Spiritual aspirants must carefully understand the distinction between the conduct of the ordinary (sahaja) person and spiritual aspirant. The ordinary person has no fortitude (sahana), is conceited (ahamkara), and is full of desires related to the world, through which the person is trying to have a contented existence. Aspirants engaged in contemplation of the Lord (Sarveswara-chinthana) as ceaselessly as the waves of the sea, accumulate the wealth of equality and equal love to all, and are content in the thought that all is the Lord’s and nothing is theirs. Unlike the ordinary person, the spiritual seeker won’t easily bend before grief, loss, anger or hatred or selfishness, hunger, thirst or fickleness. Aspirants should master all good things as much as possible and journey through life in fortitude, courage, joy, peace, charity, and humility. Realise that tending the body is not all-important, and bear even hunger and thirst patiently and engage uninterruptedly in contemplation of the Lord.
Peminat spiritual harus secara hati-hati memahami perbedaan antara tingkah laku dari orang biasa (sahaja) dan penekun spiritual. Orang biasa tidak memiliki ketabahan (sahana), tapi ia sombong (ahamkara), dan dipenuhi dengan keinginan yang berkaitan dengan duniawi, dan dalam hal itu mencoba untuk memperoleh kepuasan hidup. Penekun spiritual adalah mereka yang merenungkan Tuhan (Sarveswara-chinthana) secara terus menerus seperti gelombang di lautan, mengumpulkan harta keseimbangan batin dan kasih sayang yang sama bagi semua makhluk, dan puas dalam perenungan bahwa semuanya adalah milik Tuhan dan tidak ada satupun yang merupakan miliknya. Tidak seperti orang biasa, penekun spiritual tidak akan dengan mudah menyerah dalam kesedihan, kehilangan, kemarahan atau kebencian atau egoisme, rasa lapar, haus atau keraguan. Penekun spiritual harus menguasai semua hal yang baik sebanyak mungkin dan menempuh perjalanan kehidupan dalam ketabahan, keberanian, suka cita, kedamaian, kemurahan hati, dan kerendahan hati. Menyadari bahwa merawat badan bukanlah hal yang sangat penting, dan tanggunglah rasa lapar dan haus dengan sabar dan selalulah tenggelam dalam perenungan tiada putusnya kepada Tuhan. (Prema Vahini, Ch 59)
-BABA
No comments:
Post a Comment