Where is righteousness? It is in your conduct, thoughts, words and deeds. Righteousness dwells in your heart. When the impulses arising from the heart are expressed in words, that is Sathya (Truth). To translate those words into action is Dharma (Righteousness). For all these, Love is the primary requisite. Love in action is righteousness. Love in speech is Truth. Love in thought is Peace. Love in understanding is Non-violence. When you realise that God is in everyone, you will practise non-violence. God is one, though He may be worshipped in different forms and by different names - Rama or Krishna, Allah or Jesus, Hari or Sai.
Dimanakah kebajikan? Kebajikan adalah tingkah lakumu, pikiran, perkataan dan perbuatan. Kebajikan berada dalam hatimu. Ketika dorongan-dorongan timbul dari hati yang diekspresikan dalam kata-kata, ini adalah Sathya (kebenaran). Menerjemahkan kata-kata itu dalam tindakan adalah Dharma (Kebajikan). Untuk semua hal tersebut, kasih adalah syarat utama. Kasih dalam tindakan adalah kebajikan. Kasih dalam kata-kata adalah kebenaran. Kasih dalam pikiran adalah kedamaian. Kasih dalam pengertian adalah tanpa kekerasan. Ketika engkau menyadari Tuhan dalam setiap orang, engkau akan mempraktekkan tanpa kekerasan. Tuhan adalah satu, meskipun Beliau dipuja dalam berbagai bentuk dan nama yang berbeda -Rama atau Krishna, Allah atau Yesus, Hari atau Sai.
Saturate every breath of yours with love. Love knows no fear. Fear drags man into falsehood, injustice and evil. Love does not crave for praise. Only those who have no Love in them itch for reward and reputation. Love is its own reward. When you are eager to place offerings before the Lord, let it be love instead of mere material objects. Love is no merchandise; do not bargain about its cost. Let it flow clear from the heart, as a stream of Truth, a river of wisdom. Let it not emanate from the head, nor from the tongue. Let it emerge, full and free, from the heart.
Penuhi setiap nafasmu dengan kasih. Kasih tidak mengenal takut. Ketakutan membawa manusia ke dalam kebohongan, ketidakadilan, dan kejahatan. Kasih tidak mengharapkan pujian. Hanya mereka yang tidak mempunyai Kasih memiliki keinginan untuk mendapatkan penghargaan dan nama baik. Kasih itu sendiri merupakan suatu bentuk penghargaan. Ketika engkau berkeinginan untuk melakukan persembahan kepada Tuhan, biarlah hal tersebut karena kasih bukan semata-mata objek materi. Kasih bukanlah sebuah barang dagangan, jangan mengadakan tawar-menawar. Biarlah hal tersebut mengalir dari hati, sebagai arus dari kebenaran, sungai dari kebijaksanaan. Biarlah hal tersebut bukan berasal dari kepala, bukan juga dari lidah. Biarlah hal tersebut muncul, sepenuhnya dari hati.
One may claim to have surrendered all his wealth, power and position to God. But, when one truly surrenders, one realizes one's relationship with God saying, "I am in You, You are in me." The sense of separation between God and the individual should vanish. Devotion does not consist merely in offering worship in various ways. It means offering oneself to the Lord with dedication and unsullied love. You have come from the Divine who is the embodiment of love. Hence, base your life on that love.
Seseorang mungkin menyatakan untuk menyerahkan seluruh kekayaannya, kekuasaan dan jabatan kepada Tuhan. Tetapi, ketika seseorang benar-benar menyerahkannya, seseorangmenyadari adanya suatu hubungan dengan Tuhan dan berkata.”Aku dalam diri-Mu, Engkau dalam diriku.” Pemisahan antara Tuhan dengan individu haruslah dihilangkan. Ketaatan pada Tuhan tidak hanya melakukan persembahyangan dalam berbagai cara. Hal ini berarti mempersembahkan diri kepada Tuhan dengan pengabdian dan kasih tanpa cacat. Engkau telah datang dari Tuhan yang merupakan perwujudan kasih. Oleh karena itu, engkau hidup berdasarkan atas kasih.
Service should not be done in a spirit of condescension or to achieve some selfish objective. Not recognising the sacredness and purifying power of service, people hesitate to embark on social service. It should not be imagined that one is promoting the well-being of the nation by one's service activities. One should realise that ultimately one is only bettering oneself by rendering service. Service should proceed from an awareness of what one owes to society. Gratitude demands that one should serve society which is the source of all benefits enjoyed by man. Men without gratitude are worse than wild animals. What is required for service is not money and materials; a loving heart is the first requisite. All service done without a heart filled with love is useless.
Pelayanan seharusnya tidak dilakukan dengan maksud untuk pamer atau untuk memperoleh tujuan-tujuan yang mementingkan diri sendiri. Tanpa menyadari kesucian dan kekuatan pemurnian dari pelayanan, manusia tergesa-gesa mengambil bagian dalam pelayanan sosial. Pelayanan ini seharusnya tidak diartikan bahwa ia sedang meningkatkan kesejahteraan bangsa. Manusia seharusnya menyadari bahwa sesungguhnya yang ia lakukan hanyalah menyucikan diri sendiri melalui pelayanan. Pelayanan seharusnya ditingkatkan menjadi kesadaran bahwa mereka berhutang kepada masyarakat. Rasa syukur mewajibkan seseorang untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan sumber dari semua manfaat yang dinikmati oleh manusia. Manusia yang tidak memiliki rasa syukur lebih buruk dibandingkan dengan binatang. Yang diperlukan untuk melakukan pelayanan bukanlah uang dan materi; hati yang penuh kasih adalah syarat utama. Seluruh pelayanan yang dilakukan tanpa hati yang penuh kasih adalah sia-sia.
The most important cause for bondage to the world is giving too much freedom to the mind. For example, when an animal is tethered to a post, it will not be able to roam over various fields, destroy the crops and cause loss and harm to others, and thereafter get beaten for the mischief done by it. Hence, the mind must be bound by certain regulations and limits. As long as man lives a disciplined life, bound by certain rules and regulations, he will be able to earn a good reputation and lead a happy and fruitful life. Once he crosses these limits, he will go astray.
Yang menyebabkan keterikatan pada dunia adalah memberikan terlalu banyak kebebasan pada pikiran. Sebagai contoh, ketika seekor binatang ditambatkan pada sebuah tiang, maka binatang itu tidak akan mampu menjelajah lebih dari bidang tersebut, merusak tanaman dan menyebabkan kerugian dan menyakiti orang lain, dan sesudah itu mendapatkan pukulan karena kerusakan yang telah dilakukannya.Karenanya, pikiran harus terikat oleh peraturan dan batas-batas tertentu. Sepanjang kehidupannya, manusia menerapkan hidup yang disiplin, terikat oleh aturan-aturan dan peraturan-peraturan tertentu, maka ia akan memperoleh nama baik dan menjalankan hidupnya dengan bahagiadan bermanfaat. Ketika ia melintasi batas ini, ia akan tersesat.
From ancient times, various terms have been used to describe the Divine, but no one has been able to demonstrate the true nature of the Divine. The Divine is present in all things, and all forms are His. How can such an omnipresent Divine be described or demonstrated? Can anyone declare that something is Brahman (God) and something else is not Brahman? What is the form of the Divine? If you wish to see the Divine, the form you envisage will be only a caricature. Consider your own form as the manifestation of the Divine. Esteem yourself as divine. Respect others. Love yourself and love others. This is true worship.
Dari zaman dahulu, berbagai terminologi telah digunakan untuk menggambarkan Ketuhanan, tetapi tidak ada seorangpun yang telah mampu menunjukkan sifat sejati Tuhan. Ketuhanan hadir dalam segala hal, dan semua wujud adalah Beliau. Bagaimana mungkin kita dapat menggambarkan atau menunjukkannya? Dapatkah seseorang menyatakan bahwa sesuatu adalah Brahman (Tuhan) dan yang lainnya bukan? Bagaimana wujud dari Tuhan? Jika engkau menghendaki melihat Tuhan, wujud yang engkau bayangkan hanya penggambaran yang kurang jelas. Anggaplah wujudmu sendiri sebagai penjelmaan Tuhan. Muliakan dirimu sebagai Tuhan. Hormati orang lain, cintai dirimu dan cintai orang lain. Hal ini adalah pemujaan yang benar.
Caught in the coils of the creation, man is blind to the fact that he is part of the Divine Creator. Identifying himself with the physical sheath in which he is encased, he is blind to the unity of all beings in the One Universal Absolute. Man has written and studied countless texts on spiritual discipline and discovery, and confounded the confusion indulging in dialectical rivalries and argumentation. But, he who has put at least a page or two of these tomes into practise, is rendered silent and innocent of any desire for fame or victory. He is happy in the depths of his being. He ploughs the field of his heart, sows the seeds of love and reaps the harvest of fortitude and equanimity.
Terkait dengan ciptaan yang begitu rumit, manusia tidak bisa melihat kenyataan bahwasanya ia sendiri adalah bagian dari Sang Pencipta itu. Menyelediki dirinya dengan hanya pakaian fisik yang membungkusnya, tentu manusia tidak bisa melihat kesatuan semua makhluk dalam suatu kebenaran yang sesungguhnya. Manusia telah menulis dan belajar naskah-naskah yang tak terbilang jumlahnya dalam kaitannya dengan disiplin dan penemuan spiritual, lalu ia tersesat dalam kebingungan dalam persaingan dan argumentasi. Akan tetapi, ia yang telah mempraktekkan setidaknya satu atau dua halaman dari buku–buku yang ia baca tersebut, dengan menyerahkannya dalam diam dan tanpa berpikir panjang atas keinginan untuk kemasyuran atau ketenaran, maka ia akan mengalami kebahagiaan. Ia yang membajak ladang hatinya, menabur benih kasih dan memetik hasil panen dari ketabahan dan ketenangan hati.
The cosmos is the creation of the Divine. It is surcharged with energy. This energy is not localised at a particular point in space or time. Though this energy is all-pervading, man is unable to recognise its divine nature. As he cannot recognise it, he presumes that it does not exist. Electrical energy flows continuously in the wires. But, its presence is recognized only when a bulb is fitted and switched on. Likewise, though God is omnipresent. His divine effulgence will shine only in those who adore Him with a pure heart.
Alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, yang dipenuhi dengan energi. Energi ini tidak berada pada titik tertentu dalam ruang atau waktu. Walaupun energi ini meliputi segalanya, manusia tidak mampu mengenali sifat illahi ini.Karena manusia tidak dapat mengenalinya, manusia mengira bahwa hal tersebut tidak ada. Energi listrik mengalir terus-menerus dalam kabel listrik. Tetapi, keberadaannya baru dapat diakui ketika sebuah bola lampu dicoba dan dinyalakan. Demikian pula, walaupun Tuhan ada dimana-mana, cahaya ketuhanan-Nya akan bersinar hanya kepada mereka yang memuja-Nya dengan hati yang murni.
You must realize that your service activities are done for the sake of your own spiritual purification and uplift. All actions should be done with a view to purify the mind and remove all the dross from it. It is wrong to think that through actions alone you can attain liberation or redeem your lives. Actions have to be done solely for the purification of the Chitta (consciousness). Without purity of consciousness, life cannot be spiritualized. Human birth is the result of Karma (action). Right action leads to Dharma (Righteousness). Through Dharma, the Divine has to be realized.
Engkau harus menyadari bahwa kegiatan pelayanan dilaksanakan dengan tujuan pemurnian dan peningkatan spiritualmu sendiri. Semua perbuatan seharusnya dilaksanakan dengan suatu pandangan untuk memurnikan pikiran dan menghilangkan hal-hal yang tidak berguna lagi. Adalah salah untuk berpikir bahwa melalui perbuatanmu sendiri engkau dapat mencapai pembebasan atau menyelamatkan hidupmu. Perbuatan harus dilaksanakan hanya untuk pemurnian Chitta (kesadaran). Tanpa kemurnian kesadaran, spiritualitas tidak akan bisa diwujudkan. Kelahiran manusia adalah hasil dari Karma (perbuatan). Kebajikan membawa kita menuju Dharma. Melalui Dharma, Ketuhanan dapat disadari.
Men should lead selfless lives. This may seem difficult. But, in reality, there is nothing easier than this. It is selfishness that creates all kinds of difficulties for man. Selfless love gives no room for any evil. Selfless love may meet with opposition from one's kith and kin and from worldly persons. But one should not be deterred by such opposition. Love should be cherished as one's life breath. Make love the basis for all your actions. The love of God should be free from any desire for favours.
Manusia seharusnya menjalankan kehidupan tanpa mementingkan diri sendiri. Ini mungkin kelihatannya sulit. Tetapi, pada kenyataannya, tidak ada apapun lebih mudah dari hal ini.Hal tersebut adalah egoisme (keakuan) yang membuat segala macamkesulitan pada manusia. Kasih tanpa mementingkan diri sendiri tidak memberikan ruang bagi kejahatan. Kasih tanpa mementingkan diri sendiri mungkin mengalami tantangan dari kenalan dan sanak famili dan orang-orang lainnya. Tetapi seseorang seharusnya tidak dihalangi dengan berbagai tantangan. Kasih seharusnya disimpan dalam hati sebagai suatu nafas kehidupan. Buatlah kasih sebagai dasar dari seluruh tindakanmu. Kasih Tuhan seharusnya bebas dari keinginan-keinginan untuk mendapatkan imbalan.
Through right action, one achieves purity of heart, which leads to the acquisition of Jnana (wisdom). It is only when attachment to the fruits of one's actions is discarded that the action becomes Yoga (Divine communion). One should overcome the sense of 'mine' and 'thine'. When one embarks on service activities, one should regard it as a privilege to serve others and look upon it as a form of worship of the Divine. One should consider service to society as the means of finding self-fulfilment in life. One should face whatever problems may arise, with faith and courage, and carry on one's service activities without fanfare, in a spirit of humility and dedication.
Melalui tindakan yang benar, seseorang mencapai kemurnian hati, yang mengarah ke akuisisi jnana (kebijaksanaan). Hanya ketika keterikatan terhadap buah dari tindakan seseorang tersebut dihilangkan maka tindakan menjadi Yoga (komuni Ketuhanan). Seseorang seharusnya mengatasi rasa ‘milikku’ dan ‘kepunyaanmu’. Ketika seseorang memulai aktivitas pelayanan, seseorang seharusnya menganggap hal itu sebagai suatu kehormatan untuk melayani orang lain dan melihat hal itu sebagai suatu bentuk pemujaan terhadap Tuhan. Seseorang seharusnya menganggap pelayanan kepada masyarakat sebagai sarana untuk mencari pemenuhan diri dalam kehidupan. Seseorang seharusnya menghadapi apapun permasalahan yang mungkin muncul, dengan keyakinan dan keteguhan hati, dan melakukan salah satu kegiatan pelayanan tanpa gembar-gembor, dalam semangat kerendahan hati dan pengabdian.
Thyaga (the spirit of sacrifice) is essential for rendering dedicated service. Getting rid of bad qualities is true sacrifice; it is also Yoga (spiritual communion). Realize that whoever you may be serving, you are indeed serving the Divine in various human forms. Those who serve have to cherish this sublime and sacred feeling. They must strive to see God in everyone.
Thyaga (semangat pengorbanan) adalah hal-hal yang mendasar untuk memberikan pelayanan.Menghilangkan sifat-sifat yang tidak baik adalah pengorbanan yang sebenarnya; ini juga Yoga. Sadarilah bahwa siapapun dapat engkau layani, engkau akan benar-benar melayani Tuhan dalam wujud manusia.Mereka yang melayani harus memiliki kasih yang mulia dan perasaan yang suci. Mereka harus berusaha keras untuk melihat Tuhan dalam setiap orang.
Pure and selfless love towards all living beings, considering everyone as embodiments of the Divine, with no expectation of reward, is true Love. With this attitude, when one regards divinity as present in all beings, he experiences true love. Whatever be the vicissitudes one may face, whatever be the personal sorrows and privations one may undergo, true love will remain unaffected. Today, the moment a difficulty arises, love turns into hatred. True love is the sweet fruit that grows out of the fragrant flower of good deeds. Love rules without recourse to the sword. It binds without laws. Only one who has such true love can be described as human, for, divine love is the basic quality of a true human being.
Kemurnian dan kasih tanpa mementingkan diri sendiri kepada semua makhluk hidup, menganggap semua orang sebagai perwujudan Tuhan, tanpa mengharapkan balasan, adalah kasih sejati. Dengan sikap ini, ketika seseorang memandang ketuhanan hadir pada semua makhluk, ia mengalami kasih sejati. Apapun perubahan yang mungkin dihadapi seseorang, apapun penderitaan-penderitaan dan kekurangan-kekurangan yang mungkin dialami oleh seseorang, kasih sejati tetap tidak terpengaruh. Dewasa ini, ketika kita mengalami kesulitan, kasih berubah menjadi kebencian. Kasih sejati adalah buah yang manis yang tumbuh karena bunga yang semerbak dari perbuatan baik. Kasih dapat mengendalikan tanpa bantuan pedang. Ia mengikat tanpa undang-undang, hanya seseorang yang mempunyai kasih sejati dapat digambarkan sebagai manusia, karena kasih Tuhan adalah kualitas dasar dari manusia sejati.