We should believe that God is the indweller of the heart and must follow the teaching that comes from the heart and adopt good methods to follow such a teaching. Our ancients have given us sacred paths of yoga (spiritual practices) and meditation to overcome evils and gain control over our senses. To control anger and hatred, the ancient sages left their villages and went to the forest. Today it is not necessary to retire to the forest to get rid of anger and hatred. Virtue cannot be practised in a vacuum. If you live in an atmosphere of anger and are able to control it, then it is a meritorious achievement. But if you live in a forest where there is no room for anger and say that you have controlled your anger, it is not meaningful. You must, therefore, remain in the worldly surroundings where there is ample scope for the rising up of emotions of anger and hatred, and then learn to control them. That will be a meritorious achievement.
Kita harus percaya bahwa Tuhan-lah yang bersemayam di hati dan harus mengikuti ajaran yang datang dari hati dan mengadopsi metode yang baik untuk mengikuti ajaran semacam itu. Leluhur kita telah memberi kita jalan suci yoga (praktik spiritual) dan meditasi untuk mengatasi kejahatan dan mendapatkan kendali atas indera kita. Untuk mengendalikan amarah dan kebencian, orang bijak zaman dahulu meninggalkan desa (tempat tinggal) mereka dan pergi ke hutan. Saat ini, tidak diperlukan lagi untuk menarik diri dari dunia dan pergi ke hutan untuk menghilangkan amarah dan kebencian. Kebajikan tidak bisa dipraktikkan dalam kekosongan. Jika engkau hidup dalam suasana amarah dan mampu mengendalikannya, maka itu adalah pencapaian yang berharga. Tetapi jika engkau tinggal di hutan di mana tidak ada ruang untuk amarah dan mengatakan bahwa engkau telah mengendalikan amarahmu, itu tidak berarti. Oleh karena itu, engkau harus tetap berada di lingkungan duniawi di mana ada banyak ruang untuk timbulnya emosi kemarahan dan kebencian, dan kemudian belajar untuk mengendalikannya. Itu akan menjadi pencapaian yang berharga. (Ch 17, Summer Showers in Brindavan, 1972)
-BABA
No comments:
Post a Comment