse, Apr 07, 1997.

When money earned by honest means does not always confer happiness, how can you get happiness through money earned by dishonest means?


Setiap orang ingin tahu apa keuntungan yang mereka bisa dapatkan dari orang lain atau dari masyarakat. Tidak ada seorangpun yang bertanya apa kebaikan atau keuntungan yang masyarakat dapatkan dari mereka. Mulailah dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hari ini, karena pengaruh dari jaman kali, dua jenis penyakit sangat terlihat. Pertama dalah rasa haus pada kekayaan yang tidak terpuaskan. Dalam setiap kota, ada kegilaan yang luar biasa dalam mengejar uang. Setiap orang terjebak dalam kegilaan mengejar uang ini. Tidak diragukan bahwa uang adalah perlu, namun hanya sampai batas tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Dengan memiliki keinginan yang berlebihan, manusia kehilangan semua rasa proporsionalitas. Manusia berubah menjadi iblis pada saat mengejar kekayaan. Bisa saja ditanyakan apakah manusia setidaknya menggunakan kekayaan yang besar itu dengan bijak. Tidak, pada akhirnya, uang itu bisa jatuh di tangan perampok atau yang lain. Apa yang engkau dapatkan dari masyarakat, maka kembalikan kepada masyarakat. Itu adalah nilai utama yang harus dinjunjung tinggi oleh setiap orang. Penyakit kedua adalah kehausan pada kekuasaan. Kehausan pada kekuasaan dan jabatan adalah tidak pernah bisa dipuaskan.


- Divine Discourse, 07 April 1997.

Ketika uang dihasilkan dengan cara yang jujur saja tidak selalu memberikan kebahagiaan, lantas bagaimana engkau mendapatkan kebahagiaan dari uang yang didapat dengan cara tidak jujur? 

Thursday, June 19, 2025

Thought for the Day - 19th June 2025 (Thursday)



Sacrifice is the goal of love. Love does not desire anything. It does not criticise or harm anybody. It is selfless and pure. Unable to understand this principle of love, man craves for love in many ways. You should have faith that selflessness and the spirit of sacrifice are the hallmarks of true love. There is some element of selfishness and self-interest even in the love between a mother and child, a husband and wife, between brothers and friends. Only God's love is without any trace of selfishness and self-interest. True love can bring close to you those who are distant or separated from you. It can transform man with animal tendencies into a divine being. It can gradually change worldly and physical love into divine love. People who wish to understand the principle of love should give up selfishness and self-interest. They should develop purity, steadfastness, and other divine qualities to understand divine love. They should try to lead their life keeping their focus on the love of God without paying heed to their difficulties and sufferings.


- Divine Discourse, Jun 20, 1996.

The fuel of Prema (Love) yields the divine flame of Shanti (Peace). 


Pengorbanan adalah tujuan dari kasih. Kasih tidak menginginkan apapun. Kasih tidak mengkritik atau menyakiti siapapun juga. Kasih adalah bersifat tanpa mementingkan diri sendiri dan murni. Karena ketidakmampuan memahami prinsip kasih ini, manusia mendambakan kasih dalam banyak cara. Engkau harus memiliki keyakinan bahwa sifat tidak mementingkan diri sendiri dan pengorbanan adalah tanda dari kasih sejati. Ada beberapa unsur dari sifat mementingkan diri sendiri dan kepentingan diri bahkan dalam ikatan kasih diantara ibu dan anak, suami dan istri, diantara saudara dan sahabat. Hanya kasih Tuhan yang tidak ada jejak mementingkan diri sendiri atau kepentingan diri. Kasih sejati dapat mendekatmu dengan mereka yang jauh atau terpisah darimu. Kasih ini dapat merubah manusia dengan kecendrungan binatang menjadi makhluk ilahi. Kasih sejati juga dapat merubah secara perlahan dan pasti kasih duniawi dan fisik menjadi kasih Tuhan. Manusia yang ingin memahami prinsip kasih harus melepaskan sifat mementingkan diri sendiri dan kepentingan diri. Mereka harus mengembangkan kesucian, keteguhan, dan sifat Ilahi lainnya untuk memahami kasih Tuhan. Mereka harus mencoba untuk menjalani hidup mereka dengan tetap fokus pada kasih Tuhan tanpa menghiraukan pada kesulitan dan penderitaan mereka.


- Divine Discourse, 20 Juni 1996.

Bahan bakar dari kasih (prema) menghasilkan nyala api Ilahi yaitu kedamaian (shanti). 

Thought for the Day - 18th May 2025 (Wednesday)



Man is born to manifest and reflect Divinity. All constituents of nature reflect their inherent qualities. Man also has to do so, but is not reflecting his innate human quality. Everyone should consider devotion and discipline as of the utmost importance — duty comes only next to these two. You, the youth, are intrinsically very good. But you lack discipline. You should observe good discipline. You should not waste time, which is precious and sacred. How should you utilise the time usefully? You have to follow the ideal path reflecting sacred human values. Not only that, you should also inspire and encourage others to follow a disciplined life. Every second is valuable and should be used well. Character is the most important life principle to be imbibed. This is the golden period in your life, and if you spoil this fine opportunity in careless living, your future will be ruined. The sapling has to be tended very carefully, so that it can grow into a mighty tree in the right manner and serve the people well.


- Divine Discourse, July 19, 1997.

One may have enormous wealth, high education, immense physical prowess or high status, but all these are useless if one lacks character. 


Manusia dilahirkan untuk mewujudkan dan menyadari keilahian. Semua unsur dari alam mencerminkan sifat bawaannya sendiri. Manusia juga harus mencerminkan nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya, namun sayangnya manusia tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaannya. Setiap orang harus menempatkan bhakti dan disiplin sebagai hal yang utama – kewajiban baru menyusul setelah keduanya tadi. Kalian, para pemuda, pada hakekatnya adalah sangat baik. Namun engkau kurang dalam hal disiplin. Engkau harus menjalankan disiplin yang baik. Engkau seharusnya tidak menyia-nyiakan waktu, yang mana adalah berharga dan suci. Bagaimana engkau seharusnya menggunakan waktu dengan benar? Engkau harus mengikuti jalan ideal yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang suci. Tidak hanya itu, engkau harus juga menginspirasi dan mendorong yang lainnya untuk mengikuti hidup yang penuh disiplin. Setiap detik adalah berharga dan harus digunakan dengan baik. Karakter adalah prinsip hidup yang paling penting untuk dihayati dan diresapi. Ini adalah masa keemasan di dalam hidupmu, dan jika engkau menyia-nyiakan kesempatan yang berharga ini dalam hidup yang sembrono, maka masa depanmu akan rusak. Bibit yang baru tumbuh harus dijaga dengan sangat hati-hati, sehingga bibit ini dapat tumbuh menjadi pohon yang besar dengan cara yang benar serta dapat bermanfaat bagi semuanya.


- Divine Discourse, 19 Juli 1997.

Seseorang mungkin memiliki kekayaan yang melimpah, pendidikan yang tinggi, kekuatan fisik yang luar biasa atau status yang tinggi, namun semuanya ini menjadi tidak ada artinya jika seseorang tidak memiliki karakter. 

Tuesday, June 17, 2025

Thought for the Day - 17th May 2025 (Tuesday)



Do not consider God to be someone above you. Treat Him as your own. It is possible only when you develop love. Embodiments of Love! Make every effort to repay the debt to God, for He pervades your entire being and safeguards you. Who is responsible for the blood circulation in your body? How is it that the blood does not ooze out as it moves in the body? You think you are sustained by food. But neither food nor blood can sustain you. God alone is responsible for your sustenance. However, you owe every drop of your blood to your parents. Their food takes the form of your blood. Hence, it is your foremost duty to respect and revere your parents. If you do not respect your parents today, your children will not respect you in the future. What is the use of lamenting then? Respect your parents and set a good ideal for your children. One who does not respect his parents is verily a rakshasa (demon). Do not lead the life of a rakshasa, live like a manava (human being).


- Divine Discourse, Apr 12, 2003.

If you want to realise God, first and foremost, develop love and devotion towards your parents. 


Jangan menganggap Tuhan sebagai sosok yang berada jauh di atasmu. Jadikan Tuhan sebagai milikmu sendiri. Hal ini dapat terjadi hanya ketika engkau mengembangkan kasih. Perwujudan kasih! Lakukan setiap usaha untuk membayar kembali hutang kita kepada Tuhan, karena Tuhan meliputi seluruh keberadaanmu dan menjagamu. Siapa yang bertanggung jawab pada sirkulasi darah di dalam tubuhmu? Mengapa darah tidak keluar begitu saja ketika darah mengalir dalam seluruh tubuhmu? Engkau mengira bahwa makananlah yang membuatmu bertahan hidup. Namun bukan makanan, bukan juga darah yang menopang hidupmu. Hanya Tuhan yang satu-satunya bertanggung jawab sebagai penopang hidupmu. Bagaimanapun juga, engkau berhutang setiap tetes darahmu dari orang tuamu. Dari makanan yang mereka berikan, darahmu terbentuk. Oleh karena itu, merupakan kewajibanmu yang paling utama untuk menghormati dan memuliakan orang tuamu. Jika engkau tidak menghormati orang tuamu hari ini, maka anak-anakmu tidak akan menghormatimu di masa depan. Saat itu tiba, apa gunaya penyesalan? Hormati orang tuamu dan berikan ideal yang baik bagi anak-anakmu. Seseorang yang tidak menghormati orang tuanya adalah sejatinya seorang rakshasa (iblis). Jangan menjalani hidup sebagai seorang rakshasa, Jalani hidup sebagai seorang manusia (manava).


- Divine Discourse, 12 April 2003.

Jika engkau ingin menyadari Tuhan, pertama dan utama kembangkan kasih dan bhakti pada orang tuamu. 

Monday, June 16, 2025

Thought for the Day - 16th June 2025 (Monday)



People suffer because they have all kinds of unreasonable desires, they pine to fulfil them, and they fail. They attach too much value to the objective world. It is only when attachment increases that you suffer pain and grief. If you look upon nature and all created objects with the insight derived from the inner vision, then attachment will slide away; you will also see everything much clearer and with a glow suffused with Divinity and splendour. Close these eyes and open those inner eyes, and what a grand picture of essential unity you get! Attachment to nature has limits, but the attachment to the Lord that you develop when the inner eye opens has no limit. Enjoy that reality, not this false picture. The Lord is the immanent power in everything; those who refuse to believe that the image in the mirror is a picture of themselves, how can they believe in the Lord, when He is reflected in every object around them? The moon is reflected in a pot, provided it has water; so too, the Lord can be clearly seen in your heart, provided you have the water of prema (love) in it. When the Lord is not reflected in your heart, you cannot say that there is no Lord; it only means that there is no love in you!


- Divine Discourse, Feb 02, 1958.

The essence of prema (love) as a sadhana lies in the cultivation of humanitarianism, universal compassion and altruism.


Manusia menderita karena memiliki semua jenis keinginan yang tidak masuk akal, manusia berhasrat untuk memenuhi keinginan itu, namun mereka gagal. Manusia terikat terlalu kuat pada nilai dari dunia objektif. Hanya ketika keterikatan meningkat maka engkau menderita penderitaan dan kesedihan. Jika engkau memandang pada alam dan semua objek ciptaan dengan pemahaman mendalam yang berasal dari pandangan batin, maka keterikatan akan menjauh; engkau juga akan melihat segala sesuatu dengan jauh lebih jelas dan dengan sinar yang dipenuhi dengan keilahian dan kemegahan. Pejamkanlah mata ini dan bukalah mata batin itu, dan betapa agungnya gambaran kesatuan yang bersifat mendasar yang engkau dapatkan! Keterikatan pada alam memiliki batas, namun keterikatan pada Tuhan yang engkau pupuk ketika engkau membuka mata batin tidak memiliki batas. Nikmatilah kenyataan itu, bukan pada gambaran palsu ini. Tuhan adalah kekuatan yang meresapi dalam segalanya; bagi mereka yang menolak untuk mempercayai bahwa bayangan yang terpantul di cermin adalah berasal dari diri mereka sendiri, lantas bagaimana bisa mereka mempercayai Tuhan ketika Tuhan tercermin pada setiap objek di sekitar mereka? Bulan terpantul pada bejana yang ada air di dalamnya; begitu juga, Tuhan dapat dengan jelas terlihat di dalam hatimu yang terdapat air prema (kasih) di dalamnya. Ketika Tuhan tidak terpantul di dalam hatimu, engkau tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada Tuhan; itu hanya berarti bahwa tidak ada kasih di dalam dirimu!


- Divine Discourse, 02 Februari 1958.

Intisari dari prema (kasih) sebagai sebuah sadhana terdapat pada peningkatan kemanusiaan, kasih yang universal dan altruisme. 

Sunday, June 15, 2025

Thought for the Day - 15th June 2025 (Sunday)



Just as the rays of the sun absorb water vapour from the sea, gather them into clouds, drop them as rain on earth so that they may flow as rivers back into the sea, the senses of man contact the world and collect experiences out of which the sacred and sustaining ones are selected, stored and utilised by the mind, as values, as instruments for individual and social uplift. They are truth, righteousness, peace, nonviolence, and love (prema). For the first four, the last value, prema, is the life-giving spring. They can be achieved most quickly by prema. Prema is the basic principle of human nature. That short two-syllable word has immeasurable potentiality. Too often, it is confused with the affection of the mother for the child, the attachment between husband and wife, the dependence of a friend on a friend or the relationship of teacher and pupil. In every one of these, a trace of egoistic need can be discerned. Love untainted by ego is genuine love. It is all-inclusive, pure, full, and free. It is the love that urged Meera to walk away from the palace, Tukaram to sing, and Chaitanya to dance.


- Divine Discourse, Jun 01, 1985

The Prema, with which you are endowed, must be directed towards God; then only can it expand, grow, deepen, fertilise all your actions, and benefit all those around you. 


Seperti halnya sinar matahari yang menyerap uap air dari laut, mengumpulkannya menjadi awan, menjatuhkannya sebagai hujan ke bumi sehingga dapat mengalir sebagai sungai kembali ke lautan, indra manusia berhubungan dengan dunia dan mengumpulkan pengalaman-pengalaman suci dan menguatkan yang kemudian dipilih, disimpan dan digunakan oleh pikiran sebagai nilai-nilai, sebagai alat untuk mengangkat individu dan sosial. Nilai-nilai tersebut adalah kebenaran, kebajikan, kedamaian, tanpa kekerasan dan kasih (prema). Dari keempat yang pertama, nilai yang terakhir adalah prema merupakan sumber pemberi kehidupan. Keempat nilai tersebut paling cepat dapat dicapai dengan prema. Prema adalah prinsip dasar dari sifat manusia. Kata pendek dengan dua suka kata ini memiliki potensi yang tak terukur. Terlalu sering kata prema disalahartikan dengan kasih ibu kepada anaknya, keterikatan diantara suami dan istri, ketergantungan dalam persahabatan atau hubungan antara guru dan murid. Dalam setiap bentuk kasih tadi, masih ditemukan jejak kebutuhan egoistik. Kasih yang tidak ternoda oleh ego adalah kasih yang sejati. Kasih ini bersifat menyeluruh, murni, utuh dan bebas. Inilah kasih yang mendorong Meera untuk menjauh dari istana, Tukaram untuk melantunkan pujian, dan Chaitanya untuk menari dalam kebahagiaan.


- Divine Discourse, 01 Juni 1985

Prema yang telah dianugerahkan kepadamu, harus diarahkan pada Tuhan; hanya dengan begitu dapat berkembang, bertumbuh, mendalam, menyuburkan semua perbuatanmu, dan memberi manfaat pada semua yang ada di sekitarmu.

Saturday, June 14, 2025

Thought for the Day - 14th June 2025 (Saturday)



The cultivation of viveka (discrimination) is the chief aim of education; the promotion of virtuous habits, the strengthening of dharma - these are to be attended to, not the acquisition of polish or gentlemanliness, or the collection of general information and the practice of common skills. Be fixed in the consciousness that yourself is the immortal atma, which is indestructible, which is holy, pure, and divine. That will give you unshakable courage and strength. Then, you must develop mutual love and respect. Tolerate all kinds of persons and opinions, all attitudes and peculiarities. The schools, home, and society are all training grounds for tolerance. At school, teachers and pupils must be aware of their duties and rights. The relationship must be based on love, not fear. Only the atmosphere of love can guarantee happy cooperation and concord. Above all, be good, honest, and well-behaved. That will make the university degrees more desirable and valuable. Do not attach undue value to the passing of examinations, for if you do so, you are apt to get terribly depressed when you fail!"


- Divine Discourse, Feb 02, 1958

Take failure, if it comes, as a spur to further effort; analyse why you failed and profit by the experience!


Pengembangan viveka (kemampuan membedakan mana yang benar dan salah) adalah tujuan utama dari pendidikan; pengembangkan kebiasaan-kebiasaan mulia, memperkuat dharma – hal-hal ini harus diperhatikan, bukan untuk memperoleh kesopanan, atau mengumpulkan informasi umum dan serta menjalankan ketrampilan biasa. Tetaplah teguh dalam kesadaran bahwa dirimu sendiri adalah Atma yang abadi, yang bersifat tidak dapat dihancurkan, suci, murni dan ilahi. Hal itu akan memberikanmu keberanian dan kekuatan yang tidak tergoyahkan. Kemudian, engkau harus memupuk rasa saling mengasihi dan menghormati. Memberikan toleransi pada semua jenis orang dan pendapat, segala sikap dan keunikan. Sekolah, rumah dan masyarakat adalah lapangan latihan bagi toleransi. Di sekolah, para guru dan murid harus sadar pada kewajiban dan hak mereka. Hubungan harus didasarkan pada kasih dan bukan ketakutan. Hanya dengan suasana kasih yang dapat menjamin kerjasama dan keselarasan yang bahagia. Diatas semuanya, jadilah pribadi yang baik, jujur dan bertingkah laku luhur. Hal itu akan membuat gelar sarjana menjadi lebih layak dan bermakna. Jangan terlalu terikat pada nilai kelulusan ujian, karena jika engkau melakukan hal itu,  engkau menjadi sangat terpukul bila suatu saat engkau gagal!"


- Divine Discourse, 02 Februari 1958

Hadapilah kegagalan jika datang sebagai pemicu untuk usaha yang lebih giat; lakukan analisa mengapa engkau gagal dan petiklah pelajaran dari pengalaman itu!

Friday, June 13, 2025

Thought for the Day - 13th June 2025 (Friday)



Man spends his years of life as a beast does. Beasts are deluded by the desert mirage; they run towards it in order to quench their thirst; they die of despair and exhaustion. Men, too, are deluded by the objective world; they run towards it in order to quench the thirst of the senses for pleasure and happiness. They die, disappointed and exhausted. The dream is real until one awakens. The pleasures derived while awake are known to be unreal when one awakens into the light of one’s Divine substance. However, man is not allowed to know his glory, by the six enemies who hide in his mind — lust, desire, anger, greed, undue attachment, pride, and hatred. They pollute his values by their emanations. There are also eight waves of pride which obstruct his attempt to know himself— the pride of caste, of physical strength, of scholarship, of youth, of wealth, of personal charm, of overlordship, and of one’s spiritual attainments. No one discovers that these are liable to disintegrate very soon. Shankara has warned men against placing faith in any of these sources of pride: "The all-powerful time robs you of these in a trice."


- Divine Discourse, Jun 01, 1985

Time is the devourer of the physical. The Lord is the devourer of Time itself. When there is faith in God, man transcends the physical. 


Manusia menjalani tahun-tahun hidupnya seperti yang dilakukan oleh binatang. Binatang ditipu oleh fatamorgana di padang pasir; mereka berlari menuju fatamorgana untuk menghilangkan rasa hausnya; mereka mati karena keputusasaan dan kelelahan. Manusia juga tertipu oleh dunia objektif dimana manusia lari menuju kearahnya untuk melepaskan dahaga indra untuk kesenangan dan kenikmatan. Manusia mati karena rasa kecewa dan kelelahan. Mimpi itu nyata sampai orang tersebut terbangun. Kenikmatan yang dirasakan saat terjaga akan nampak tidak nyata ketika seseorang tersadarkan dalam cahaya keilahiannya. Bagaimanapun juga, manusia tidak diijinkan untuk mengetahui kemuliaannya sendiri oleh enam kotoran batin yang bersembunyi dalam pikirannya yaitu  -- nafsu, keinginan, kemarahan, ketamakan, keterikatan yang berlebihan, kesombongan dan kebencian. Keenam kotoran batin ini mencemari nilai keilahiannya melalui pengaruh buruk yang dipancarkannya. Selain itu ada juga delapan gelombang kesombongan yang menghalangi upaya manusia untuk mengetahui keilahian dirinya sejati yaitu – kesombongan pada kasta, kekuatan fisik, kepintaran, masa muda, kekayaan, daya Tarik diri, kekuasaan dan kesombongan pada pencapaian spiritual. Tidak ada satu orangpun yang menyadari bahwa semuanya itu dapat hancur dalam sekejap. Shankara telah memperingatkan manusia agar tidak menaruh kepercayaan pada sumber-sumber kesombongan ini: "waktu yang maha kuat dapat merampas semuanya ini dalam sekejap."


- Divine Discourse, 01 Juni 1985

Waktu adalah pemangsa segala yang bersifat fisik. Tuhan adalah Pemangsa Waktu itu sendiri. Ketika seseorang memiliki keyakinan pada Tuhan, maka maka manusia melampaui yang fisik.

Thursday, June 12, 2025

Thought for the Day - 12th June 2025 (Thursday)



Reading is not enough; you may master all the commentaries and you may be able to argue and discuss with great scholars about these texts, but without attempting to practice what they teach, it is a waste of time. I never approve of book-learning; practice is what I evaluate. When you come out of the examination hall, you know whether you will pass or not, is it not? For, you can yourself judge whether you have answered well or not. So, in sadhana, in conduct, or in practice, each of you can judge and ascertain the success or failure that is in store. Just as you tend the body with food and drink regularly, you must also tend to the needs of inner atmic body, by regular japam, dhyanam (recitations, meditation) and cultivation of virtues. Sat-sanga, sat-pravartana, sat-chintana (holy company, good attitude, and sacred thoughts) are essential for the growth and health of inner personality. The body is bhavanam (mansion) of Bhuvaneshvara (Lord of the world), His bhuvanam (world)! In so far as you are particular about coffee or tea at regular intervals, be also particular about dhyanam and japam at fixed times, for the health and liveliness of the spirit!


- Divine Discourse, Feb 02, 1958.

The altar of the heart will be clean if sadhana is regular

 

Membaca saja tidaklah cukup; engkau mungkin menguasai semua tafsiran atau engkau mungkin mampu berdebat serta berdiskusi dengan cendekiawan yang hebat tentang naskah-naskah ini, namun tanpa adanya usaha untuk menjalankan apa yang diajarkan dalam naskah itu, maka semuanya itu adalah membuang-buang waktu saja. Aku tidak pernah menyetujui pembelajaran yang berhenti di buku saja; penerapannya yang Aku nilai. Ketika engkau keluar dari ruang ujian, engkau mengetahui apakah engkau lulus atau tidak, bukan? Karena, engkau bisa menilai dirimu sendiri apakah engkau telah menjawab semua soal dengan baik atau tidak. Begitu pula dalam sadhana, dalam perilaku, atau dalam praktik, setiap orang darimu dapat menilai dan memastikan sendiri keberhasilan atau kegagalan yang akan terjadi. Sama seperti halnya engkau merawat tubuh dengan makanan dan minuman secara teratur, engkau juga harus merawat kebutuhan dari tubuh atmik dalam diri dengan melakukan japam (pengulana nama suci Tuhan), dhyanam (meditasi) dan mengembangkan kebajikan secara teratur. Sat-sanga, sat-pravartana, sat-chintana (pergaulan suci, perilaku suci, dan pikiran suci) adalah bersifat mendasar bagi pertumbuhan dan kesehatan kepribadian dalam diri. Tubuh adalah bhavanam (rumah besar) dari Bhuvaneshvara (Tuhan penguasa dunia), dunia ini adalah bhuvanam-Nya (ciptaan)! Sebagaimana engkau begitu teliti terkait interval waktu yang tepat untuk minum kopi dan teh, demikian juga engkau harus teliti dalam ketepatan waktu untuk dhyanam dan japam, untuk kesehatan dan kegembiraan dari jiwa!


- Divine Discourse, 02 Februari 1958.

Altar dari hati akan menjadi bersih jika sadhana dilakukan secara teratur. 

Wednesday, June 11, 2025

Thought for the Day - 11th June 2025 (Wednesday)



When you find anger rising within you, you may withdraw from the place to provide time for cooling your emotions. Or you may drink a glass of cold water and sit quietly in a place. Or, take a brisk walk for a mile to get over your anger. Or, stand before a mirror and look at your face. By any one of these methods, your anger will gradually come down. Do not, however, stay near the person who has provoked your anger, because there is no limit to what anger may lead you to. Owing to anger and agitation, the blood gets heated up. It takes three months for the blood to cool down. Within that period, the nerves become weaker and even the blood cells get destroyed. Weakness is aggravated and the memory power is reduced. Old age sets in prematurely. All the aberrations that we witness today among men arise from anger. Our entire daily life is filled with anger!


- Divine Discourse, Apr 22, 1985.

You should control anger and avoid talking or acting while in an angry mood.

 

Ketika engkau merasakan kemarahan muncul di dalam dirimu, engkau dapat pergi dari tempat tersebut untuk memberikan waktu bagimu dalam meredakan emosimu. Atau engkau dapat minum segelas air dingin dan duduk dengan tenang di sebuah tempat. Atau berjalan cepat sejauh 1,6 kilometer untuk mengatasi kemarahanmu. Atau berdiri di depan cermin dan pandanglah wajahmu. Dengan salah satu metode ini maka kemarahamu akan berangsur-angsur mereda. Namun janganlah berada dekat dengan orang yang telah memancing kemarahanmu, karena tidak ada batas terhadap apa yang akan ditimbulkan oleh kemarahan. Karena marah dan gelisah maka darah menjadi panas. Hal ini membutuhkan waktu selama tiga bulan bagi darah untuk kembali dingin. Selama dalam masa waktu itu, syaraf menjadi semakin lemah dan bahkan sel darah menjadi rusak. Kelemahan bertambah parah dan kekuatan daya ingat menjadi menurun. Penuaan dini terjadi. Semua penyimpangan yang kita saksikan hari ini diantara manusia muncul dari kemarahan. Seluruh kehidupan hari-hari kita setiap harinya diisi dengan kemarahan!


- Divine Discourse, 22 April 1985.

Engkau harus mengendalikan kemarahan dan menghindari berbicara atau bertindak pada saat lagi sedang marah.

Sunday, June 8, 2025

Thought for the Day - 8th June 2025 (Sunday)



Even today’s scientific achievements are nothing compared to the feats of Hiranyakashipu and Hiranyaksha in the Krita-yuga. Hiranyakashipu brought the five elements under his control and investigated the realms of earth, sky, and water. He gloated over his supremacy over the physical world. This pride blinded him to such an extent that he tortured his own son! What was the fruit of all his investigations? Only ego, which made him forget himself, which blurred even ordinary human feelings. Such a man is ready to destroy anyone who stands in the way of his ambitions, even his own family! Finally, only his son could teach him the truth. Prahlada, Hiranyakashipu's son, was dear to Lord Hari. Hiranyakashipu hated Hari. They could not co-exist. In the same way, it appears that science and spirituality cannot co-exist today! But sooner or later, spirituality is bound to open the eyes of science. 


- Divine Discourse, Jun 02, 1991.

The pursuit of the Science of the Supreme Spirit (Parartha Vijnana Shastra) is more essential than involvement with the Physical Sciences (Padartha Vijnanam).

 

Bahkan pencapaian ilmiah hari ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan prestasi dari Hiranyakashipu dan Hiranyaksha pada jaman Krita-yuga. Hiranyakashipu mampu mengendalikan lima unsur dan melakukan penyelidikan pada bumi, langit dan air. Dia sombong atas kehebatannya pada dunia fisik. Kesombongannya telah membutakannya begitu besar sehingga dia tega menyiksa putranya sendiri! Apa hasil dari semua penyelidikannya? Hanyalah ego, yang membuatnya lupa diri, yang mengaburkan bahkan pada perasaan manusia biasa. Orang yang seperti itu bahkan siap untuk menghancurkan siapapun yang berdiri menghalangi ambisinya, bahkan keluarganya sendiri! Pada akhirnya, hanya putranya sendiri yang bisa mengajarkannya kebenaran. Prahlada adalah putra dari Hiranyakashipu yang sangat disayang oleh Sri Wisnu. Hiranyakashipu sangat membenci Sri Wisnu. Mereka tidak bisa berdampingan. Dalam hal yang sama, kelihatan bahwa pengetahuan dan spiritual tidak bisa berdampingan pada hari ini! Namun cepat atau lambat, spiritualitas pastinya membuka mata pengetahuan. 


- Divine Discourse, 02 Juni 1991.

Pengejaran pengetahuan tentang Jiwa tertinggi (Parartha Vijnana Shastra) adalah lebih penting daripada keterlibatan dalam ilmu material (Padartha Vijnanam). 

Wednesday, June 4, 2025

Thought for the Day - 4th June 2025 (Wednesday)



When students listen to inspiring accounts of pure souls (from texts such as Bhagavatam), their tender hearts can be transformed. There are many changes in the world today. Human life itself is a series of changes — from infancy to adolescence, then to middle age and senility. An egg becomes a bird. A seed grows into a tree. These are all effects of change. Change is necessary not just in Nature but in humans also, especially in youth. What kind of change? Ideal transformation. To pride yourself on changing from a boy into an educated man is not an ideal change. Ego is not a sign of true transformation. Education must result in the blossoming of humility and obedience. Humility is the jewel of students. Unfortunately, it cannot be found nowadays. In the days of the Bhagavatam, students developed human values, contemplated Divinity, and earned the Vision of God. 


- Divine Discourse, May 23, 1995

Students should pursue such education which confers on them the sacred qualities like good character, adherence to truth, devotion, discipline and duty


Ketika para murid mendengarkan kisah-kisah inspiratif dari jiwa-jiwa yang suci (dari naskah suci seperti Bhagavatam), hati lembut mereka dapat dirubah. Ada banyak perubahan di dunia pada saat sekarang ini. Hidup manusia sendiri adalah sebuah seri perubahan – mulai dari bayi menuju masa remaja, kemudian menuju paruh baya dan usia tua. Sebutir telur berubah menjadi seekor burung. Sebuah benih berubah menjadi sebuah pohon. Hal ini semua adalah akibat dari perubahan. Perubahan adalah perlu tidak hanya di alam namun pada diri manusia juga, khususnya pada anak muda. Apa jenis perubahan? Perubahan yang ideal. Dengan merasa bangga pada dirimu sendiri pada perubahan dari seorang anak menjadi seseorang yang terpelajar bukanlah perubahan yang ideal. Ego bukanlah tanda dari perubahan yang sejati. Pendidikan harus menghasilkan mekarnya kerendahan hati dan kepatuhan. Kerendahan hati adalah permata bagi pelajar. Namun sangat disayangkan, sifat kerendahan hati tidak bisa ditemukan pada saat sekarang. Pada masanya _Bhagavatam_, para pelajar mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, memusatkan pikiran pada keilahian dan mendapatkan pandangan Tuhan. 


- Divine Discourse, 23 Mei 1995

Para pelajar harus menempuh pendidikan yang memberikan pada mereka sifat-sifat yang suci seperti karakter yang baik, menjunjung tinggi kebenaran, pengabdian, disiplin dan kewajiban. 

Tuesday, June 3, 2025

Thought for the Day - 3rd June 2025 (Tuesday)



Never give room to the thought that you are the body. You are neither the body nor the mind. The body is transitory like a bubble, and the mind is crazy like a mad monkey. Hence, never set faith on the mind and the body, but pin your faith on the conscience within you. The human body, though decked with the finest of ornaments and dressed elegantly, carries no value, once the breath of life ceases. For man, faith is his life breath. Vishwasa (Faith) is his Swasa (breath). All attainments achieved by the body carry no value if he lacks faith. The key is the life of the lock, similarly, the Self is the key to our life! It is Atmic Consciousness which promotes the functions of the body. The Atmic Consciousness manifests as ‘Soham’ in man. ‘Soham’ means “I am God”; ‘So’ is ‘That’ (God) and ‘Ham’ means ‘I’. ‘Soham’ is known as ‘Hamsa Gayatri’. ‘Hamsa’ signifies the power of discrimination, which enables man to be established in the faith that he is different from the body. The word ‘Gayatri’ signifies the mastery over ‘senses’. 


- Divine Discourse, May 20, 1993.

Man has sacrificed his Inner Divinity at the altar of his senses. He is selling away the jewel of life in exchange for charcoal! 


Jangan pernah memberikan ruang bagi pikiran bahwa engkau adalah tubuh. Engkau bukanlah tubuh dan juga bukan pikiran. Tubuh adalah bersifat sementara seperti halnya gelembung, dan pikiran adalah gila seperti halnya monyet yang gila. Oleh karena itu, jangan pernah menaruh keyakinan pada pikiran dan tubuh, namun sematkan keyakinanmu pada hati Nurani di dalam dirimu. Tubuh manusia, walaupun dihiasi dengan perhiasan terindah dan berpakaian elegan, tidak memiliki nilai apapun juga ketika nafas kehidupan berhenti. Bagi manusia, keyakinan adalah nafas hidupnya. Vishwasa (keyakinan) merupakan nafasnya (Swasa). Semua keberhasilan dicapai dengan tubuh menjadi tidak memiliki nilai jika dia tidak memiliki keyakinan. Kunci adalah nafas hidup dari gembok, sama halnya Diri sejati adalah kunci bagi hidup kita! Adalah kesadaran Atma yang mendorong fungsi dari tubuh. Kesadaran Atma mewujud dalam ‘Soham’ dalam diri manusia. ‘Soham’ berarti “aku adalah Tuhan”; ‘So’ berarti Tuhan dan ‘Ham’ berarti aku. ‘Soham’ dikenal sebagai ‘Hamsa Gayatri’. ‘Hamsa’ mengandung makna kekuatan memilah yang memungkinkan manusia untuk mantap dalam keyakinan bahwa dia adalah berbeda dari tubuh. Kata ‘Gayatri’ mengandung makna penguasaan atas indra. 


- Divine Discourse, 20 Mei 1993.

Manusia telah mengorbankan keilahian dalam dirinya di atas altar indranya. Manusia juga sedang menjual permata hidupnya demi arang!

Monday, June 2, 2025

Thought for the Day - 2nd June 2025 (Monday)



There is a divine power that is inherent in every human being. You must strive to manifest it. Recognise that all the knowledge you have been able to acquire is because of this divine power within you. You must cherish and foster that power. Most people make use of this power for selfish purposes to promote the well-being of themselves and their families. It should really be utilised for the good of the whole world. You should live up to the Gita ideal: "Sarvaloka hite ratah" (Rejoicing in the well-being of all). Recognise the divinity in you and share that experience with all. Use the divine power in you to cultivate virtues, which constitute the essence of education. Lead a life which will earn for you the love of the people more than their respect. 


- Divine Discourse, Jun 24, 1989.

You are deluded to think that you can get happiness from worldly objects. There is no happiness in this world. Everything is in you.


Ada kekuatan Tuhan yang bersifat melekat dalam diri setiap orang. Maka dari itu engkau harus berusaha untuk mewujudkannya. Sadarilah bahwa semua pengetahuan yang engkau telah mampu raih adalah karena kekuatan Tuhan yang ada di dalam dirimu. Engkau harus menghargai dan mengembangkan kekuatan itu. Namun kebanyakan orang menggunakan kekuatan ini hanya untuk tujuan kepentingan diri sendiri yaitu untuk mengembangkan kesejahtraan diri mereka dan keluarga mereka. Kekuatan ini seharusnya benar-benar digunakan untuk kebaikan seluruh dunia. Engkau seharusnya menjalani hidup selaras dengan ideal dalam Bhagavad Gita yaitu: "Sarvaloka hite ratah" (bergembira untuk kesejahtraan semua orang). Sadarilah keilahian di dalam dirimu dan bagilah pengalaman itu dengan semuanya. Gunakan kekuatan Tuhan yang ada di dalam dirimu untuk memupuk kebajikan yang mana merupakan hakikat dari Pendidikan. Jalanilah hidup yang akan membuatmu menghasilkan kasih dari orang lain yang melebihi rasa hormat mereka. 


- Divine Discourse, 24 Juni 1989.

Engkau tertipu dengan berpikir bahwa engkau bisa mendapatkan kebahagiaan dari objek-objek duniawi. Tidak ada kebahagiaan di dunia ini. Segala sesuatunya ada di dalam dirimu.

Sunday, June 1, 2025

Thought for the Day - 1st June 2025 (Sunday)



You must also realise that the source of true joy is within yourself and not in the objects of the external world. When Sita was a prisoner in Ravana's Ashoka Vana, none of the beautiful things in the garden could give her any joy. But the sight of Hanuman, as a messenger from her Lord Rama, gave her great joy because all her thoughts were centred on Rama, and Hanuman sang the glories of Rama and described how he came to adore Rama. This shows that man cannot derive joy merely from things that are beautiful or from individuals who are beautiful. Man derives joy from the objects he loves and not from other things. It is love that lends beauty to the object. Hence, joy is equated with beauty and the sweetness of honey. Anyone who seeks joy should not go after things of beauty. The fountain-source of joy is within himself. To bring forth that joy, man should cultivate the inward vision. 


- Divine Discourse, Jun 24, 1989.

The happiness that you derive from external sources is in reality a reflection of your inner feelings. You yourself are the source of bliss.

 

Engkau juga harus menyadari bahwa sumber suka cita sejati ada di dalam dirimu dan bukan pada objek di luar dirimu. Ketika Sita ditahan di taman Ashoka Vana milik Rahvana, tidak ada satupun keindahan yang ada di taman yang bisa memberikannya suka cita. Namun saat melihat Hanuman sebagai utusan dari Sri Rama yang merupakan jiwanya, Sita mendapatkan suka cita yang begitu luar biasa karena semua pikirannya terpusat pada Rama, dan Hanuman melantunkan keagungan dari Sri Rama serta menjabarkan bagaimana dia bisa memuja Sri Rama. Hal ini memperlihatkan bahwa manusia tidak bisa mendapatkan suka cita hanya melulu dari benda-benda yang indah atau dari individu yang cantik. Manusia mendapatkan suka cita dari objek yang dicintainya dan bukan dari benda lainnya. Adalah kasih yang memberikan keindahan pada objek tersebut. Karena itu, suka cita disamakan dengan keindahan dan rasa manisnya madu. Siapapun yang mencari suka cita seharusnya tidak mengejar benda-benda yang indah. Sumber mata air suka cita ada di dalam dirinya sendiri. Untuk memunculkan suka cita tersebut maka manusia harus meningkatkan pandangan ke dalam diri. 


- Divine Discourse, 24 Juni 1989.

Kesenangan yang engkau dapatkan dari sumber-sumber di luar dirimu pada kenyataannya adalah pantulan dari perasaan di dalam dirimu. Dirimu sendiri adalah sumber dari kebahagiaan.

Saturday, May 31, 2025

Thought for the Day - 31st May 2025 (Saturday)



Firm faith is essential for realising the Self. Faith is the basis of self-confidence, without which nothing can be achieved. The word Manava (man) itself means one who has faith. When he acts up to his faith, he experiences peace and contentment. Love is the means through which faith is strengthened. People offer prayers to God. Prayers should not mean petitioning God for favours. The object of prayer should be to establish God firmly in one's heart. Aim at linking yourself to God and not at seeking favours. Aspire for earning the love of God. That is real penance. That is why it is said: Looking ahead is Tapas (penance); looking backward is Tamas (ignorance). Tapas does not mean giving up hearth and home and retiring to a forest. It means giving up all bad qualities and striving to live ceaselessly for God's grace. 


- Divine Discourse, Mar 06, 1989

Faith leads to truth; truth leads to peace; peace leads to happiness


Keyakinan yang teguh adalah mendasar untuk menyadari Diri sejati. Keyakinan adalah dasar dari kepercayaan diri, yang tanpanya tidak ada sesuatupun yang bisa tercapai. Kata dari Manava (manusia) itu sendiri berarti seseorang yang memiliki keyakinan. Ketika manusia bertindak sesuai dengan keyakinannya, maka dia mengalami kedamaian dan kepuasan. Kasih adalah sarana dimana keyakinan dikuatkan. Orang-orang mempersembahkan doa kepada Tuhan. Berdoa seharusnya tidak berarti memohon pertolongan kepada Tuhan. Tujuan dari doa seharusnya adalah untuk menempatkan Tuhan dengan mantap di dalam hati. Doa bertujuan menghubungkan dirimu dengan Tuhan dan bukan untuk mencari keuntungan. Miliki hasrat untuk mendapatkan kasih Tuhan. Itu adalah olah tapa yang sejati. Itulah sebabnya mengapa dikatakan: melihat ke depan adalah Tapas (olah tapa); melihat ke belakang adalah Tamas (ketidaktahuan). Tapas tidak berarti meninggalkan rumah dan tinggal di dalam hutan. Tapas berarti melepaskan semua sifat-sifat jahat dan berusaha untuk hidup dengan tanpa hentinya mendapatkan Rahmat Tuhan. 


- Divine Discourse, 6 Maret 1989

Keyakinan menuntun pada kebenaran; kebenaran menuntun pada kedamaian; kedamaian menuntun pada kebahagiaan.