Today the spiritual exercises are confined to listening to talks and not to practising the teachings. Listening has become a kind of disease. Merely after listening, people go about bragging that they know everything. This crazy boastfulness is deepening people's ignorance. One should ruminate over what has been heard. After rumination, one should do Nididhyasana (put into practice the lessons). Only then there is the triple purity of thought, word and deed. Today people are content with mere listening to discourses. This will not lead to Realisation. The practice of Nama Likhita Japam (repeated writing of the Lord’s Name as a spiritual exercise) promotes harmony in thought, word and deed (first think of the Lord’s Name, then utter it and write). All these three processes should be carried out only with a pure heart.
Hari ini latihan spiritual dikurung dalam bentuk mendengarkan ceramah dan bukan menjalankan ajarannya. Mendengarkan telah menjadi sebuah penyakit. Hanya mendengarkan saja membuat seseorang menjadi membual bahwa mereka mengetahui segalanya. Kesombongan yang gila ini memperdalam kebodohan seseorang. Seseorang seharusnya merenungkan apa yang telah didengarnya. Setelah perenungan, seseorang seharusnya melakukan Nididhyasana (mempraktikkan ajarannya). Hanya dengan demikian ada kesucian dalam ketiganya yaitu kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan. Hari ini orang-orang puas hanya dengan mendengarkan ceramah. Hal ini tidak akan menuntun pada kesadaran. Jalankan Nama Likhita Japam (mengulang-ulang dalam menulis nama Tuhan sebagai latihan spiritual) meningkatkan kesatuan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan (pertama pikirkan nama Tuhan, kemudian mengucapkannya dan menuliskannya). Semua ketiga proses ini hanya dilakukan dengan kemurnian hati. (Divine Discourse, Oct 7, 1993)
-BABA
No comments:
Post a Comment