When you see a plane flying in the sky, would you refuse to believe that it is flown by a pilot, just because you do not see him from where you are? You must go into the plane to see the pilot; you cannot deny his existence, standing on the ground below. You have to guess that the plane must have a pilot. So too seeing the Universe, you have to guess the existence of God, not deny Him because you are not able to see him. To see your own eyes, you need a mirror; to see yourself in your native spiritual grandeur, you need a Guru (preceptor).
Ketika engkau melihat sebuah kapal terbang melintas di angkasa, apakah hanya oleh karena engkau tidak melihat sang pilot, lalu engkau menolak untuk percaya bahwa kapal itu sedang dikemudi olehnya? Engkau harus masuk ke dalam pesawat itu barulah engkau bisa melihat pilotnya; engkau tidak bisa mengingkari eksistensinya selama engkau masih berdiri di daratan. Demikian pula dalam kaitannya dengan alam semesta, engkau tidak bisa mengingkari eksistensi Tuhan hanya oleh karena engkau tidak melihat-Nya. Agar engkau dapat melihat dirimu sendiri, maka engkau membutuhkan sebuah kaca/cermin; demikianlah, agar engkau dapat melihat jati-dirimu yang sebenarnya (Atma), maka engkau membutuhkan bantuan seorang Guru.
Ketika engkau melihat sebuah kapal terbang melintas di angkasa, apakah hanya oleh karena engkau tidak melihat sang pilot, lalu engkau menolak untuk percaya bahwa kapal itu sedang dikemudi olehnya? Engkau harus masuk ke dalam pesawat itu barulah engkau bisa melihat pilotnya; engkau tidak bisa mengingkari eksistensinya selama engkau masih berdiri di daratan. Demikian pula dalam kaitannya dengan alam semesta, engkau tidak bisa mengingkari eksistensi Tuhan hanya oleh karena engkau tidak melihat-Nya. Agar engkau dapat melihat dirimu sendiri, maka engkau membutuhkan sebuah kaca/cermin; demikianlah, agar engkau dapat melihat jati-dirimu yang sebenarnya (Atma), maka engkau membutuhkan bantuan seorang Guru.
-BABA
No comments:
Post a Comment