People worship the Supreme Lord (Paramatma) as existing in some faraway place – say Ayodhya or Dwaraka and nowhere else, or as found in places where some image or picture exists and nowhere else. They worship that form itself as complete (Purna). Of course, it is not wrong to do so. What is wrong is to proclaim that only their belief is the truth, that the names and forms that they have ascribed are the only names and forms of the Divine, and that all other forms and names are worthless and inferior. It should be realized that the names and forms that are the ideals of others are as dear and sacred to those others as such names and forms are to one-self. Everyone should acquire the vision that all forms of the ideal are equally valid and true, without giving room to senseless hatred. Without internalizing this wisdom, it is impossible to realize the Divine.
Orang-orang memuja Tuhan yang Maha Esa (Paramatma) sebagai Tuhan yang berada di tempat yang sangat jauh - dengan berkata Ayodhya atau Dwaraka dan tempat yang lain, atau tempat lain seperti yang dilukiskan sesuai dengan yang ada di gambar atau lukisan. Mereka memuja wujud itu sebagai wujud yang paling sempurna (Purna). Tentu saja bahwa adalah tidak salah meyakini hal itu. Apa yang salah adalah dengan menyatakan bahwa hanya keyakinan mereka adalah kebenaran dan hanya nama serta wujud yang berasal dari mereka merupakan satu-satunya nama dan wujud Tuhan, sedangkan nama dan wujud yang lainnya adalah tidak bernilai dan rendah. Perlu disadari bahwa nama dan wujud yang menjadi idaman bagi yang lainnya adalah sama baik dan suci seperti nama dan wujud bagi dirinya sendiri. Setiap orang seharusnya mendapatkan pandangan bahwa semua wujud yang dipuja adalah sama benar dan sah, tanpa memberikan ruang kepada kebencian yang tidak ada gunanya. Tanpa internalisasi kebijaksanaan ini, adalah tidak mungkin untuk menyadari Tuhan. (Prema Vahini, Ch 36)
-BABA
No comments:
Post a Comment