The happiness derived from sensory objects arises and vanishes with time. For instance, when hunger is appeased, there is happiness for that moment; but this happiness ebbs away after a while. This is true of all objects in the world; the joy derived from them is evanescent. Man, however, is after lasting Ananda (bliss). He is in fact the embodiment of bliss. Bliss constitutes his very nature and being. Why, then, does he not experience it? This is because, unaware of his true nature, he is obsessed with the external world and fails to experience the bliss within him. He mistakenly imagines that the source of joy lies in the phenomenal world.
Kebahagiaan yang diperoleh dari obyek-obyek indriawi akan muncul dan tenggalam oleh waktu. Sebagai contoh, ketika rasa lapar dipuaskan, maka di saat yang sebentar itu terkandung unsur happiness; namun rasa senang itu akan segera lenyap pada momen berikutnya. Hal yang sama juga berlaku untuk obyek-obyek lain yang ada di dunia ini; keceriaan yang diberikan olehnya sangatlah bersifat sementara. Padahal manusia sebenarnya mendambakan Ananda (bliss), yang mana pada hakekatnya manusia sendiri adalah perwujudan bliss. Jati-dirinya yang sebenarnya adalah bliss itu sendiri. Lalu bila demikian halnya, mengapa pula ia tidak bisa merasakannya? Hal ini terjadi oleh karena ia tidak menyadari identitas dirinya sendiri, sebaliknya ia malahan begitu terobsesi oleh dunia eksternal. Secara keliru ia mengira bahwa sumber kebahagiaan terletak pada dunia yang fenomenal ini.
Kebahagiaan yang diperoleh dari obyek-obyek indriawi akan muncul dan tenggalam oleh waktu. Sebagai contoh, ketika rasa lapar dipuaskan, maka di saat yang sebentar itu terkandung unsur happiness; namun rasa senang itu akan segera lenyap pada momen berikutnya. Hal yang sama juga berlaku untuk obyek-obyek lain yang ada di dunia ini; keceriaan yang diberikan olehnya sangatlah bersifat sementara. Padahal manusia sebenarnya mendambakan Ananda (bliss), yang mana pada hakekatnya manusia sendiri adalah perwujudan bliss. Jati-dirinya yang sebenarnya adalah bliss itu sendiri. Lalu bila demikian halnya, mengapa pula ia tidak bisa merasakannya? Hal ini terjadi oleh karena ia tidak menyadari identitas dirinya sendiri, sebaliknya ia malahan begitu terobsesi oleh dunia eksternal. Secara keliru ia mengira bahwa sumber kebahagiaan terletak pada dunia yang fenomenal ini.
-BABA
No comments:
Post a Comment