Ravana had vast knowledge of spiritual texts. His ten heads represent the learning he had earned from the six Shastras (scriptures) and the four Vedas. But he never put that knowledge to any use. He craved for the possession of Prakriti (material objects) alone; he wanted to master the world of matter, the objective world. But he was not tamed by the spirit. He discarded the Purusha, the Lord; he was content with the possession at Lanka, of Prakriti (Matter), represented by Mother Sita. That was why he fell. Like the monkey which could not pull its hand from out of the narrow-necked pot, because it first held in its grasp a handful of groundnuts which the pot contained, people too are suffering today, as they are unwilling to release their hold on the handful of pleasurable things they have grasped from the world. One is led into the wrong belief that the accumulation of material possessions will endow them with joy and calm. But Divine Love alone can give that everlasting joy.
Ravana memiliki pengetahuan yang luas tentang kajian spritual. Kepalanya yang berjumlah sepuluh melambangkan pelajaran yang telah dia dapatkan dari enam shastra (naskah suci) dan empat Weda. Namun Ravana tidak pernah mempraktikkan pengetahuan yang dimilikinya. Ravana sangat menginginkan untuk memiliki objek material (prakriti); Ravana ingin menguasai hal-hal duniawi, dunia objektif. Namun Ravana tidak dijinakkan oleh jiwa dan mengabaikan Tuhan yaitu Purusha; dia puas dengan kepemilikan akan Lanka, benda-benda duniawi, yang dilambangkan dengan Ibu Sita. Itulah sebabnya mengapa Ravana hancur. Seperti halnya kera yang tidak dapat menarik keluar tangannya dari dalam leher botol yang sempit, karena pertama tangannya memegang penuh kacang yang ada di dalam botol, manusia juga sedang menderita hari ini, karena manusia tidak ingin melepaskan pegangan penuh akan benda-benda yang menyenangkan yang mereka dapatkan di dunia ini. Seseorang sedang diarahkan pada keyakinan yang salah bahwa mengumpulkan kepemilikan materi akan memberikan mereka suka cita dan ketenangan. Namun hanya kasih Tuhan yang dapat memberikan suka cita yang kekal. (Divine Discourse, Oct 16, 1974)
-BABA
No comments:
Post a Comment