The attitude of the worshiper and the worshiped is the seed of devotion (bhakti). First, the worshiper’s mind is attracted by the special qualities of the object of worship. The worshipper tries to acquire these special qualities. This is spiritual discipline (sadhana). In the early stages of sadhana, the distinction between worshiper and worshiped is full, but as the spiritual discipline progresses, this feeling diminishes and, when at¬tainment is reached, there is no distinction whatsoever! Whatever be the object of worship one has grasped and loved and sought by spiritual discipline, one should have firm faith that the individual self (jivatma) is the supreme Lord (Paramatma). There is only one wish fit to be entertained by the aspirant: the realisation of the Lord (Iswara Sakshatkara). There is no room in the mind for any other wish.
Sikap dari pemuja dan yang dipuja adalah benih dari bhakti. Pertama, pikiran pemuja ditarik oleh kualitas khusus dari objek yang dipuja. Pemuja mencoba untuk mendapatkan kualitas-kualitas yang khusus ini. Ini adalah disiplin spiritual (sadhana). Dalam tahap awal dari sadhana, perbedaan antara pemuja dan yang dipuja adalah penuh, namun ketika disiplin spiritual berkembang, perasaan ini menghilang dan ketika pencapaian ini tercapai, maka tidak ada lagi perbedaan sama sekali! Apapun yang menjadi objek pemujaan yang telah dipahami, dikasihi serta dicari dengan disiplin spiritual, seseorang harus memiliki keyakinan yang mantap bahwa jiwa dalam individu (jivatma) adalah Tuhan yang tertinggi (Paramatma). Hanya ada satu keinginan yang sesuai untuk dicari oleh para peminat spiritual: kesadaran akan Tuhan (Iswara Sakshatkara). Tidak ada ruang di dalam pikiran untuk keinginan yang lainnya lagi. (Prema Vahini, Ch 39)
-BABA
No comments:
Post a Comment