People crave worldly happiness. Analysed properly, this itself is the disease, and sufferings are but the drugs we take. In the midst of these worldly pleasures, one rarely entertains the desire to attain the Lord. Besides, it is necessary to analyse and discriminate every act of a person, for the spirit of renunciation is born out of such analysis. Without it, renunciation is difficult to get. Miserliness is like the behaviour of a dog; it has to be transformed. Anger is enemy Number 1 of the spiritual aspirant; it is like spittle and has to be treated as such. And untruth? It is even more disgusting —through untruth, the vital powers of all are destroyed. It should be treated as scavenging itself. Theft ruins life; it makes the priceless human life cheaper than a pie; it is like rotten foul smelling flesh.
Orang-orang mendambakan kebahagiaan duniawi. Jika dianalisis dengan baik, ini sendiri adalah penyakitnya, dan penderitaan yang dialami adalah obat dari penyakit ini. Di tengah-tengah kesenangan duniawi ini, seseorang jarang mempunyai keinginan untuk mencapai Tuhan. Selain itu, perlu untuk menganalisis dan membedakan setiap tindakan seseorang, karena analisa ini yang nantinya akan memberikan kebangkitan pada semangat penyangkalan diri. Tanpa adanya usaha ini, penyangkalan diri sulit untuk didapatkan. Kekikiran (sifat pelit) adalah seperti perilaku seekor anjing; dan ini harus diubah. Kemarahan adalah musuh nomor satu bagi penekun spiritual; sifat ini seperti air ludah dan harus diperlakukan seperti itu. Dan ketidakbenaran? Itu bahkan lebih menjijikkan — melalui ketidakbenaran, kekuatan vital dari semuanya akan dihancurkan. Sifat ini harus diperlakukan sebagai binatang pemakan bangkai. Pencurian menghancurkan kehidupan; ini membuat hidup manusia yang tak ternilai menjadi lebih murah daripada sebuah kue; ini seperti bangkai yang berbau busuk. - Prema Vahini, Ch. 61
-BABA
No comments:
Post a Comment