The rulers who frame and foster the educational system of the country are responsible for the discontent, disillusionment and consequent delinquencies and disturbances of the students. They pay attention only to the physical and intellectual training of the youth; they forget that attention must also be paid to mental, moral and spiritual development, so that an integrated personality can emerge. Now, a child is put to school so that years later he may get a cushy job! Schooling is thought to be for gaining a living, not for gaining the ultimate in life. Nowhere the youth are trained to earn shanti (equanimity, peace); everywhere, the aim is a comfortable life. The search for comfort, riches, fame, power over others - these make one so egoistic that one is a danger to oneself and others. The only safe path is to seek bliss within oneself, not in or through others. There is great joy awaiting the person who radiates compassion, truth, patience, humility, reverence and piety.
Para penguasa yang menyusun dan mengembangkan sistem pendidikan adalah yang bertanggung jawab untuk ketidakpuasan, kekecewaan, dan akibat dari kenakalan dan gangguan pada pelajar. Penguasa hanya memberikan perhatian pada pelatihan fisik dan intelektual pada pemuda; mereka lupa perhatian juga harus diberikan untuk mental, moral, dan perkembangan spiritual, sehingga dapat muncul kepribadian yang terintegrasi. Sekarang, seorang anak ditaruh di sekolah sehingga pada tahun berikutnya anak ini bisa mendapatkan pekerjaan yang enak! Sekolah dianggap sebagai untuk mencari nafkah, dan bukan untuk mendapatkan hal yang mendasar dalam hidup. Tidak ada tempat dimana para pemuda dilatih untuk mendapatkan shanti (ketenangan, kedamaian); dimana saja tujuannya adalah hidup yang nyaman. Pencarian untuk kenyamanan, kekayaan, ketenaran, kekuasaan atas yang lainnya – hal-hal ini membuat seseorang menjadi sangat egois yang membuatnya berbahaya bagi dirinya dan orang lain. Satu-satunya jalan yang aman adalah mencari kebahagiaan di dalam diri sendiri, dan bukan atau melalui orang lain. Ada sebuah suka cita yang besar menunggu orang-orang yang memancarkan welas asih, kebenaran, kesabaran, kerendahan hati, rasa hormat, dan kesalehan. (Divine Discourse, Jul 30, 1967)
-BABA
No comments:
Post a Comment