Mind wills, yearns, prompts and insists on effort and action. This process is called sankalpa, these are like sasanas (commands). Everyone has to be aware of the variety and validity of actions induced by these promptings. Mind is host to fifty million such! Of thoughts that appear and vanish like clouds that pass silently, many stay and stir the mind into activity. These are sankalpas. Until these are understood against their vast background, one cannot live happily and in peace. Good sankalpas elicit best out of one and help one to use all strength for uplift. A person has to recognise bad sankalpas or urges as soon as they arise, render them ineffective by systematic cultivation of beneficial sankalpas. These alone can save from disaster and keep one close to Prasanthi (supreme calm). Ships at sea are guided by compass along desired direction; without it, they risk being wrecked. Man has to sail safe across the ocean of samsara (worldly existence).
Pikiran berkehendak, merindukan, mendorong, dan bersikeras dalam usaha dan tindakan. Proses ini disebut dengan sankalpa, semuanya ini adalah seperti sasanas (perintah). Setiap orang harus waspada dari berbagai jenis dan validitas perbuatan yang didesak oleh dorongan ini. Pemikiran adalah tuan rumah dari jutaan dorongan yang seperti itu! Bentuk pemikiran yang muncul dan lenyap seperti awan yang lewat dengan tenang, namun banyak pemikiran yang tinggal dan menggerakkan pikiran menjadi tindakan. Semua ini adalah sankalpa. Sampai semua hal ini dipahami dengan latar belakang yang begitu luas, seseorang tidak bisa hidup dengan bahagia dan dalam kedamaian. Sankalpa yang baik memperoleh yang terbaik dari seseorang dan membantunya untuk menggunakan semua kekuatan dalam memajukan pikiran. Seseorang harus menyadari sankalpa yang buruk atau dorongan pikiran yang tidak baik ketika muncul, menjadikan dorongan pikiran yang tidak baik itu menjadi tidak efektif dengan penanaman sankalpa yang bermanfaat secara sistematis. Hanya ini saja yang dapat menyelamatkan dari bencana dan menjaga seseorang tetap dekat dengan Prasanthi (kedamaian yang tertinggi). Perahu yang ada di lautan dituntun dengan kompas sepanjang arah yang diinginkan; tanpa adanya kompas maka perahu tersebut berisiko mengalami kehancuran. Manusia juga harus berlayar menyeberangi lautan samsara (keberadaan duniawi). (Divine Discourse, Jul 10, 1986)
-BABA
No comments:
Post a Comment