Real sadhana consists in transforming bad into good, converting sorrow into joy. There can be no happiness without sorrow, no good without the bad. There is a continuous conflict between good and evil, between happiness and sorrow. Happiness and misery are inseparable twins which are inextricably linked to each other. One is the beginning and the other is the culmination. The beginning and end go together. Only the Divine is free from a beginning, a middle or an end, but in worldly affairs, everything that has a beginning has an end. Grief is not something which someone thrusts on you from outside. Troubles and difficulties are not imposed on you from outside. Grief and trouble arise in the natural course of things. The refinement of life calls for continuous sadhana. Without such practice, life gets degraded. For instance, a diamond gets enhanced in value when it goes through the process of cutting and faceting. Likewise, gold, taken out as ore from the earth, becomes pure and valuable after refinement. In the same manner, sadhana is necessary to elevate life from the trivial to the sublime.
- Divine Discourse, Jun 01, 1991.
Not to know who one is - this is the biggest handicap. Until this is overcome, grief is inevitable.
Sadhana yang sesungguhnya adalah mengubah keburukan menjadi kebaikan, mengubah penderitaan menjadi suka cita. Tidak akan ada kebahagiaan tanpa adanya penderitaan, tidak ada kebaikan tanpa keburukan. Terus ada konflik diantara kebaikan dan kejahatan, diantara kebahagiaan dan penderitaan. Kebahagiaan dan penderitaan adalah saudara kembar yang tidak terpisahkan yang mana saling terkait erat satu dengan lainnya. Yang satu adalah awal dan yang lainnya adalah puncak. Awal dan akhir berjalan beriringan. Hanya Tuhan yang bebas dari awal, pertengahan dan akhir, namun dalam urusan duniawi segala sesuatu yang memiliki awal pasti memiliki akhir. Duka cita bukanlah sesuatu yang mana seseorang berikan padamu dari luar. Masalah dan kesulitan juga bukan dikenakan padamu dari luar. Kesedihan dan masalah muncul sebagai sesuatu yang alamiah dan wajar. Pemurnian hidup membutuhkan sadhana yang berkesinambungan. Tanpa latihan seperti itu, hidup akan terdegradasi. Sebagai contoh, sebuah permata akan mendapatkan peningkatan nilai ketika permata itu mengalami proses pemotongan dan pemahatan. Sama halnya emas yang diambil dari bijih bumi, menjadi murni dan bernilai setelah mengalami pemurnian. Dengan cara yang sama, _sadhana_ adalah perlu untuk meningkatkan hidup dari hal-hal yang sepele menuju pada hal-hal yang mulia.
- Divine Discourse, 01 Juni 1991.
Tidak mengetahui siapa diri kita sebenarnya – hal ini adalah hambatan terbesar. Sampai hambatan ini diatasi maka duka cita tidak bisa dihindari.
No comments:
Post a Comment