Saturday, May 31, 2025

Thought for the Day - 31st May 2025 (Saturday)



Firm faith is essential for realising the Self. Faith is the basis of self-confidence, without which nothing can be achieved. The word Manava (man) itself means one who has faith. When he acts up to his faith, he experiences peace and contentment. Love is the means through which faith is strengthened. People offer prayers to God. Prayers should not mean petitioning God for favours. The object of prayer should be to establish God firmly in one's heart. Aim at linking yourself to God and not at seeking favours. Aspire for earning the love of God. That is real penance. That is why it is said: Looking ahead is Tapas (penance); looking backward is Tamas (ignorance). Tapas does not mean giving up hearth and home and retiring to a forest. It means giving up all bad qualities and striving to live ceaselessly for God's grace. 


- Divine Discourse, Mar 06, 1989

Faith leads to truth; truth leads to peace; peace leads to happiness


Keyakinan yang teguh adalah mendasar untuk menyadari Diri sejati. Keyakinan adalah dasar dari kepercayaan diri, yang tanpanya tidak ada sesuatupun yang bisa tercapai. Kata dari Manava (manusia) itu sendiri berarti seseorang yang memiliki keyakinan. Ketika manusia bertindak sesuai dengan keyakinannya, maka dia mengalami kedamaian dan kepuasan. Kasih adalah sarana dimana keyakinan dikuatkan. Orang-orang mempersembahkan doa kepada Tuhan. Berdoa seharusnya tidak berarti memohon pertolongan kepada Tuhan. Tujuan dari doa seharusnya adalah untuk menempatkan Tuhan dengan mantap di dalam hati. Doa bertujuan menghubungkan dirimu dengan Tuhan dan bukan untuk mencari keuntungan. Miliki hasrat untuk mendapatkan kasih Tuhan. Itu adalah olah tapa yang sejati. Itulah sebabnya mengapa dikatakan: melihat ke depan adalah Tapas (olah tapa); melihat ke belakang adalah Tamas (ketidaktahuan). Tapas tidak berarti meninggalkan rumah dan tinggal di dalam hutan. Tapas berarti melepaskan semua sifat-sifat jahat dan berusaha untuk hidup dengan tanpa hentinya mendapatkan Rahmat Tuhan. 


- Divine Discourse, 6 Maret 1989

Keyakinan menuntun pada kebenaran; kebenaran menuntun pada kedamaian; kedamaian menuntun pada kebahagiaan.

Friday, May 30, 2025

Thought for the Day - 30th May 2025 (Friday)



Body is a combination of five elements, and the mind is merely a bundle of thoughts. One should neither be attached to the body nor follow the vagaries of the mind. Drive away the evil qualities of kama, krodha, lobha, moha, mada and matsarya (desire, anger, greed, infatuation, pride and jealousy) and manifest your inner peace and bliss. Instead of developing peace and bliss, man is destroying them. He is giving scope to unrest even in trivial matters. Neither ashanti (unrest) nor prashanti (supreme peace) are acquired from outside. People say, “I want peace.” Where is peace? Is it present outside? If peace were to be found outside, people would have bought it by spending any amount of money. But outside, we find only pieces! The real peace is within! Whether you boil it hard or dilute it with water, milk remains white. White symbolises purity. Like the consistency in milk, your heart should always remain pure, bright and peaceful in spite of trials and tribulations! 


- Divine Discourse, Jan 14, 2005

We should subdue sorrow, keep the evil qualities of anger, hatred and jealousy under check and manifest our innate bliss! 


Tubuh adalah gabungan dari lima unsur, dan pikiran hanyalah kumpulan dari ide atau gagasan. Seseorang harusnya tidak terikat pada tubuhnya dan tidak mengikuti gejolak pikiran. Usir sifat-sifat jahat seperti kama, krodha, lobha, moha, mada dan matsarya (keinginan, kemarahan, ketamakan, kegilaan, kesombongan dan iri hati) serta mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan batinmu. Bukannya mengembangkan kedamaian dan kebahagiaan, manusia saat sekarang sedang menghancurkan keduanya. Manusia memberikan ruang bagi kegelisahan bahkan untuk hal-hal yang bersifat sepele. Keduanya yaitu ashanti (kegelisahan) dan juga prashanti (kedamaian tertinggi) tidak diperoleh dari dunia luar diri. Orang-orang berkata, “aku ingin damai.” Dimana kedamaian itu? Apakah ada di luar diri? Jika kedamaian dapat ditemukan di luar diri, manusia akan membeli kedamaian dengan mengeluarkan banyak uang. Namun kita hanya menemukan kepingan di luar diri! Kedamaian sejati ada di dalam diri! Susu tetaplah putih, apakah engkau merebusnya atau mengencerkannya dengan air. Putih adalah lambang dari kesucian. Seperti halnya konsistensi pada susu, hatimu juga harus selalu tetap murni, cemerlang dan penuh kedamaian meskipun menghadapi cobaan dan penderitaan! 


- Divine Discourse, 14 Januari 2005

Kita harus mengatasi penderitaan, mengendalikan sifat-sifat jahat seperti amarah, benci, dan iri hati serta mewujudkan kebahagiaan dalam diri kita!  

Wednesday, May 28, 2025

Thought for the Day - 28th May 2025 (Wednesday)



The Vedanta declares that he who knows himself, knows all. You should make the right endeavour to know yourself. You can know yourself by developing inner vision rather than outward vision. All sensory activities like sound, smell, touch and taste are only external activities. We delude ourselves into thinking that these activities are real and ruin ourselves ultimately. It is by harnessing the mind that we will be able to realise the Divinity within. Mind is the cause for man’s life, sorrow, joy and liberation as well. It is the mind that makes us oblivious to Divinity and lures us to the enchantments of ‘Jagat’ (world). The very meaning of the word ‘Jagat’ signifies the transient nature of the world, for ‘Ja’ means going, and ‘Gat’ means coming. While the world changes, man remains changeless. The very word ‘Nara’ (man) means the ‘one who is imperishable’ for, ‘Na’ means ‘not’ and ‘Ra’ means perishable. It is the self in man which is imperishable, for man is the Self. 


- Divine Discourse, May 20, 1993

The man who does not realise his true nature is ensnared by the senses, though in reality he is the master of senses. 


Vedanta menyatakan bahwa dia yang mengetahui dirinya sejati maka dia mengetahui semuanya. Engkau harus membuat upaya yang benar untuk mengetahui dirimu sejati. Engkau dapat mengetahui dirimu sejati dengan mengembangkan pandangan batin daripada pandangan keluar diri. Semua aktifitas indria seperti suara, bau, sentuhan dan rasa hanyalah aktifitas di luar diri. Kita menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa aktifitas-aktifitas ini adalah sejati dan pada akhirnya merusak diri sendiri. Adalah dengan mengendalikan pikiran maka kita akan mampu untuk menyadari keilahian di dalam diri. Pikiran adalah penyebab dari hidup, penderitaan, suka cita dan pembebasan manusia. Adalah pikiran yang membuat kita lupa pada keilahian dan menggoda kita pada pesona dari dunia (Jagat). Makna dari kata ‘Jagat’ itu sendiri menandakan sifat dunia yang sementara, karena ‘Ja’ berarti pergi, dan ‘Gat’ berarti datang. Sementara dunia berubah, manusia tetap tidak berubah. Kata ‘Nara’ (manusia) berarti ‘seseorang yang tidak dapat hancur’ karena, ‘Na’ berarti ‘tidak’ dan ‘Ra’ berarti hancur. Adalah Atma atau diri sejati dalam diri manusia yang bersifat tidak hancur, karena manusia adalah Atma. 


- Divine Discourse, 20 Mei 1993

Manusia yang tidak menyadari sifat dirinya yang sejati akan dijerat oleh indria, walaupun dalam kenyataan dia adalah penguasa indria.  

Tuesday, May 27, 2025

Thought for the Day - 27th May 2025 (Tuesday)



Man is bound by action. Everyone has the responsibility to perform his duty. Therefore, man should put the body to proper use and perform righteous actions. But man indulges in mundane pleasures and wastes his life. Instead, he should realise the effulgent Divinity that is within him. This world is bound to decay; it is temporary and untrue. Therefore, man should develop devotion to God who is eternal and true. This only can lead him to the path of Self-realisation. The first requisite for Self-realisation is self-confidence. For all troubles in this world, the main reason is the absence of self-confidence. So, a man should have self-confidence first. Self-confidence confers self-satisfaction, and self-satisfaction leads to self-sacrifice. It is only through self-sacrifice that man attains Self-realisation. For this mansion of life, self-confidence is the foundation and self-satisfaction are the walls. On the walls only can we lay the roof of self-sacrifice. When there is a roof on the walls, we can live inside happily. That is Self-realisation. These are steps to liberation: self-confidence, self-satisfaction, self-sacrifice and Self-realisation. 


- Divine Discourse, Apr 14, 1993.

The cultivation of good qualities and virtuous conduct is the path which leads towards Self-realisation. 


Manusia terikat oleh perbuatan. Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kewajibannya. Maka dari itu, manusia harus menggunakan badan selayaknya dan hanya melakukan perbuatan yang baik. Namun manusia tenggelam dalam kesenangan duniawi dan menyia-nyiakan hidupnya. Sebaliknya, manusia harus menyadari keilahian yang cemerlang di dalam dirinya. Dunia terikat mengalami pembusukan; dunia ini bersifat sementara dan tidak benar. Maka dari itu, manusia harus mengembangkan bhakti kepada Tuhan yang bersifat kekal dan benar. Hanya cara ini yang dapat menuntun manusia pada jalan kesadaran diri sejati. Syarat pertama untuk kesadaran diri sejati adalah kepercayaan pada diri. Untuk semua masalah di dunia ini, alasan utama adalah karena tidak adanya kepercayaan pada diri. Jadi, pertama-tama seseorang harus memiliki kepercayaan diri. Kepercayaan diri menganugerahkan kepuasan pada diri, dan kepuasan diri menuntun pada pengorbanan diri. Hanya melalui pengorbanan diri maka manusia bisa mendapatkan kesadaran diri sejati. Dalam rumah besar hidup ini, kepercayaan diri adalah pondasinya dan kepuasan diri adalah dindingnya. Hanya pada dinding kita bisa menaruh atap pengorbanan diri. Ketika atap sudah terpasang di atas dinding, maka kita bisa tinggal dengan tenang di dalam rumah. Itu adalah kesadaran diri sejati. Ini adalah langkah-langkah menuju pembebasan: kepercayaan diri, kepuasan diri, pengorbanan diri dan kesadaran diri sejati. 


- Divine Discourse, 14 April 1993.

Peningkatan sifat-sifat baik dan tingkah laku yang luhur adalah jalan yang menuntun pada kesadaran diri sejati. 

Monday, May 26, 2025

Thought for the Day - 26th May 2025 (Monday)



What the students need today are three things: The spirit of sacrifice, devotion to God, and love of the Motherland. Because people are filled with pride, selfishness and self-interest, they are ceasing to be human. It is supremely important that the qualities of devotion to God, patriotism and self-sacrifice should be developed among the people. For this, the first requisite is the elimination of “my” and “mine”. The readiness to sacrifice one’s pleasure and comforts for the sake of the nation should be promoted among the students. When there are many high-minded, spiritually-oriented students, the nation will achieve peace and security. Education should be for acquiring knowledge and for facing the challenges of life, not merely for getting a job. Students should not become servile seekers of posts in the Government. They should have faith in God and bow their heads only to the Divine. They must always be prepared to make any sacrifice for God and country. 


- Divine Discourse, Jan 14, 1988

One has to learn the supreme value of sacrifice from one’s own parents who sacrifice so much for the sake of their children.

 

Apa yang pelajar butuhkan hari ini adalah tiga hal yaitu : semangat pengorbanan, bhakti pada Tuhan dan cinta pada ibu pertiwi. Karena orang-orang diliputi dengan kesombongan, mementingkan diri sendiri dan kepentingan pribadi, mereka berhenti menjadi manusia. Hal ini adalah sangatlah penting dimana kualitas seperti bhakti pada Tuhan, patriotisme dan pengorbanan diri harus dikembangkan diantara manusia. Untuk bisa mengembangkan kualitas ini maka syarat pertama adalah menghilangkan “milikku” dan “kepunyaanku”. Kesiapan untuk mengorbankan kesenangan dan kenyamanan diri untuk kepentingan bangsa harus dipupuk diantara para pelajar. Ketika ada banyak pelajar yang berpikiran tinggi, berorientasi spiritual, maka bangsa akan mencapai kedamaian dan keamanan. Pendidikan harus ditujukan untuk menuntut ilmu pengetahuan dan untuk menghadapi tantangan hidup, dan bukan hanya semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan. Para pelajar seharusnya tidak menjadi budak mencari jabatan dalam pemerintahan. Mereka harus memiliki keyakinan pada Tuhan dan menundukkan kepala mereka hanya pada Tuhan. Mereka harus selalu siap untuk melakukan pengorbanan apapun untuk Tuhan dan bangsa. 


- Divine Discourse, 14 Januari 1988

Seseorang harus belajar nilai yang tertinggi dari pengorbanan dari orang tua sendiri yang berkorban begitu besar untuk kepentingan anak-anak mereka. 

Sunday, May 25, 2025

Thought for the Day - 25th May 2025 (Sunday)



The nature of the mind is very peculiar. It has no qualities of its own. Here is a newspaper. A newspaper has no special qualities, no smell of its own. When you wrap jasmine flowers in it, it will get the fragrance of jasmine flowers. The newspaper, without any smell before, will acquire the smell of pakodas (a fried snack), if you wrap pakodas in it. Similarly, if you pack dry fish in it, the paper will also have the smell of dry fish. The paper has no separate smell of its own; it acquires the smell of items associated with it. Likewise, the human mind, which is pure and sacred by nature, becomes impure and unsacred due to body consciousness and material attachments. When you think of a material object, it will assume the form of that object. If you turn the mind towards the world, it binds you to the world. But if you turn the mind towards the life principle (prana), it will make your life sacred. When the same mind is diverted towards prajna (conscience), which is Brahman, you become Brahman! It is the mind of man which is responsible for his bondage as well as liberation. 


- Divine Discourse, Apr 14, 1993

Keep the Name of the Lord always radiant on your tongue and mind. That will keep the antics of the mind under control. 


Sifat alami dari pikiran adalah sangat aneh dan tidak memiliki kualitasnya sendiri. Ini adalah koran yang mana koran tidak memiliki kualitas yang khusus, tidak memiliki bau sendiri. Ketika engkau membungkus bunga melati dengan koran, maka koran itu akan memiliki bau bunga melati. Koran yang tidak memiliki bau sebelumnya akan berbau gorengan jika dipakai membungkus gorengan. Sama halnya, jika koran dipakai membungkus ikan kering maka kertas koran tersebut akan memiliki bau ikan kering. Kertas tidak memiliki bau tersendiri; kertas mendapatkan bau dari benda yang terhubung dengannya. Sama halnya dengan pikiran manusia yang mana bersifat murni dan suci secara alami, menjadi tidak murni dan tidak suci karena kesadaran badan serta keterikatan material. Ketika engkau memikirkan objek material, maka pikiran akan mengambil wujud dari objek tersebut. Jika engkau mengarahkan pikiran pada dunia maka pikiran mengikatmu pada dunia. Namun jika engkau mengarahkan pikiran pada prinsip hidup yaitu prana, maka pikiran akan membuat hidupmu suci. Ketika pikiran yang sama dialihkan pada hati Nurani yaitu prajna, yang merupakan Brahman, maka engkau menjadi Brahman! Adalah pikiran manusia yang bertanggung jawab pada perbudakan ini dan juga pembebasan. 


- Divine Discourse, 14 April 1993

Pastikan nama suci Tuhan selalu bersinar di lidah dan pikiranmu. Hal ini akan mengendalikan tingkah polah bodoh dari pikiranmu. 

Saturday, May 24, 2025

Thought for the Day - 24th May 2025 (Saturday)




To lead a happy life, man needs peace of mind. The mind is like the turbulent Ganga. It has to be restrained by the use of brakes, as in a fast-moving vehicle. Dhyana (meditation) is the brake devised for the control of the mind. Dhyana means one-pointed concentration. All the diseases which afflict man are the result of agitation in the mind. The enormous growth of disease in the world today is due to the loss of peace of mind. To get rid of illness and to lead a calm, healthy life, man has to cultivate mental peace. Man’s mind has three kinds of capabilities. One is Anekagrata (a wandering mind). Another is Shunyata (vacancy, emptiness). The third is Ekagrata (single-pointed concentration). What is Shunyata? It is the state in which the mind goes to sleep when something edifying is being said. The mind is unresponsive to what is good and beneficial. Such a state of mind is called Tamasic. It is the blindness of ignorance. Anekagrata (the wandering mind) is an equally undesirable mental state. It also degrades man. Then there is one-pointed concentration of mind (Ekagrata). This is what everyone needs most today. 


- Divine Discourse, Jan 14, 1988

The sweetness of the experience of inner tranquillity is derived from the fruits of dhyana (Meditation). 


Untuk menjalani sebuah hidup yang bahagia, manusia membutuhkan kedamaian pikiran. Pikiran adalah seperti sungai Ganga yang bergolak. Pikiran harus dikendalikan dengan menggunakan rem seperti halnya kendaraan yang melaju kencang. Dhyana (meditasi) adalah rem yang dirancang untuk mengendalikan pikiran. Dhyana berarti konsentrasi pada satu titik. Semua penyakit yang menyerang manusia adalah akibat dari kegelisahan pikiran. Maraknya perkembangan penyakit di dunia pada hari ini disebabkan oleh hilangnya kedamaian pikiran. Untuk melenyapkan penyakit dan menjalani hidup yang tenang dan sehat maka manusia harus memupuk kedamaian batin. Pikiran manusia memiliki tiga kapabilitas. Pertama adalah Anekagrata (pikiran yang mengembara). Kedua adalah Shunyata (kekosongan). Ketiga adalah Ekagrata (kosentrasi pada satu titik). Apa itu Shunyata? Ini adalah keadaan dimana pikiran tertidur ketika sesuatu yang mendidik sedang dikatakan. Pikiran tidak memberikan respon terhadap apa yang baik dan bermanfaat. Keadaan pikiran seperti itu disebut dengan tamasik. Ini adalah kebutaan ketidaktahuan. Anekagrata (pikiran yang mengembara) adalah keadaan batin yang sama-sama tidak diinginkan. Hal ini juga merendahkan manusia. Kemudian ada pikiran yang konsentrasi pada satu titik (Ekagrata). Ini adalah bentuk pikiran yang dibutuhkan setiap orang hari ini. 


- Divine Discourse, 14 Januari 1988

Manisnya pengalaman ketenangan batin didapat dari hasil dhyana (meditasi). 

Friday, May 23, 2025

Thought for the Day - 23rd May 2025 (Friday)




One who earns God’s grace will be happy in all circumstances. But man today struggles for worldly happiness, worldly comforts and worldly possessions. He works continuously, makes all kinds of efforts to possess all that he does not deserve. But when he cannot fulfil all his desires, he gets disillusioned and disappointed. In this ocean of life, God is the only lighthouse of hope for man. This lighthouse is eternal and will never fail. It will always be there with great brilliance to illumine your path. So, you should engage yourself in godly activities. God is omnipresent. Therefore, you need not search for God. Sarvatah Panipadam Tat Sarvatokshi Shiromukham, Sarvatah Shrutimalloke Sarvamavritya Tishthati (with hands, feet, eyes, head, mouth and ears pervading everything, He permeates the entire universe). Why should you search for God? If He is present only at one place, you need to search. But He has His feet all over, He has got ears everywhere, He installs Himself everywhere.


- Divine Discourse, Apr 14, 1993

God’s grace is like a bank. You can draw money from that bank only to the extent to which you have built up deposits through sacrifice. Earn God’s grace through love and sacrifice. 



Seseorang yang mendapatkan Rahmat Tuhan akan bahagia dalam segala keadaan. Namun manusia pada hari ini berjuang untuk kesenangan duniawi, kenyamanan duniawi dan kepemilikan duniawi. Manusia bekerja tanpa henti, membuat semua bentuk usaha untuk memiliki semua yang tidak pantas dia dapatkan. Namun ketika manusia tidak bisa memenuhi semua keinginannya, maka dia menjadi kecewa dan putus asa. Dalam samudera hidup ini, Tuhan adalah satu-satunya mercusuar harapan bagi manusia. Mercusuar ini bersifat abadi dan tidak akan pernah gagal. Mercusuar ini akan selalu ada disana dengan cahayanya yang bersinar terang untuk menerangi jalanmu. Jadi, engkau harus melibatkan dirimu dalam perbuatan-perbuatan yang mulia. Tuhan bersifat ada dimana-mana. Maka dari itu, engkau tidak perlu untuk mencari Tuhan. Sarvatah Panipadam Tat Sarvatokshi Shiromukham, Sarvatah Shrutimalloke Sarvamavritya Tishthati (dengan tangan, kaki, mata, kepala, mulut dan telinga yang meresapi segalanya, Tuhan meliputi seluruh alam semesta). Mengapa engkau harus mencari Tuhan? Jika Tuhan hanya ada di satu tempat saja maka engkau perlu untuk mencari-Nya. Namun Tuhan memiliki kaki-Nya dimana-mana, Tuhan memiliki telinga dimana-mana, Tuhan menempatkan diri-Nya dimana-mana. 


- Divine Discourse, 14 April 1993

Rahmat Tuhan adalah seperti sebuah bank. Engkau dapat menarik uang dari bank itu sejauh engkau telah membuat simpanan dengan pengorbanan. Dapatkan Rahmat Tuhan dengan kasih dan pengorbanan. 

Thursday, May 22, 2025

Thought for the day - 22nd May 2025 (Thursday)




No one can know the origin of anything. For example, there is a green gram seed. Who can trace its genealogy? But one can recognise its future. The moment it is placed in the mouth and munched, that will be its end. Its origin is not known, but its end is in our hands. This is the reason why man is enjoined to concern himself about his end. Do not worry about rebirth because that is not in your power. Strive only to ensure that your end is pure and sacred. That calls for sadhana (spiritual practice). Many imagine that the quest for God is sadhana. There is no need to search for God. When God is all-pervading, inside and outside, where is the need to search for Him? The only sadhana one has to practice is to get rid of the Anatma bhava (identification of the self with the body). Anatma is that which is impermanent. When you give up the impermanent, you realise what is permanent and eternal.


- Divine Discourse, Jan 14, 1993

For the sorrows of birth and of death, which accompany you in this world, God's name is the only solution. 



Tidak ada seorangpun yang mengatahui asal usul sesuatu. Sebagai contoh, ada sebuah biji kacang hijau. Siapa yang dapat melacak silsilahnya? Namun seseorang dapat mengetahui masa depannya. Pada saat biji kacang hijau ditaruh di dalam mulut dan dikunyah, maka saat itulah biji kacang hijau itu habis. Asal usul dari kacang hijau itu tidak diketahui, namun hasil akhirnya ada di tangan kita. Ini adalah alasan mengapa manusia diperintahkan untuk memperhatikan akhir dari hidupnya. Jangan cemas tentang kelahiran kembali karena itu bukanlah kekuasaanmu. Berusahalah hanya untuk memastikan bahwa akhir hidupmu menjadi suci dan murni. Itulah yang disebut dengan sadhana (latihan spiritual). Banyak orang yang membayangkan latihan spiritual adalah pencarian Tuhan. Adalah tidak perlu mencari Tuhan. Ketika Tuhan meliputi semuanya dan ada dimana-mana baik di dalam serta diluar, lantas dimana perlunya untuk mencari Tuhan? Satu-satunya sadhana yang seseorang harus praktekkan adalah untuk melenyapkan Anatma bhava (identifikasi diri dengan tubuh). Anatma adalah sesuatu yang bersifat tidak kekal. Ketika engkau melepaskan yang bersifat tidak kekal, engkau menyadari apa yang bersifat kekal dan abadi.


- Divine Discourse, 14 Januari 1993

Untuk kesedihan dari kelahiran dan kematian yang menyertai dirimu di dunia ini, nama suci Tuhan adalah satu-satunya solusi. 

Wednesday, May 21, 2025

Thought for the Day - 21st May 2025 (Wednesday)



What can the evil effects of Kali Age do to a man whose heart is full of compassion, whose speech is suffused with truth and whose body is dedicated to the service of others? Embodiments of Love! However much you may grind sandalwood, it will give only fragrance, nothing else. Similarly, you may crush sugarcane as hard as you can, it will give only sweet juice. When the gold is put on fire, it shines with added brilliance. Similarly, a true devotee may face all problems, difficulties, blames and troubles, yet he will never leave God. He will follow God with total surrender. God will test His devotees in several ways. All these tests are the steps which lead him to a higher level. A true devotee leads a sacred life, demonstrating the sanctity of his conduct and depth of his faith. He will march ahead unmindful of all the troubles, difficulties and problems, and achieve the objective of his life.


- Divine Discourse, Apr 14, 1993

Disappointments and distress are like the skin of the plantain, to protect the taste and allow the sweetness to fill the fruit.



Apa yang dapat dilakukan oleh pengaruh buruk dari jaman kali pada seseorang yang hatinya penuh dengan kasih, perkataannya dipenuhi dengan kebenaran dan tubuhnya didedikasikan untuk pelayanan bagi yang lain? Perwujudan kasih! Seberapa banyakpun engkau menghaluskan kayu cendana, yang dihasilkan hanyalah keharuman, tiada yang lainnya. Sama halnya, engkau mungkin menggiling tebu sekuat yang engkau bisa, yang dihasilkan hanyalah air tebu yang manis. Ketika emas dimasukkan ke dalam api, emas ini akan bersinar dengan lebih cemerlang. Sama halnya, seorang bhakta sejati mungkin menghadapi berbagai masalah, kesulitan, tuduhan dan cobaan, namun dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan. Bhakta ini akan mengikuti Tuhan dengan berserah diri sepenuhnya. Tuhan akan menguji bhakta-Nya dengan berbagai cara. Semua bentuk ujian ini adalah langkah-langkah yang menuntunnya menuju tahapan yang lebih tinggi. Seorang bhakta sejati menjalani hidup yang suci, memperlihatkan kesucian dalam tingkah lakunya serta kedalaman keyakinannya. Dia akan melangkah ke depan tanpa gentar dengan semua masalah, kesulitan, serta cobaan, dan mencapai tujuan dari hidupnya.


- Divine Discourse, 14 April 1993

Kekecewaan dan kesulitan adalah seperti kulit dari pisang raja yang berfungsi melindungi rasa agar rasa manis dapat mengisi buah. 

Tuesday, May 20, 2025

Thought for the Day - 20th May 2025 (Tuesday)



When asked, “Who are you?” Each one of you gives out the name someone gave you years ago, or which you gave yourself! You don’t give the name associated with your life after life, that survived many deaths and births, the Atma you really are! That name you forgot; it’s enveloped by three thick veils—mala, vikshepa and avarana. Mala is the dirt of vice, wickedness, and passion! Vikshepa is the veil of ignorance which hides truth and makes falsehood attractive and desirable. Avarana is the superimposition on the eternal of the transitory, on the Universal, of the boundaries of individuality. Now, how is man to wash off or remove these three layers of dirt? By soap and water, certainly. The soap of penitence and water of conscious action will remove all taint of mala. The wavering mind that causes a frantic search for happiness from sense objects and external appurtenances will be transformed by upasana (steady worship). The Avarana veil can be torn off by acquisition of jnana which reveals Atmic essence of man, Atmic Unity of all creation. Mala is therefore removable by karma (action), vikshepa by bhakti (devotion), and avarana by jnana (knowledge). That is why Indian sages have laid down these three paths for aspirants.


- Divine Discourse, Sep 30, 1968

Remove the cataract and you get back your sight. Remove the mind and the self-knowledge stands revealed automatically. 



Ketika ditanya, “siapakah dirimu?” setiap orang darimu menyebutkan nama yang diberikan oleh orang lain bertahun-tahun yang lalu, atau nama yang engkau berikan pada dirmu sendiri! Engkau tidak menyebutkan nama yang terkait denganmu dalam kehidupan demi kehidupan, yang tetap ada meski melewati banyak kematian dan kelahiran, yaitu Atma yang merupakan dirimu yang sejati! Nama ini yang engkau lupakan; dan Atma ditutupi oleh tiga selubung - mala, vikshepa dan avarana. Mala adalah noda dari kejahatan, keburukan dan nafsu! Vikshepa adalah selubung dari ketidaktahuan yang menutupi kebenaran dan membuat ketidakbenaran menjadi menarik dan bermanfaat. Avarana adalah menutupi keabadian dengan yang berisfat sementara, menutupi yang bersifat Universal dengan batasan individual. Sekarang, bagaimana manusia bisa membersihkan dan menghapus tiga lapisan selubung kotoran ini? Pastinya dengan menggunakan sabun dan air. Sabun berupa penyesalan yang tulus dan air berupa tindakan sadar akan melenyapkan semua noda dari mala. Pikiran bimbang dan gelisah yang menyebabkan pencarian liar pada kesenangan dari objek-objek indria serta hal-hal yang tampak di luar diri akan diubah melalui upasana (pemujaan yang tekun). Selubung Avarana dapat disingkap dengan mendapatkan jnana yang mengungkapkan hakikat Atma dalam diri manusia, kesatuan Atma dalam seluruh ciptaan. Jadi Mala dihapus dengan perbuatan (karma), vikshepa dengan pengabdian (bhakti), dan avarana dengan pengetahuan suci (jnana). Itulah mengapa para guru suci atau Rishi menetapkan tiga jalan utama bagi para pencari spiritual.


- Divine Discourse, 30 September 1968

Singkirkan katarak dan engkau mendapatkan kembali penglihatanmu. Singkirkan pikiran dan pengetahuan diri sejati akan muncul dengan sendirinya. 


Monday, May 19, 2025

Thought for the Day - 19th May 2025 (Monday)

There is the flow of water underneath the ground. But, how can we benefit from it unless efforts are made to dig down into that source? A good deal of 'desire-for-sense-satisfaction' must be removed before that inner spring of peace and joy can be tapped. Your lives are essentially of the nature of Peace; your Nature is essentially Love; your hearts are saturated with Truth. Rid yourselves of the impediments that prevent their manifestation; you do not make any attempt towards this, and so, there is no peace or love or truth in the home, community, nation and the world. The husband and the wife do not live in concord; the father and his sons are involved in factions; even friends do not see eye to eye! Twins take different paths. For they live in a competitive, warring world of passions and emotions. It is only when God is the Goal and Guide that there can be real peace, love and truth. The Divine must be revered at all times; what pleases the Divine must be understood and followed!


- Divine Discourse,  Feb 21, 1974

Though Peace is the very nature of man, desire and

anger succeed in suppressing it. When they are removed, Peace shines in its own effulgence. 


Ada aliran arus air di bawah tanah. Namun, bagaimana kita bisa mendaptakan manfaat dari aliran bawah tanah jika tidak ada usaha untuk menggali ke bawah menuju sumbernya? Banyak sekali 'keinginan untuk kepuasan indria' yang harus dihilangkan sebelum sumber kedamaian dan suka cita dalam batin dapat dimanfaatkan. Hidupmu pada hakikatnya adalah bersifat damai; sifat alamimu pada hakikatnya adalah kasih; hatimu dipenuhi dengan kebenaran. Singkirkanlah dari dirimu halangan-halangan yang mencegah terwujudnya hakikat dirimu; engkau tidak melakukan usaha apapun mengarah pada hal ini, dan karenanya tidak ada kedamaian atau kasih atau kebenaran dalam rumah, masyarakat, bangsa dan dunia. Suami dan istri tidak hidup dalam keharmonisan; ayah dan putranya terlibat dalam perselisihan; bahkan persahabatan tidak selaras! Si kembar menempuh jalan yang berbeda. Karena mereka hidup dalam dunia yang penuh persaingan, penuh nafsu dan emosi. Hanya ketika Tuhan menjadi tujuan dan penuntun maka kedamaian, kasih dan kebenaran yang sejati dapat terwujud. Keilahian harus dihormati sepanjang waktu; apa yang menyenangkan Tuhan harus dipahami dan diikuti!


- Divine Discourse, 21 Februari 1974

Walaupun kedamaian adalah hakikat sejati dari manusia, namun keinginan dan kemarahan berhasil menekannya. Ketika keinginan dan kemarahan disingkirkan maka kedamaian bersinar dengan sendirinya. 

Sunday, May 18, 2025

Thought for the Day - 18th May 2025 (Sunday)




Heads bloat only through ignorance; if the Truth be known, all men will become as humble as Bhartrihari. He was a mighty emperor who ruled from sea to sea; his decree was unquestioned; his will prevailed over vast multitudes of men. Yet, when he realised in a flash that life is but a short sojourn here below, he renounced his wealth and power, and assumed the ochre robes of the wandering monk. His countries and vassal princes shed genuine tears, for they loved and adored him. They lamented that he had donned the tattered robe of the penniless penitent and lived on alms. ‘What a precious possession you have thrown away? And, what a sad bargain you have made?’, they wailed. But, Bhartrihari replied, ‘Friends, I have made a very profitable bargain. This robe is so precious that even my empire is poor payment in exchange.’ That is the measure of the grandeur of the spiritual path that leads to God. The spirit of sacrifice is the basic equipment of the sevak. Without the inspiration of the sense of sacrifice, your seva will be hypocrisy, a hollow ritual.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Only through sacrifice can there be real enjoyment of what you acquire. What you earn with one hand, give away with the other.

 

Seseorang menjadi besar kepala hanya karena ketidaktahuan; jika kebenaran diketahui maka semua manusia akan menjadi rendah hati seperti halnya Bhartrihari. Dia adalah kaisar yang berkuasa dari laut ke laut; perintahnya tidak terbantahkan; kehendaknya ditaati oleh semua orang. Namun, ketika dia menyadari dalam sekejap bahwa hidup di dunia hanyalah perjalanan singkat, dia melepaskan kekayaan dan kekuasaannya, dan berkelana menjadi pertapa dengan mengenakan jubah berwarna oker. Negeri-negeri yang dia pimpin dan para pangeran bawahannya meneteskan air mata yang tulus karena mereka mencintai serta menghormatinya. Mereka meratapi bahwa kaisar mereka telah mengenakan jubah yang compang camping milik fakir miskin dan hidup dari sedekah. Mereka menangis, ‘Betapa berharga milik yang engkau lepaskan? Dan, betapa menyedihkan pertukaran yang engkau telah lakukan?’. Namun, Bhartrihari menjawab, ‘para sahabatku, aku telah membuat pertukaran yang sangat menguntungkan. Jubah ini adalah begitu berharga dimana bahkan kerajaanku pun tidak mampu untuk membayarnya.’ Begitulah agungnya jalan spiritual yang menuntun pada Tuhan. Semangat berkorban adalah perlengkapan utama dan mendasar dari pelayan sejati (sevak). Tanpa dorongan dari jiwa berkorban maka pelayananmu akan menjadi kemunafikan, ritual yang tanpa makna.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Hanya melalui pengorbanan seseorang bisa benar-benar menikmati apa yang dia peroleh. Apa yang engkau dapatkan dengan satu tangan maka kita berikan dengan tangan yang lain. 

Saturday, May 17, 2025

Thought for the Day - 17th May 2025 (Saturday)




There are four modes of writing, dependent on the material on which the text is inscribed. The first is writing on the water; it is washed out even while the finger moves. The next is writing on sand. It is legible until the wind blows it into mere flatness. The third is the inscription on rocks; it lasts for centuries, but it too is corroded by the claws of Time. The inscription on steel can withstand the wasting touch of Time. Have this so inscribed on your heart – the axiom that ‘serving others is meritorious, that harming others or remaining unaffected and idle while others suffer, is a sin.’ God is Love and can be won only through the cultivation and exercise of Love. He cannot be trapped by any trick; He yields grace only when His commands are followed – commands to love all, to serve all. When you love all and serve all, you are serving yourself most, yourself whom you love most! For God’s grace envelops you then, and you are strengthened beyond all previous experience.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969.

Service broadens your vision. Widens your awareness. Deepens your compassion.


Ada empat cara menulis yang mana tergantung dari material tempat naskah itu ditulis. Cara pertama adalah menulis di atas air; dimana tulisan itu akan terhapus bahkan saat jari digerakkan. Cara kedua adalah menulis di atas pasir. Tulisan itu masih bisa dibaca sampai angin berhembus menghapusnya menjadi datar dan tidak berbekas. Cara ketiga adalah menulis di atas batu; tulisan itu akan bertahan selama berabad-abad, namun tulisan itu juga akan terkikis oleh sapuan waktu. Sedangkan tulisan di atas baja dapat menahan dari sentuhan waktu yang melemahkan. Tuliskan ini di dalam hatimu – sebuah aksioma bahwa ‘melayani orang lain adalah hal yang mulia, sedangkan menyakiti orang lain atau tetap diam dan tidak peduli saat orang lain menderita adalah sebuah dosa.’ Tuhan adalah kasih dan hanya bisa diraih melalui memupuk dan menjalani kasih. Tuhan tidak bisa dicapai dengan tipu daya apapun; Tuhan hanya mencurahkan anugerah-Nya ketika perintah-Nya dijalani  – yaitu perintah untuk mengasihi semuanya, melayani semuanya. Ketika engkau mengasihi semua dan melayani semuanya, sejatinya engkau sedang melayani dirimu sendiri, dirimu sendiri yang paling engkau sayangi! Karena kasih Tuhan menyelubungimu dan engkau dikuatkan melampaui semua pengalamanmu sebelumnya.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Pelayanan memperluas pandanganmu. Memperlebar kesadaranmu. Memperdalam kasih sayangmu.

Friday, May 16, 2025

Thought for the Day - 16th May 2025 (Friday)




Life is a four-storied mansion. For any edifice to be strong, the foundation has to be strong. The mansion is visible to the beholders. Its architecture is attractive and pleasing. But the foundation has no such attractions. Nevertheless, the safety of the mansion depends on the strength of the foundation. Every part of the mansion may have its own attractive feature. But the foundation has no feeling of pride about being the base on which the mansion stands, nor does it desire that anyone should take notice of it. The foundation is unaffected by praise or blame. The first floor of the mansion (of life) is brahmacharya (celibacy). The second floor is the grihastha (householder) stage. The third is vanaprastha (recluse). The fourth is the stage of sannyasa (renunciant). Many persons pass through all four stages. Some go through only three of them, and some others only two. But irrespective of the number of stages, the foundation is the base. The first stage (or floor) is that of brahmacharya. Students who are in the first floor of the mansion of life have to ensure the firmness of the foundation. This foundation consists of humility, reverence, morality, and integrity. The strength of the foundation depends on these four constituents.


- Divine Discourse, Feb 20, 1992.

In everyone’s life, childhood and youth are extremely important. This period of life should be regulated by practising purity and tranquillity.


Hidup itu adalah sebuah rumah besar dengan empat lantai. Untuk membuat bangunan apapun dengan kokoh maka pondasinya haruslah kuat. Rumah besar itu dapat dilihat oleh setiap orang. Arsitekturnya indah dan menyenangkan untuk dipandang. Namun pondasinya tidak memiliki daya tarik seperti itu. Meskipun begitu, keamanan dari rumah besar itu sangat tergantung dari kekuatan pondasinya. Setiap bagian dari rumah itu mungkin memiliki keunikan yang menawan. Namun pondasi tidak bangga dengan menjadi dasar dari tempat rumah itu berdiri, dan tidak juga memiliki keinginan agar siapapun memperhatikannya. Pondasi tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan. Lantai pertama dari rumah hidup itu adalah brahmacharya (selibat atau masa belajar). Lantai kedua adalah grihastha (masa berumah tangga). Lantai ketiga adalah vanaprastha (menarik diri dari kehidupan duniawi). Lantai keempat adalah sannyasa (melepaskan ikatan duniawi). Banyak orang menjalani keempat tahapan ini. Beberapa lainnya hanya menjalani tiga tahap, dan beberapa lainnya hanya menjalani dua tahap saja. Namun berapapun jumlah tahapan yang dijalani, pondasinya adalah sama. Tahap atau lantai pertama adalah brahmacharya. Para pelajar yang ada di tahap pertama rumah hidup ini harus memastikan bahwa pondasi mereka benar-benar kuat. Pondasi ini terdiri dari kerendahan hati, penghormatan, moralitas, dan integritas. Kekuatan pondasi tergantung dari empat bagian penyusunnya ini.


- Divine Discourse, 02 Februari 1992.

Dalam hidup setiap orang, masa anak-anak dan masa muda adalah benar-benar sangat penting. Pada masa hidup ini harus diatur dengan menjalankan kesucian dan ketenangan.

Thursday, May 15, 2025

Thought for the Day - 15th May 2025 (Thursday)




The Cosmos should be regarded as the all-pervading form of God. Only by realising the feeling of unity in diversity can individuals and nations be redeemed. Today, divisive tendencies are rampant. There is discord between man and man. The world is turning into a kind of madhouse. All nations seem to be afflicted with some kind of lunacy. To kill one man, they are prepared to sacrifice a hundred lives. They have no regard for life. Men desire the fruits of good deeds, but do not perform good deeds. Men want to avoid the consequences of sinful actions, but are engaged in sinful deeds. How is this possible? It is not easy to escape from the consequences of one’s actions. But there is no need for despair. If one earns even a grain of grace from the Divine, a mountain of sins can be reduced to ashes. If one feels genuinely penitent, seeks God’s forgiveness, and takes refuge in God, all of one’s actions will get transformed. But without heartfelt penitence, this will not happen!


- Divine Discourse, Aug 24, 1991.

Spirituality is not living alone in solitude. Spirituality connotes having equal vision for all, living among all and serving all with Ekatma Bhava (feeling of oneness).


Alam semesta harus dipandang sebagai Tuhan yang meliputi segalanya. Hanya dengan menyadari perasaan kesatuan dalam keragaman maka individu dan bangsa dapat diselamatkan. Hari ini, kecendrungan memecah belah sedang merajalela. Ada perselisihan diantara satu manusia dengan manusia lainnya. Dunia sedang berubah menjadi seperti rumah sakit jiwa. Semua bangsa kelihatannya terjangkit kegilaan. Untuk menghabiskan satu orang, mereka siap untuk mengorbankan seratus nyawa. Mereka tidak menghargai kehidupan. Manusia menginginkan buah dari perbuatan baik, namun tidak melakukan perbuatan baik. Manusia ingin menghindari akibat dari perbuatan dosa, namun manusia terlibat dalam perbuatan penuh dosa. Bagaimana bisa seperti itu? Adalah tidak mudah untuk melepaskan diri dari akibat atas perbuatan yang dilakukan. Namun tidak perlu untuk putus asa. Jika seseorang mendapatkan bahkan sedikit karunia dari Tuhan maka segunung dosa dapat direduksi menjadi abu. Jika seseorang merasa benar-benar bertobat, mencari pengampunan pada Tuhan, dan berlindung pada Tuhan, maka seluruh perbuatan dari seseorang akan berubah. Namun tanpa pertobatan yang sepenuh hati maka hal ini tidak akan terjadi!


- Divine Discourse, 24 Agustus 1991.

Spiritualitas tidak berarti hidup dalam kesendirian. Spiritualitas berarti memandang semua dengan pandangan yang setara, hidup diantara semuanya dan melayani semuanya dengan perasaan kesatuan jiwa (Ekatma Bhava).

Wednesday, May 14, 2025

Thought for the Day - 14th May 2025 (Wednesday)




Nowadays, there is an inevitable pair of accessories in almost all vanity bags of ladies and even in gents’ pockets: a mirror and a comb. You dread that your charm is endangered when your hair is in slight disarray, or when your face reveals patches of powder; so you try to correct the impression immediately. While so concerned about this fast-deteriorating personal charm, how much more concerned should you really be about the dust of envy and hate, the patches of conceit and malice that desecrate your mind and hearts? Have a mirror and a comb for this purpose, too! Have the mirror of Bhakti (devotion), to judge whether they are clean and bright and winsome; have the comb of Jnanam or wisdom, for wisdom earned by discrimination straightens problems, resolves knots, and smoothens the tangle to control and channelise the feelings and emotions that are scattered wildly in all directions.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969

Just as food and drink are needed to keep the body strong, contemplation of the Lord is needed to give strength to the mind.


Pada saat sekarang, ada sepasang alat rias yang selalu ada dan dibawa kemana-mana di dalam tas kosmetik wanita dan dalam saku pria yaitu cermin dan sisir. Engkau takut bahwa daya tarikmu menjadi memudar ketika rambutmu sedikit berantakan, atau ketika bedak di wajahmu tampak belang-belang; jadi engkau mencoba dengan segera memperbaiki keadaan itu. Sementara engkau begitu peduli dengan pesona diri yang cepat memudar ini, berapa banyak kepedulian yang seharusnya engkau berikan pada debu-debut seperti iri hati dan kebencian, bercak-bercak kesombongan dan kedengkian yang mengotori pikiran dan hatimu? Sediakan juga dua alat rias yaitu cermin dan sisir untuk tujuan ini! Sediakan cermin berupa Bhakti (pengabdian), untuk menilai apakah pikiran dan hati bersih dan bersinar serta menarik; sediakan sisir berupa Jnanam atau kebijaksanaan, karena kebijaksanaan diperoleh dari kemampuan membedakan dalam merapikan masalah, menyelesaikan simpul-simpul yang rumit, dan menata kekusutan untuk mengendalikan serta menyalurkan perasaan dan emosi yang tersebar liar ke segala arah.


- Divine Discourse, 26 Juni 1969

Seperti halnya makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh tetap kuat, kontemplasi pada Tuhan dibutuhkan untuk memberikan kekuatan pada pikiran.

Tuesday, May 13, 2025

Thought for the Day 13th May 2025 (Tuesday)




Man today must understand how he can develop courage like Prahlada. Though they are quite capable of developing courage, yet youth and adults are full of fear today. It is necessary for man to develop courage and fortitude to overcome fear! He can get courage only from God. For this, he must develop faith in and devotion to God. You must face the world with courage. In the present situation of the world, our true strength is in courage and fortitude. When you cultivate devotion to God, you can face challenges of the world with confidence and courage. Life is a Challenge, Meet it. Life is a Game, Play it. You become a victim of fear because of lack of courage. So, develop the courage to face all the challenges of the world. Education does not mean merely the ability to read and write. What is vidya (education)? Sa vidya ya vimuktaye (True education is that which liberates). True education develops courage and fortitude in the learner. It is the need of the hour that we should lead our lives with courage, without faltering at any step to achieve success in all walks of life!


- Divine Discourse, Jun 2, 2003

If man knows his real nature, he will give no room for weakness or cowardice.


Manusia pada hari ini harus memahami bagaimana caranya agar dia bisa mengembangkan keberanian seperti halnya Prahlada. Meskipun manusia cukup mampu untuk mengembangkan keberanian, namun para pemuda dan orang dewasa pada hari ini penuh dengan ketakutan. Adalah perlu bagi manusia untuk mengembangkan keberanian dan ketabahan untuk mengatasi ketakutan! Manusia bisa mendapatkan keberanian hanya dari Tuhan. Karena inilah, manusia harus mengembangkan keyakinan dan bhakti pada Tuhan. Engkau harus menghadapi dunia dengan keberanian. Dalam keadaan saat sekarang di dunia, kekuatan kita sebenarnya ada pada keberanian dan ketabahan. Ketika engkau memupuk rasa bhakti pada Tuhan, engkau dapat menghadapi tantangan dunia dengan kepercayaan diri dan keberanian. Hidup adalah tantangan, hadapilah. Hidup adalah permainan, mainkanlah. Engkau menjadi korban dari ketakutan karena kurangnya keberanian. Jadi, kembangkan keberanian untuk menghadapi semua tantangan dunia. Pendidikan tidak berarti hanya kemampuan dalam membaca dan menulis. Apa itu Pendidikan (vidya)? Sa vidya ya vimuktaye (Pendidikan sejati adalah yang memberikan pembebasan). Pendidikan sejati mengembangkan keberanian dan ketabahan pada diri pelajar. Ini adalah kebutuhan saat ini dimana kita harus menjalani hidup dengan keberanian, tanpa adanya kebimbangan dalam langkah apapun untuk mencapai keberhasilan dalam semua aspek kehidupan!


- Divine Discourse, 02 Juni 2003

Jika manusia mengetahui jati dirinya, maka manusia tidak akan memberikan ruang bagi kelemahan atau sifat pengecut.

Thursday, May 8, 2025

Thought for the Day - 8th May 2025 (Thursday)




Your blood, food, head and money are gifts of your mother and father only. You should therefore offer due respect to them and be ever grateful to them. This is how you should love them. Give due respect to your parents; be grateful to them. But reserve your heart only for God. All worldly relations are transient like water bubbles. When you focus your mind on God, you should lovingly explain this to your mother. Then she will surely understand your mind and heart. The mother always wishes the welfare of her children. She always prays that her children should be good; should attain higher positions in life and receive God’s grace. When her child prostrates, she blesses saying, “Dear! Live for a hundred years; may you live happily with good health, prosperity and reputation!” Even though mother blesses, it is God who grants her prayer saying, Tathastu (so be it)! Without God’s grace, even mother’s prayers and blessings become futile! You may have a good number of bulbs all around you, but they are useless in the absence of the current. And there is no use of the current when there are no bulbs. Similarly, both mother’s blessings and God’s grace are what you should attain.


- Divine Discourse, May 6, 1997

Even great mothers cannot help their children when God’s grace is lacking. That is why the mothers pray to God for the welfare of their children


Darah, makanan, kepala dan uangmu semata-mata adalah pemberian dari ibu dan ayahmu. Maka dari itu engkau harus memberikan penghormatan yang benar kepada mereka dan selalu berterima kasih pada mereka. Begitulah seharusnya engkau menyayangi mereka. Hormati orang tuamu dan bersyukurlah pada mereka. Namun simpanlah hatimu hanya untuk Tuhan saja. Semua bentuk hubungan duniawi adalah bersifat sementara seperti halnya gelembung air. Ketika engkau memusatkan pikiranmu pada Tuhan, engkau harus menjelaskan dengan sopan dan kasih kepada ibumu. Kemudian ibumu pastinya akan memahami pikiran dan hatimu. Ibu selalu mendoakan kesejahtraan anak-anaknya. Ibu selalu berdoa agara anak-anaknya menjadi anak yang baik; dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam hidup dan mendapatkan karunia Tuhan. Ketika anak-anaknya bersujud, ibunya akan memberkatinya dengan berkata, “anakku tersayang! Hiduplah untuk seratus tahun; semoga engkau hidup dengan kesehatan, kesejahtraan dan reputasi yang baik!” walaupun sang ibu memberkati, adalah Tuhan yang mengabulkan doanya dengan berkata, Tathastu (terjadilah)! Tanpa adanya karunia Tuhan, bahkan doa dan berkat ibu menjadi sia-sia saja! Engkau bisa saja memiliki bola lampu yang masih bagus di sekelilingmu, namun semuanya itu menjadi tidak berguna jika tidak adanya arus yang mengalir di dalamnya. Dan tidak ada gunanya arus jika tidak ada bola lampu. Sama halnya, adalah keduanya yaitu berkat ibu dan karunia Tuhan adalah yang engkau harus dapatkan.


- Divine Discourse, 6 Mei 1997

Bahkan ibu yang hebat tidak bisa menolong anak-anak mereka ketika tidak adanya karunia Tuhan. Itulah sebabnya mengapa ibu berdoa pada Tuhan untuk kesejahtraan anak-anaknya. 

Wednesday, May 7, 2025

Thought for the Day - 7th May 2025 (Wednesday)


The Chaitanyam (Atmic consciousness) that is present in the Divine is also present in living beings. If this is the case, a doubt may arise. What is the need for giving a unique place to God? When you look at an array of electric bulbs, they may all look alike. But there are differences in wattage amongst them according to the filament in them. The wattage may vary from 40 to 5000 watts. Likewise, in all human beings, the five elements, the five organs of action, the five organs of perception, and other organs are common. But in their thoughts and fancies, there are differences. The sacred and remarkable Divine potency in each of them is also different. It is because this Divine potency is present in God in infinite measure that the uniqueness of God is recognised.


- Divine Discourse, Nov 23, 1992

There is fire of wisdom in every human being. As you neglect this fire of wisdom, it gets covered by the ash of ego, attachment and hatred.


Chaitanyam (kesadaran Atma) yang ada pada Tuhan juga ada dalam makhluk hidup. Jika demikian halnya, keraguan akan bisa muncul. Apa perlunya memberikan tempat Istimewa bagi Tuhan? Ketika engkau memandang deretan bola lampu listrik maka semuanya kelihatan sama. Namun ada perbedaan daya (watt) diantara bola lampu tersebut sesuai dengan filamen yang digunakan didalamnya. Daya pada lampu mungkin berbeda-beda dan bervariasi dari 40 sampai 5000 watt. Sama halnya, dalam semua manusia, lima unsur, lima organ tindakan, lima organ persepsi, dan organ-organ lainnya adalah bersifat normal. Namun pikiran dan imajinasi mereka adalah berbeda. Potensi Ilahi yang bersifat suci dan luar biasa dalam diri setiap orang adalah juga berbeda. Karena potensi ilahi yang ada dalam Tuhan dalam ukuran yang tidak terbatas maka keagungan Tuhan dapat dikenali.


- Divine Discourse, 23November 1992

Ada nyala api kebijaksanaan dalam diri setiap manusia. Jika engkau mengabaikan api kebijaksanaan ini, maka api itu akan tertutupi abu egoisme, keterikatan dan kebencian. 


Monday, May 5, 2025

Thought for the Day - 5th May 2025 (Monday)



When we look at the Narasimha Avatar, we get a feeling of terror. Reflecting on the story of Prahlada and Narasimha, we will realise that when Narasimha was giving darshan  to Prahlada, he showed great kindness. But it looked as if Prahlada was standing in a corner full of fear. At that time, Narasimha looked at Prahlada and asked him if he was afraid of the fearsome figure which had come to punish his father; Prahlada explained he was not afraid of the Lord, as it was the sweetest form one can comprehend! He said he was indeed happy to see the Lord. Narasimha then asked why Prahlada was afraid. To this, Prahlada replied that he was afraid because the divine vision which he was then seeing was likely to disappear in a few moments, and he would soon be left alone! The fear which troubled Prahlada was that God would leave him in this world and disappear. Prahlada wanted to ask God not to leave him. God’s divine vision and divine beauty are such that only his devotees can appreciate them! 


- Divine Discourse, May 22, 1976.

God alone knows to whom, in what circumstances, at what time, to what extent, and in what form His grace should be showered.


Ketika kita melihat perwujudan dari Narasimha Avatar, kita merasakan perasaan yang takut. Jika kita merenungkan kisah dari Prahlada dan Narasimha, kita akan menyadari bahwa ketika Narasimha sedang memberikan darshan kepada Prahlada, Narasimha memperlihatkan kebaikan yang begitu besar. Namun nampaknya seakan-akan Prahlada berdiri di sudut dengan penuh ketakutan. Pada waktu itu, Narasimha memandang ke arah Prahlada dan menanyakannya apakah dia takut dengan sosok yang menakutkan yang telah datang untuk memberikan hukuman pada ayahnya; Prahlada menjelaskan bahwa dia tidak merasa takut pada Tuhan karena itu adalah wujud yang paling indah yang dapat dipahami oleh seseorang! Prahlada berkata bahwa dia benar-benar senang dapat melihat perwujudan Tuhan. Narasimha kemudian menanyakan mengapa Prahlada tidak merasa takut. Atas pertanyaan ini, Prahlada menjawab bahwa dia takut karena darshan dari Tuhan yang dia saksikan kemungkinan akan hilang dalam beberapa saat, dan dia akan ditinggalkan sendirian! Rasa takut yang mengganggung Prahlada adalah bahwa Tuhan akan meninggalkannya di dunia ini dan menghilang. Prahlada memohon pada Tuhan agar tidak meninggalkannya. Penglihatan pada wujud Tuhan dan keindahan dari Tuhan adalah sesuatu yang hanya bisa dihargai oleh bhakta-Nya! 


- Divine Discourse, 22 Mei 1976.

Hanya Tuhan mengetahui kepada siapa, dalam keadaan apa, kapan waktunya, sampai sejauh mana, dan dalam wujud apa rahmat Tuhan harus dicurahkan.

Sunday, May 4, 2025

Thought for the Day - 4th May 2025 (Sunday)




The mind is agitated, and so, you too are led into passions and emotions. When the plank on which you sit moves, you too move; when the train runs fast with you sitting in the compartment, you feel that the trees too move with you. On the other hand, the mind makes you feel stationary on the earth, though the earth revolves fast on its own axis and also around the Sun. These are all tricks of the mind, hiding the truth and imposing its own illusions on your experience. The real truth is different from the picture of truth that the mind presents. To ascribe joy and grief that one passes through in life to the nature of the Individual Soul is an act of ignorance. One must dissociate one from the other. Elation and depression, pleasure and pain, joy and grief are modifications of the mind, not of the jivi (individual soul). It is the mind that reacts to external objects and events and pronounces them as desirable and undesirable, good and bad. This explains why the control of the waywardness of the mind is to be achieved! 


- Divine Discourse, Jan 04, 1974.

A mind without agitations, a joyous and unblemished outlook, these are the marks of a person in whom Shanti (peace) has taken root.


Pikiran yang gelisah membuatmu terbawa dalam gejolak hasrat dan emosi. Ketika papan tempatmu duduk bergerak maka dirimu juga ikut bergerak; ketika kereta api bergerak cepat dimana engkau sedang duduk di dalamnya, engkau merasakan bahwa pepohonan di luar juga ikut bergerak. Sebaliknya, pikiran membuatmu merasa diam di bumi, walaupun bumi berputar cepat dalam orbitnya dan juga berputar mengelilingi matahari. Semuanya ini adalah tipuan dari pikiran, menyembunyikan kebenaran dan menggantinya dengan ilusinya sendiri pada pengalamanmu. Kebenaran yang sejati adalah berbeda dari gambar kebenaran yang pikiran tampilkan. Menganggap suka dan duka cita yang seseorang lewati dalam hidup sebagai sifat alami dari jiwa adalah bentuk dari ketidaktahuan. Seseorang harus memisahkan satu dengan lainnya. Kegembiraan dan kesedihan, kesenangan dan penderitaan, suka dan duka cita adalah modifikasi dari pikiran, dan bukan dari jiwa. Adalah pikiran yang memberikan reaksi pada objek dan kejadian di luar diri kemudian memberikan penilaian apakah hal itu diinginkan atau tidak, baik atau buruk. Hal ini menjelaskan mengapa pengendalian terhadap ketidakstabilan pikiran harus dicapai! 


- Divine Discourse, 04 Januari 1974.

Pikiran tanpa kegelisahan, pandangan yang ceria dan tanpa noda, ini adalah tanda seseorang yang kedamaian (shanti) telah mengakar dalam dirinya.

Thursday, May 1, 2025

Thought for the Day - 1st May 2025 (Thursday)



God is Mahashakti (supreme energy) and jeeva (individual being) is Mayashakti (deluding power); He is the genuine, the jiva is but the shadow, the appearance, the delusion. Even I have to put on Mayashakti to come into your midst, like the policeman who is compelled to wear the dress of the thief, so that he can get entry into the gang of thieves to apprehend them and bring them to book! The Lord cannot come down with His Mahashakti unimpaired; He has to come with diminished splendour and limited effulgence, so that He can become the object of Bhakti and dedicated service. In this world, which is impermanent and ever-transforming, the immanent power of the Lord is the only permanent and fixed entity. To realise the eternal and the true, one must attach oneself to that source and sustenance. There is no escape from this path. It is the destiny of one and all, irrespective of age or scholarship, clime or caste, gender or status. 


- Divine Discourse, Aug 01, 1956

Fill your thoughts with love and proceed on the path of sacrifice. Then you will never be affected by Maya. 


Tuhan adalah Mahashakti (energi tertinggi) dan jeeva (makhluk individu) adalah Mayashakti (kekuatan ilusi); Tuhan adalah sejati, sedangkan jiva hanyalah bayangan, penampakan, ilusi. Bahkan Aku pun harus menggunakan Mayashakti untuk hadir di tengah-tengah kalian, seperti halnya seorang polisi yang harus menyamar memakai pakaian pencuri sehingga polisi tersebut dapat menyusup ke dalam gerombolan pencuri untuk menangkap dan membawa mereka ke pengadilan! Tuhan tidak bisa datang ke dunia dengan Mahashakti-Nya yang utuh; Tuhan harus datang dengan keagungan yang dikurangi dan kecemerlangan-Nya yang dibatasi, sehingga Tuhan dapat menjadi objek bhakti dan pelayanan yang berdedikasi. Dalam dunia yang bersifat fana dan selalu berubah ini, kekuatan Tuhan yang meresapi semuanya adalah satu-satunya entitas yang bersifat kekal dan abadi. Untuk menyadari entitas yang bersifat kekal dan sejati maka seseorang harus melekatkan dirinya pada sumber dan penopang itu. Tidak ada jalan keluar dari jalan ini. Ini merupakan takdir dari semuanya, tanpa memandang usia atau kesarjanaan, tempat atau kasta, gender atau status. 


- Divine Discourse, 01 Agustus 1956

Isilah pikiranmu dengan kasih dan berjalan di jalan pengorbanan. Kemudian engkau tidak akan pernah terpengaruh oleh Maya.