What exactly is the cause of all grief? It is attachment to the body that produces grief as well as its immediate precursors: likes and dislikes. These two are the results of the intellect considering some things and conditions as beneficial and some other things and conditions as not. This idea of beneficence and maleficence is a delusion. Still, you get attached to objects that are considered beneficial, and you start hating the others. But from the highest point of view, there is neither; the distinction is just meaningless. There is no two at all, so how can there be good and bad? To see two where there is only one, is ignorance or delusion (maya). Absence of the knowledge of the identity of “That (Tat)” and you (twam) is the cause of all ignorance — the word tatwa, used to mean ‘principle’, enshrines this great philosophical doctrine. If this truth is not learned, one has to flounder in the ocean of grief. But if it is learned and if one lives in that consciousness, then one can be free from grief.
Apa sebenarnya penyebab dari semua kesedihan? Ini adalah karena kemelekatan pada tubuh yang menyebabkan kesedihan dan juga pertandanya yaitu perasaan suka dan tidak suka. Kedua hal ini adalah hasil dari intelek yang menganggap beberapa hal dan keadaan sebagai sesuatu yang menguntungkan serta beberapa hal lain serta keadaan lain adalah tidak menguntungkan. Gagasan tentang yang menguntungkan dan merugikan adalah sebuah khayalan. Namun, engkau tetap terikat pada objek yang dikira menguntungkan, dan engkau mulai membenci yang lainnya. Namun dari sudut pandang yang paling tinggi, tidak ada keduanya; perbedaan keduanya tidak ada artinya. Tidak ada dua sama sekali, jadi bagaimana bisa ada kebaikan dan keburukan? Dengan melihat dua dimana hanya ada satu, adalah kebodohan atau khayalan (maya). Tanpa adanya pengetahuan tentang identitas “Tuhan (Tat)” dan dirimu (twam) adalah penyebab dari semua kedunguan -- kata tatwa, digunakan untuk mengartikan ‘prinsip’, mengabadikan doktrin filosofi yang hebat ini. Jika kebenaran ini tidak dipelajari, maka seseorang harus menggelepar dalam lautan kesedihan. Namun jika hal ini dipelajari dan jika seseorang hidup dalam kesadaran itu, kemudian dia akan bebas dari kesedihan. (Gita Vahini, Ch 3)
-BABA
No comments:
Post a Comment