There is a great difference between those established in God-contemplation (Brahma-nishtas) in the past and today’s contemplators of Brahman. First, it is necessary to grasp the greatness of contemplation of Brahman. In the past, this greatness was realised, and holy people were immersed in experiencing holiness. It is because this has not been done by present-day holy people that poverty has come upon us. The question may arise why such holy feelings don’t arise now. But actually they are not absent. For fire to increase or decrease, fuel is the only cause; there is no other reason. The more the fuel, the more the illumination! Every individual in this world has the undisputed right to feed their fire with fuel! By its very nature, fire has the power to give light, but it needs fuel. The fuel of renunciation, peacefulness, truth, mercifulness, forbearance, and selfless service has to be constantly placed in the fire of the intellect (buddhi) of the spiritual aspirant. It is this fire that emanates the light of wisdom. The more spiritual seekers do this, the more efficacious and effulgent they can become.
Ada sebuah perbedaan yang sangat besar diantara mereka yang melakukan perenungan pada Tuhan (Brahma-nishtas) di masa lalu dengan perenungan pada Brahman di saat sekarang. Pertama, adalah perlu untuk mengerti kehebatan dari kontemplasi pada Brahman. Di masa lalu, kehebatan ini telah dapat disadari dan orang-orang suci tenggelam dalam mengalami kesucian. Karena hal ini belum dilakukan oleh orang-orang suci masa sekarang maka kemiskinan menimpa diri kita. Pertanyaan mungkin muncul, mengapa perasaan-perasaan suci seperti itu tidak muncul sekarang. Namun sesungguhnya perasaan-perasaan suci itu bukannya tidak ada. Kuat dan redupnya nyala api adalah sangat tergantung dari bahan bakarnya; tidak ada alasan yang lainnya. Semakin banyak bahan bakar maka semakin besar cahaya penerangannya! Setiap individu di dunia memiliki hak yang tidak terbantahkan untuk membesarkan api mereka dengan bahan bakar yang ada! Sesuai dengan sifatnya, api memiliki kekuatan untuk memberikan cahaya, namun api memerlukan bahan bakar untuk itu. Bahan bakar yang diperlukan berupa tanpa keterikatan, kedamaian, kebenaran, penyayang, dan pelayanan tanpa mementingkan diri sendiri harus tetap dituangkan ke dalam api kecerdasan (buddhi) dari para peminat spiritual. Adalah api yang memunculkan cahaya kebijaksanaan. Semakin banyak peminat spiritual melakukan hal ini, maka mereka akan menjadi semakin efektif dan bercahaya. (Prema Vahini, Ch 67)
-BABA
No comments:
Post a Comment