A farmer clears and levels the land,
removes the stones and thorns, ploughs and prepares the field, manures and
strengthens the soil, waters and fertilizes it. Then after sowing,
transplanting, weeding, spraying, and waiting, he reaps the crop. After winnowing
and threshing, he stacks the corn. All these various processes are for the sake
of feeding the stomach. So too one must feel that all hunger and thirst, joy
and sorrow, grief and loss, suffering and anger, food and appetite are but
impulses that help us march forward to attain the Presence of the Lord. When
you have this attitude, sin will never tarnish any of your activities. Your
appetite for hunger and material desires will also vanish, without a vestige of
name or form. On the other hand, if you treat the appetites as more important,
you will be sure to earn only sorrow, not joy. It will be impossible to acquire
peace.
Seorang petani membersihkan serta meratakan
tanah, menghilangkan bebatuan dan duri, membajak dan mempersiapkan ladang,
memupuk dan menguatkan tanah, mengairinya dan menggemburkannya. Kemudian
setelah menaburkan, mencangkok, menyiangkan, menyemprot, dan menunggu, petani
menuai panen. Setelah menampi dan merontokkan, petani menumpuk jagungnya. Semua
bentuk proses ini adalah untuk kepentingan mengisi perut. Begitu juga seseorang
harus merasa bahwa semua rasa lapar dan haus, suka cita dan penderitaan,
kesedihan dan kehilangan, penderitaan dan kemarahan, makanan dan selera makan
hanyalah dorongan yang membantu kita untuk maju meraih kehadirat Tuhan. Ketika
engkau memiliki sikap ini, dosa tidak akan pernah menodai semua kegiatanmu.
Selera lapar untuk makanan dan keinginan materi juga akan lenyap, tanpa bekas
nama atau wujud. Sebaliknya, jika engkau memperlakukan selera adalah lebih
penting, maka engkau akan hanya mendapatkan penderitaan dan bukan suka cita.
Adalah sangat tidak mungkin untuk mendapatkan kedamaian.
(Prema Vahini, Ch 55)
-BABA
No comments:
Post a Comment