Temples are invitations and signboards directing people to their Divine home. Temples are intended to instruct people in the art of removing the veil of attachment that lies over their heart. That is why Tyagaraja cried in the temple at Tirupathi, “Remove the veil within me, the veil of pride and hate.” The fog of illusion (maya) melted away with the touch of the rays of grace. Then he sang out describing the image of divine charm in the song, “Sivudavo Madhavudavo”; he drank deep the sweetness of that form. The churning of his heart by the divine formula produced the spark of wisdom (jnana), and it grew into the flame of realisation. On one occasion, Lord Sri Ramachandra spoke thus: “Dawn breaks and dusk falls. With dawn, greed awakes in people; with dusk, lust gets hold of them. Is this to be your goal and way of life? With every passing day, you are nearing one step closer towards the cave of death, missing precious opportunities. Do you ever worry over a wasted day?”
Tempat suci adalah undangan dan papan petunjuk untuk mengarahkan manusia ke rumah illahi mereka. Tempat suci dimaksudkan untuk memerintahkan manusia dalam cara melepaskan selubung keterikatan yang menutupi hati mereka. Itulah sebabnya mengapa Tyagaraja menangis di tempat suci di Tirupathi, “Lepaskanlah selubung di dalam diri saya yaitu selubung kesombongan dan kebencian.” Kabut khayalan (maya) meleleh ketika disentuh oleh cahaya rahmat kasih Tuhan. Kemudian ia melantunkan gambaran dari pesona Tuhan dalam kidung, “Sivudavo Madhavudavo”; ia mereguk dalam-dalam rasa manis dari wujud Tuhan itu. Dari hatinya yang diaduk dengan rumusan suci Tuhan menghasilkan percikan kebijaksanaan (jnana), dan kemudian berkobar menjadi nyala api kesadaran. Pada satu kesempatan, Sri Ramachandra berkata: “fajar menyingsing dan senja tiba. Bersamaan dengan fajar, ketamakan mulai bangun dalam diri manusia; pada saat senja tiba, nafsu syahwat menguasai manusia. Apakah ini menjadi tujuan dan cara hidupmu? Dengan berlalunya hari maka engkau sedang mendekat satu langkah menuju gua kematian dan kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Apakah engkau pernah merasa cemas karena telah menyia-nyiakan waktu?” (Dharma Vahini, Ch 12)
-BABA
No comments:
Post a Comment