The human body is a cover, a receptacle for the Atma. Elements like water and wind are intimately bound up with the body. Therefore, the Atma Principle, which is the core, is not cognised. People have lost awareness of this Principle, which is Truth. The Atma is in the body, but not of it. The Atma Principle, though active in the body, does not belong to the body. The ability of the eyes to see and the ears to hear are given by the Atma. The eyes and ears are sustained by the Omni-Consciousness, the Divine Principle. Your Soul (Divine Self) is the real ‘You’, the Will (Sankalpa). The elements (ether, wind, fire, water, and earth) that constitute the cosmos operate only as prompted by the supreme wisdom, which energizes them. The entire world of living beings - both fixed and moving are sustained by supreme wisdom. That supreme wisdom is Atma, the Brahman and the visible, objective world.
Tubuh manusia adalah sebuah kain penutup dan sebuah wadah bagi Atma. Unsur-unsur seperti air dan angin sangat erat terikat dengan tubuh. Maka dari itu, prinsip Atma yang merupakan intisari adalah tidak diketahui. Orang-orang telah kehilangan kesadaran akan prinsip ini yang merupakan kebenaran. Atma ada di dalam tubuh dan bukan merupakan tubuh. Prinsip Atma walaupun bersifat aktif di dalam tubuh tapi bukan milik tubuh. Kemampuan mata untuk melihat dan telinga untuk mendengarkan diberikan oleh Atma. Mata dan telinga ditopang oleh prinsip Tuhan yang merupakan kesadaran semesta. Jiwamu (keillahian diri) adalah sejati “Engkau”, kehendak (sankalpa). Unsur-unsur seperti akasa, angin, api, air, dan tanah yang mendasari komos hanya berjalan oleh kebijaksanaan tertinggi. Seluruh dunia dari makhluk hidup – baik yang diam dan bergerak ditopang oleh kebijaksanaan yang tertinggi. Kebijaksanaan yang tertinggi itu adalah Atma, Brahman yang terlihat dalam bentuk dunia yang sebenarnya (objektif). (Sutra Vahini, Ch 5)
-BABA
Sunday, May 31, 2015
Thought for the Day - 31st May 2015 (Sunday)
Saturday, May 30, 2015
Thought for the Day - 30th May 2015 (Saturday)
Friday, May 29, 2015
Thought for the Day - 29th May 2015 (Friday)
Thought for the Day - 28th May 2015 (Thursday)
Wednesday, May 27, 2015
Thought for the Day - 27th May 2015 (Wednesday)
Tuesday, May 26, 2015
Thought for the Day - 26th May 2015 (Tuesday)
Monday, May 25, 2015
Thought for the Day - 25th May 2015 (Monday)
Thought for the Day - 24th May 2015 (Sunday)
Saturday, May 23, 2015
Thought for the Day - 23rd May 2015 (Saturday)
Friday, May 22, 2015
Thought for the Day - 22nd May 2015 (Friday)
Thursday, May 21, 2015
Thought for the Day - 21st May 2015 (Thursday)
Wednesday, May 20, 2015
Thought for the Day - 20th May 2015 (Wednesday)
Tuesday, May 19, 2015
Thought for the Day - 19th May 2015 (Tuesday)
Monday, May 18, 2015
Thought for the Day - 18th May 2015 (Monday)
Sunday, May 17, 2015
Thought for the Day - 17th May 2015 (Sunday)
Saturday, May 16, 2015
Thought for the Day - 16th May 2015 (Saturday)
Friday, May 15, 2015
Thought for the Day - 15th May 2015 (Friday)
Thursday, May 14, 2015
Thought for the Day - 14th May 2015 (Thursday)
When you face hardships and struggle in life, cling and hold on to the Lord. To instill courage in an infant, its mother persuades it to walk a few steps and turn, but she won’t allow it to fall. If it totters and is about to lose balance, she hurries behind and catches it! The Lord too has His eyes fixed on each individual (jivi). He has in His hand the string of the kite, which is humanity! Sometimes He may pull it, and at other times He may loosen the grip! Whatever He does, be confident and carefree, for it is He who holds the string of your life. That solid faith will fill you with the essence of love (prema-rasa). The string is the bond of love and grace and every individual (kite) is thus bound to the Lord. All you must do is to walk the path so that the bond of love and grace is strong.
Ketika engkau menghadapi kesulitan dan perjuangan di dalam hidup, berpegang teguhlah pada Tuhan. Untuk menanamkan keberanian pada seorang bayi, maka ibunya akan membujuk anaknya untuk berjalan beberapa langkah dan berbalik, namun ibunya tidak akan membiarkan bayinya jatuh. Jika bayinya mulai berjalan terhuyung-huyung kehilangan keseimbangan, maka ibunya akan bergegas dari belakang dan memegangnya! Tuhan juga memiliki penglihatan yang tertuju pada masing-masing individu (jivi). Beliau memegang tali dari layang-layang itu yaitu kemanusiaan! Kadang-kadang Beliau mungkin menarik tali itu, dan pada saat yang lain Beliau akan melonggarkan pegangan pada tali itu! Apapun yang Beliau lakukan, jadilah percaya diri dan riang, karena Beliau yang memegang tali hidupmu. Keyakinan yang mantap akan memenuhimu dengan intisari dari cinta kasih (prema-rasa). Tali adalah ikatan cinta kasih dan karunia, sedangkan setiap individu (layang-layang) adalah terikat kepada Tuhan. Semua darimu harus berjalan di jalan yang ada sehingga ikatan cinta kasih dan karunia menjadi kuat. (Prema Vahini, Ch 29)
-BABA
Wednesday, May 13, 2015
Thought for the Day - 13th May 2015 (Wednesday)
Tuesday, May 12, 2015
Thought for the Day - 12th May 2015 (Tuesday)
Monday, May 11, 2015
Thought for the Day - 11th May 2015 (Monday)
Sunday, May 10, 2015
Thought for the Day - 10th May 2015 (Sunday)
It is an arduous process for people to become aware of the ‘One’ that is their core. The gross body is the product of the food consumed. But within, there is a subtler force, an inner vibration named vital air (prana). The mind (manas) within is subtler still, and deeper and subtler than the mind is the intellect (vijnana). Beyond the intellect, people have in them the subtlest sheath of spiritual bliss (ananda). When one delves into this region of spiritual bliss, the reality, the Brahman or the One can be experienced. That awareness is indeed the most desirable. In the Taittiriya Upanishad, while teaching his son Brighu the Brahman phenomenon, Varuna says, “Son! Brahman cannot be seen through the eyes. Know that Brahman is that which enables the eyes to see and the ears to hear. He can be known only through extreme yearning in a cleansed mind and concentrated thought. No other means can help.”
Adalah proses yang sulit bagi orang-orang untuk menyadari 'Yang Esa' yang merupakan inti mereka. Badan kasar merupakan produk dari makanan yang dikonsumsi. Tetapi di dalamnya, ada kekuatan halus, getaran batin yang disebut udara (prana). Pikiran (manas) berada di dalamnya, dan lebih dalam dan lebih halus dari pikiran adalah intelek (vijnana). Melampaui intelek, orang-orang memiliki selubung yang paling halus yaitu kebahagiaan spiritual (ananda). Ketika seseorang menyelidiki wilayah kebahagiaan spiritual ini, realitas, Brahman, atau Yang Esa dapat dialami. Kesadaran inilah yang paling diinginkan. Dalam Taittiriya Upanishad, saat mengajar anaknya Brighu perwujudan Brahman, Varuna mengatakan, "Anakku! Brahman tidak dapat dilihat melalui mata. Ketahuilah bahwa Brahman adalah yang memungkinkan mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Dia bisa diketahui hanya melalui kerinduan yang mendalam pada pikiran yang murni dan penuh konsentrasi. Tidak ada cara lainnya yang bisa membantu. (Sutra Vahini, Ch 2)
-BABA
Saturday, May 9, 2015
Thought for the Day - 9th May 2015 (Saturday)
Friday, May 8, 2015
Thought for the Day - 8th May 2015 (Friday)
Thursday, May 7, 2015
Thought for the Day - 7th May 2015 (Thursday)
Wednesday, May 6, 2015
Thought for the Day - 6th May 2015 (Wednesday)
Tuesday, May 5, 2015
Thought for the Day - 5th May 2015 (Tuesday)
Monday, May 4, 2015
Thought for the Day - 4th May
Sunday, May 3, 2015
Thought for the Day - 3rd May 2015 (Sunday)
Buddhists chant, ‘Buddham saranam gacchami. Dharmam saranam gacchami. Sangam saranam gacchami’. These three maxims imply that firstly, you must sharpen the intellect and the capacity for spiritual discrimination. Next, intelligence must be used in the service of society. Thirdly, service must be based on righteousness. If you follow this, you will experience Bliss. Never harm any living creature in any way, whatsoever. Nonviolence is the supreme dharma. Never ever hurt or injure another person in your thought, word, or action. You may wonder: “Is such a thing possible?” Yes it is! With resolution and absolute determination, there is nothing in this world that cannot be achieved. Fear is a great obstacle to achievement. When you realise that the same Divinity resides in all, you will never be afraid of anything or anyone. The more you love your fellow beings, the greater will be your bliss and joy. “Help ever, hurt never” – this is the essence of Buddha’s teaching.
Umat Buddha melantunkan, ‘Buddham saranam gacchami. Dharmam saranam gacchami. Sangam saranam gacchami’. Tiga kalimat suci ini menyatakan secara tidak langsung bahwa yang pertama, engkau harus menajamkan intelektual dan kapasitas untuk diskriminasi spiritual. Selanjutnya, kecerdasan harus digunakan untuk melayani masyrakat. Sedangkan yang ketiga, pelayanan harus didasarkan pada kebajikan. Jika engkau mengikuti ini, engkau akan mengalami kebahagiaan. Jangan pernah melukai semua makhluk hidup dalam keadaan apapun juga. Tanpa kekerasan adalah dharma yang tertinggi. Jangan pernah menyakiti atau mencelakai orang lain di dalam pikiran, perkataan atau tindakan. Engkau mungkin berpikir: “apakah semuanya itu bisa dilakukan?” Ya, bisa! Dengan ketetapan hati dan keteguhan hati yang tidak tergoyahkan, tidak ada di dunia ini yang tidak dapat diraih. Rasa takut adalah hambatan yang paling besar untuk meraih keberhasilan. Ketika engkau menyadari bahwa Tuhan yang sama bersemayam di dalam diri semua orang, engkau tidak akan pernah takut pada apapun atau siapapun. Semakin besar rasa kasih sayangmu kepada yang lainnya, maka semakin besar engkau bisa merasakan kebahagiaan dan suka cita. “Selalulah menolong, Jangan pernah menyakiti” – ini adalah intisari dari ajaran Buddha. (Divine Discourse, 21 May 2000)
-BABA