The greatest wonder is that nobody knows or struggles to know themselves, but everyone spends a lifetime knowing about others. Your Self is subtler than water, air, and space. The Self must operate through the eye, so that you may see; it must move into the hand, so that it may hold; it must suffuse the feet, so that you may walk. The senses are inert materials; the ‘I’ must operate so that they may function. That “I” is Brahman, mistaken to be separate! The space in a pot and the space in a monastery are identical with the vast space in the sky above; only the disguises in the form of the pot and monastery keep up the illusion of separateness. The senses are the villains. They instill the delusion that you are the body. Curb them as the bull is curbed by the nose ring, the horse by the bit in the mouth, and the elephant by the goad.
Keheranan yang paling besar adalah bahwa tidak ada seorangpun mengetahui atau berusaha untuk mengetahui diri mereka sendiri, namun setiap orang menghabiskan waktu hidup untuk mengetahui orang lain. Dirimu yang sejati adalah lebih halus daripada air, udara, dan ruang. Diri sejati harus bekerja melalui mata, sehingga engkau bisa melihat; dan juga harus bergerak pada tangan, sehingga tangan bisa memegang; dan harus meliputi kaki, sehingga engkau dapat berjalan. Indria bersifat tidak berdaya; jadi ‘Aku yang sejati’ harus bekerja sehingga indria tersebut dapat berfungsi. “Aku yang sejati” itu adalah Brahman, kekeliruan menjadi terpisah! Ruang yang ada di dalam periuk dan ruang yang ada di dalam biara adalah sama dengan ruang yang luas di langit di atas; hanya penyamaran dalam bentuk periuk dan biara membuat khayalan akan keterpisahan. Indria adalah penjahat. Indria menanamkan khayalan bahwa engkau adalah tubuh. Kendalikan indria seperti halnya kerbau yang dikendalikan dengan cincin di hidung, kuda dikendalikan dengan kekang di mulut, dan gajah dengan tongkat. (Divine Discourse, 26-Oct-1963)
-BABA
No comments:
Post a Comment