You must proceed ever towards strength
(balam); you must not take to untruth, wickedness, crookedness - all of which
denote a fundamental fatal trait of cowardice and weakness (Balaheenam).
Weakness is born of accepting as true a lower image of yourself than you truly
are. You believe you are the husk, but you really are the kernel. This is a key
fact. All your spiritual practices must be directed to the removal of the husk
and the revelation of the kernel. So long as you say, “I am”, there is bound to
be fear, but once you say and feel, “Aham Brahmasmi” (I am Divine), you get
infinite strength. The influence of the Divine is so subtle and strong that
while you are contemplating on Him, all traces of envy and greed will disappear
from your mind. The pure love the cowherds (Gopis) had for Lord Krishna is a
great example. This is the characteristic of Divine Incarnations at all times.
Engkau sesungguhnya harus melangkah maju
menuju pada kekuatan (balam); engkau seharusnya tidak melakukan ketidakbenaran,
kejahatan, kebusukan – yang mana semuanya itu adalah sifat dasar yang menentukan
sifat pengecut dan kelemahan (Balaheenam). Kelemahan lahir dari menerima dengan
benar tentang gambaran dirimu yang rendah daripada gambaran dirimu yang
sesungguhnya. Engkau percaya bahwa engkau adalah sekam, namun dirimu yang
sebenarnya adalah bijinya. Ini adalah sebuah fakta kunci. Semua latihan
spiritualmu harus diarahkan untuk menghilangkan semua sekam yang ada dan
mengungkapkan biji yang ada di dalamnya. Semasih engkau mengatakan, “saya
adalah”, maka ada ikatan untuk rasa takut, namun sekali engkau berkata dan
merasakan, “Aham Brahmasmi” (aku adalah Tuhan), engkau akan mendapatkan
kekuatan yang tidak terbatas. Pengaruh dari Tuhan adalah bersifat kuat dan
halus ketika engkau merenungkan-Nya, semua jejak dari kebencian dan ketamakan
akan sirna dari pikiranmu. Cinta kasih yang murni dari para pengembala sapi
(Gopi) yang mereka miliki untuk Krishna adalah contoh yang sungguh luar biasa.
Ini adalah karakteristik dari inkarnasi Tuhan sepanjang waktu. (Divine
Discourse, 14 Jan 1964.)
-BABA
No comments:
Post a Comment