No living being, except the human, has been endowed with intelligence and discriminative faculty, heightened to this degree, in order to enable it to visualise the Atma (Divine Self). This is why humanity is acclaimed as the crown of creation and why the scriptures (sastras) proclaim that the chance of being born as a human is a rare piece of good fortune. People have the qualifications needed to seek the cause of creation; they have in them the urge and the capacity. Many great people have directed their intelligence toward the discovery of the omnipresent Lord (Atma) and succeeded in visualising that Divine Principle. However, amongst millions of people in the Universe, only few have been able to visualise the Universal Atma or the Self in All. The purpose and meaning of the process of living is the attainment of the Supreme Lord (Atma).
Tidak ada makhluk hidup, kecuali manusia yang telah diberkati dengan kecerdasan dan kemampuan membedakan, meningkat pada tingkat ini dalam upaya untuk memungkinkan untuk menggambarkan Atma (Tuhan dalam diri). Ini adalah alasan mengapa manusia dinyatakan sebagai puncak dari ciptaan dan mengapa naskah suci (sastra) menyatakan bahwa kesempatan untuk lahir sebagai manusia adalah sebuah keberuntungan yang baik dan sangat jarang di dapat. Manusia memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk mencari penyebab dari penciptaan; selain itu juga memiliki dorongan dan kapasitas dalam diri mereka. Banyak orang hebat telah mengarahkan kecerdasan mereka dalam mengungkap Tuhan yang ada dimana-mana (Atma) dan berhasil dalam menggambarkan prinsip ke-Tuhan-an. Bagaimanapun juga, diantara jutaan manusia di alam semesta ini, hanya beberapa saja yang telah mampu menggambarkan Atma yang universal atau jati diri yang sejati di dalam semuanya. Tujuan dan makna dari proses hidup adalah mencapai Tuhan yang tertinggi (Atma). [Sathya Sai Vahini, Chap 1, “The Supreme Reality]
-BABA
No comments:
Post a Comment