Thursday, October 15, 2015

Thought for the Day - 15th October 2015 (Thursday)

Krishna says in the Gita, “In all yajnas, I am the Doer, the Donor, the Consumer and the Acceptor.” That is the reason the chief priest in a yajna, is named Brahma. He must guide the rest of the ritualists with his wife by his side, or else, his credentials are inadequate. The wife represents faith (shraddha). Without faith, praise is hollow, adoration is artificial and sacrifice is a barren exercise. Really speaking, the heart is the ceremonial altar, the body is the fire-place, the hair is the holy grass (darbha), wishes are the fuel-sticks to feed the fire, desire is the ghee poured into the fire to make it burst into flame, anger is the sacrificial animal, and the fire is the tapas (penance) we accomplish. People sometimes interpret tapas as ascetic practices like standing on the head. This is not correct; tapas is not physical contortion. It is the complete and correct coordination of thought, word and deed. When this is achieved, the Divine splendour will manifest.


Krishna bersabda di dalam Gita, “di dalam semua Yajna, Aku adalah pelakunya, Aku adalah yang menikmati Yajna itu, dan Aku juga yang menerima yajna itu.” Itulah alasannya pendeta di dalam Yajna disebut dengan Brahma. Ia harus menuntun seluruh bagian dalam Yajna dengan istrinya berada di sisinya, atau yang lain, kewenangan saja adalah tidak cukup. Karena istri melambangkan keyakinan (shraddha). Tanpa adanya keyakinan maka segala pujian adalah hampa, pemujaan adalah palsu dan pengorbanan adalah sebuah kegiatan yang gersang. Berbicara yang sesungguhnya, hati adalah altar untuk pemujaan, tubuh adalah tungku api, rambut adalah rumput suci (darbha), harapan adalah kayu bakar untuk menyalakan api, keinginan adalah cairan ghee yang dituangkan ke dalam api untuk membuatnya terbakar dalam kobaran api, kemarahan adalah kualitas binatang yang dipersembahkan, dan api adalah tapa (penyucian diri) yang kita raih. Kebanyakan orang kadang-kadang menerjemahkan tapa sebagai kegiatan para pertapa seperti berdiri di atas kepala. Ini adalah tidak benar; tapa bukanlah perubahan pada tubuh. Tapa adalah koordinasi yang benar dan utuh dari pikiran, perkataan dan perbuatan. Ketika hal ini dapat dicapai maka kemuliaan Tuhan akan dapat diraih. (Divine Discourse, 2-Oct-1981)

-BABA

No comments: