There is no love between the husband and the wife before they are married. There is no love between the mother and the child before the birth of the child. The son, though he loved his mother with all his heart, flings her body onto the burning pyre and consigns her to the flames without any mercy after death. How can such love be called true Love? All such relationships can at best be termed attachment and not Love. Attachments come in the middle and pass off in the middle. But Divine Love existed even before birth and will last after death. Attachments are like passing clouds that sail away quickly. True Love is uncontaminated, unsoiled, unadulterated, unpolluted, eternal, perennial, pure and unsullied. It is only Divine Love that is not tainted by selfishness and self-interest, and exists before birth and lasts after death. All other kinds of love are stained by selfishness.
Tidak ada cinta kasih diantara suami dan istri sebelum mereka menikah. Tidak ada kasih sayang diantara ibu dan anak sebelum kelahiran anak itu. Sang anak, walaupun ia menyayangi ibunya dengan sepenuh hati, ia tetap akan menaruh tubuh ibunya pada tumpukan kayu bakar yang menyala dan menyerahkan ibunya pada api tanpa ada rasa kasihan setelah meninggal. Bagaimana kasih sayang itu dapat disebut dengan kasih sayang yang sejati? Semua hubungan itu dapat dikatakan sebagai keterikatan dan bukan cinta kasih. Keterikatan datang di pertengahan dan menghilang di pertengahan juga. Namun kasih Tuhan ada bahkan sebelum kelahiran dan akan tetap ada bahkan setelah kematian. Keterikatan adalah seperti awan yang berlalu yang melayang begitu cepatnya. Kasih yang sejati adalah murni, tidak kotor, tidak palsu, tidak tercemar, kekal, abadi, suci, dan tidak ternoda. Hanya kasih Tuhan yang tidak ternoda oleh kepentingan diri sendiri dan ada sebelum kelahiran dan juga setelah kematian. Semua jenis kasih yang lainnya dinodai oleh kepentingan diri sendiri. (Divine Discourse, Summer Roses on Blue Mountains, 1996, Ch 1)
-BABA
No comments:
Post a Comment