The bee hovers around the lotus, it sits upon it, it drinks the nectar; while drinking the sweet intoxicating honey, it is silent, steadfast, concentrated, and forgetful of all else. That pure love (prema) is experienced by the inner I, which is the reflection of the real I, your Divine Soul (Atma). Every individual behaves exactly like the bee when they are immersed in the presence of God. The hum of the bee ceases and it is silent once the drinking of the nectar begins. So also, people argue, fight, condemn, and assert only until they discover the sweet essence of Divinity (rasa). The Divine rasa or essence is prema rasa, the sweetness of pure love. Where there is love, there can be no fear, no anxiety, no doubt, and no ashanti (absence of peace). When you are afflicted with restlessness and agitation, you can be sure that your love is narrow, restricted, and it has some ego or selfishness mixed in it.
Lebah terbang melayang di sekitar bunga teratai dan meminum nektarnya; sambil minum madu manis yang memabukkan, lebah itu tenang, tidak tergoyahkan, fokus dan melupakan semua yang lainnya. Cinta kasih yang murni itu (prema) dialami oleh sang diri di dalam, yang mana merupakan pantulan dari jati diri yang sejati, jiwa ilahimu (Atma). Setiap individu bertingkah laku sama persis dengan lebah ketika mereka tenggelam dalam kehadiran Tuhan. Suara dengung lebah berhenti dan tenang saat minum nektar dimulai. Begitu juga, manusia berdebat, bertengkar, menyalahkan, dan memaksakan hanya sampai manusia menemukan intisari manis dari ke-Tuhanan (rasa). Cita rasa ke-Tuhanan atau intisari adalah prema rasa, rasa paling manis dari cinta kasih yang murni. Dimana ada kasih, maka tidak akan ada rasa takut, tidak ada kecemasan, tidak ada keraguan, dan tidak adanya ashanti (hilangnya kedamaian). Ketika engkau menderita kegelisahan dan keresahan, engkau dapat memastikan bahwa cinta kasihmu masih sempit, terbatas, dan juga masih ada ego atau mementingkan diri sendiri yang tercampur di dalamnya. [Divine Discourse, Feb 26, 1968]
-BABA