First, practise the attitude of “I am Yours”. Let the wave discover and acknowledge that it belongs to the sea. This is not easy. The wave takes a long time to recognise that the vast sea beneath gives it its existence. The ego is so powerful that it will not permit it to be so humble, as to bend before the sea. “I am Yours; You are the Master. I am a servant; You are sovereign. I am bound.” This mental attitude will tame the ego. The next step is: “You are mine”, where the wave demands the support of the sea as its right. The Lord must take the responsibility of guarding and guiding the individual. Surdas said, “You are mine; I will not leave You; I shall imprison You in my heart; You shall not escape,” and the Lord obliged! The last stage is: “You are I” — I am but the image, and You are the Reality. All is One. Duality is but delusion.
Pertama, jalankan sikap “aku adalah milik-Mu”. Biarkan gelombang menemukan dan mengakui bahwa dirinya adalah milik dari lautan. Hal ini tidaklah mudah. Gelombang memerlukan waktu yang lama untuk menyadari bahwa lautan yang luas adalah yang memberikan keberadaannya. Ego adalah sangat kuat dan tidak akan mengizinkan gelombang menjadi rendah hati dan sujud di hadapan lautan. “aku adalah milik-Mu; Engkau adalah Master. aku adalah seorang pelayan; Engkau adalah yang berkuasa. Aku hanya terbatas.” Sikap batin ini akan menjinakkan ego. Langkah selanjutnya adalah: “Engkau adalah milikku”, dimana gelombang memohon dukungan dari lautan sebagai haknya. Tuhan harus mengambil tanggung jawab dalam menjaga dan menuntun individu-individu. Surdas berkata, “Engkau adalah milikku; aku tidak akan meninggalkan-Mu; aku akan mengunci-Mu di dalam hatiku; Engkau tidak akan bisa lepas,” dan Tuhan menuruti! Tahapan terakhir adalah: “Engkau adalah aku” — aku hanyalah gambaran saja, dan Engkau adalah kenyataan sejati. Semuanya adalah satu. Dualitas hanyalah sebuah khayalan atau ilusi. (Divine Discourse, Sep 08, 1963)
-BABA
No comments:
Post a Comment