It is not as if there are no individuals in the world who are well versed in sacred texts like Bhagavatha, but whatever they may have learnt and whatever be their scholarship, if they cannot put into practice at least a fraction of what they have learnt, they will simply be wasting their time. All scholarship and knowledge is useless if it is not accompanied by practice. Think of this analogy: If a donkey carries some fragrant materials on its back, can it become an elephant? You may have the strength to teach others because you have learnt from so many books. However, whatever you learn will become utterly useless if it is not put into practice. Indeed, when thoughts, words, and actions are consistent, one is called a mahatma (a noble one). This is also described as ‘the proper study of mankind is man’.
Bukan tidak ada individu-individu di dunia yang benar-benar mengetahui tentang naskah suci seperti Bhagavatha, namun apapun yang telah mereka pelajari dan apapun keilmuan mereka, jika mereka tidak bisa menjalankan setidaknya sebagian kecil dari apa yang mereka telah pelajari, mereka hanya akan membuang-buang waktu mereka. Semua keilmuan dan pengetahuan adalah tidak berguna jika tidak dibarengi dengan praktik. Pikirkan dengan perumpamaan ini: Jika seekor keledai membawa beberapa barang yang harum di punggungnya, dapatkah keledai menjadi seekor gajah? Engkau memiliki kemampuan mengajarkan yang lain karena engkau telah belajar dari banyak buku. Bagaimanapun juga, apapun yang engkau pelajari akan menjadi tidak berguna jika hal itu tidak dijalankan. Sejatinya, ketika pikiran, perkataan, dan perbuatan bersifat konsisten, maka seseorang itu disebut dengan mahatma (seorang jiwa yang luhur). Hal ini juga disebutkan sebagai ‘pembelajaran yang tepat untuk manusia adalah manusia’. (Summer Showers 1978, Ch 28)
-BABA