We must clearly understand the meaning of ‘death’ and ‘immortality’. We regard death as synonymous with all kinds of strength in the body being lost. In other words, death is the ebbing away of the life force from the body. If the life force remains in the body forever, we regard that situation as immortality. This is incorrect. To be able to completely identify oneself with the aspect of God and completely forget the aspect of the body is true immortality. If at all times we are totally immersed only in the thought of the body and its comforts, and forget the aspect of Atma, that is death. It is only when we are able to clearly recognise the connection between birth and death that the sacred desire for securing immortality will sprout in us. There is birth and death for the body, but there is no birth or death for the Atma. To be able to understand this eternity of the Atma is the real meaning of attaining immortality.
Kita harus jelas memahami arti dari 'kematian' dan 'keabadian'. Kita menganggap kematian identik dengan hilangnya segala macam kekuatan dalam badan. Dengan kata lain, kematian adalah hilangnya gaya hidup dari badan. Jika gaya hidup tetap ada selamanya dalam badan, kita menganggap keadaan tersebut sebagai keabadian. Ini tidaklah benar. Untuk dapat benar-benar mengidentifikasi diri dengan aspek Tuhan dan benar-benar melupakan aspek badan adalah keabadian sejati. Jika setiap saat kita benar-benar tenggelam hanya dalam pikiran badan dan kenyamanan, serta melupakan aspek Atma, itu disebut dengan kematian. Hanya ketika kita dapat dengan jelas mengenali hubungan antara kelahiran dan kematian sebagai suatu keinginan suci maka keabadian akan tumbuh dalam diri kita. Ada kelahiran dan kematian bagi badan, tetapi tidak ada kelahiran atau kematian bagi Atma. Memahami keabadian Atma adalah arti sebenarnya mencapai keabadian. [Divine Discourse, Summer Showers in Brindavan 1974, Ch. 13]
-BABA
No comments:
Post a Comment