Each and every one of you must work hard to overcome the habit of sliding into worry (chinta) and despondency every now and then. Once this weed takes root in your mind, it assumes many forms to assert its hold. Every stage of life is fraught with anxiety; every step in your progress is a cause for worry. In fact, birth, death, old age and illness - every one of these multiply worries of their own. How to get sleep is a cause for worry; how to get up from bed is another worry! Today admission to colleges causes worry; admission to hostels is another worry; then examination causes new worry! But these are matters that are not essential. They should not cause so much heartburn as the problem of removing the fundamental error in your thought process - ignoring the Divine who inspires and guides you always and forever. Do not worry. Develop selfless love with faith and share that love with all.
Setiap orang darimu harus bekerja keras untuk mengatasi kebiasaan terseret ke dalam kecemasan (chinta) dan kemurungan sekali-kali. Sekali rumput liar ini mengakar di pikiranmu, ini mengambil banyak bentuk untuk menguatkan cengkeramannya. Setiap tahapan kehidupan adalah dipenuhi dengan kecemasan; setiap langkah dalam kemajuanmu adalah alasan untuk kecemasan. Sejatinya, kelahiran, kematian, usia tua, dan penyakit – setiap bagian dari ini melipatgandakan kecemasan mereka sendiri. Bagaimana bisa tidur adalah alasan untuk cemas; bagaimana bangun dari tempat tidur adalah kecemasan yang lainnya! Hari ini masuk ke perguruan tinggi menyebabkan kecemasan; masuk ke asrama juga kecemasan yang lainnya; kemudian ujian menyebabkan kecemasan baru! Namun semua hal ini adalah tidak mendasar. Semuanya ini seharusnya tidak menyebabkan rasa sakit mendalam sebagai masalah dalam menghilangkan kesalahan yang bersifat fundamental dalam proses berpikirmu – mengabaikan Tuhan yang menginspirasi dan menuntunmu selalu dan selamanya. Jangan cemas. Kembangkan kasih sayang yang tanpa mementingkan diri sendiri dengan keyakinan dan bagilah kasih sayang itu dengan semuanya. (Divine Discourse, Dec 7, 1978)
-BABA
No comments:
Post a Comment