What is important is not the acquisition of argumentativeness but the acquisition of single-mindedness, equanimity, and freedom from likes and dislikes. Why does one undertake these spiritual disciplines, this chanting, meditation, devotional singing, etc.? Isn’t it for acquiring single-mindedness and one-pointedness? Once that one-pointedness has been earned, human effort becomes unnecessary; the inner significance of life gets revealed. So those eager to become spiritual aspirants, should not yield to arguments and counterarguments. They should not be enticed by the wiles of bad feeling. They should see their own faults and not repeat them again. They should guard and protect the one-pointedness they have acquired, with their eyes fixed on the goal they are after, dismissing as trash whatever difficulties, defeats, and disturbances they encounter on their path. They must dwell on subjects that would give enthusiasm and joy, and not waste valuable time building up doubts regarding all things, big and small.
Apa yang penting adalah bukan pada perolehan dalam kemahiran berdebat namun perolehan pada pemusatan pikiran, ketenangan hati, dan bebas dari perasaan suka dan tidak suka. Mengapa seseorang menjalankan disiplin spiritual ini seperti mengulang nama Tuhan, meditasi, kebhaktian, dsb? Bukankah semuanya ini untuk bisa mendapatkan keterpusatan pikiran dan satu kemanunggalan? Sekali keterpusatan pikiran bisa didapatkan maka usaha manusia menjadi tidak perlu; dan makna yang terkandung di dalam kehidupan akan terungkap. Jadi, mereka yang berhasrat menjadi peminat spiritual seharusnya tidak terlibat dalam perdebatan dan sanggahan. Mereka seharusnya tidak tertarik oleh tipu muslihat dari perasaan buruk. Mereka seharusnya melihat kesalahan di dalam diri mereka sendiri dan tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Mereka juga harus menjaga dan melindungi keterpusatan pikiran yang telah mereka dapatkan dengan mata tetap tertuju pada tujuan mereka, mengabaikan sebagai sampah apapun kesulitan, kekalahan, dan gangguan yang mereka hadapi dalam perjalanan mereka. Mereka juga harus membicarakan pelajaran secara panjang lebar yang akan memberikan semangat dan suka cita, dan tidak menyia-nyiakan waktu yang berharga dengan membangun keraguan pada semua hal baik itu hal yang besar atau kecil. (Prema Vahini, Ch 45)
-BABA
No comments:
Post a Comment